Malam hari Sofia baru tiba di rumah sakit.
"Bagaimana keadaan Ray?" tanyanya pada mbok Asih.
"Alhamdulillah, tuan Ray sudah melewati masa kritisnya. Nyonya kemana saja? Kenapa jam segini baru datang? Bukankah Zola sudah menghubungi Nyonya sejak sore tadi?"
"Urusan saya banyak dan kamu tidak berhak tahu!" ketus Sofia. Dia lantas masuk ke dalam ruang perawatan Rayyan.
"Bagaimana kamu bisa mengalami kecelakaan? Memangnya bagaimana caramu mengendarai mobil?" cecarnya.
"Entahlah, Bu. Seingatku aku baru saja keluar dari toko mainan. Tiba-tiba aku merasa sesuatu menghantam mobilku dari bagian belakang. Aku tidak ingat apapun setelahnya," ungkap Rayyan.
"Apa kata dokter? Apa kamu mengalami luka serius?" tanya Sofia.
"Tidak, Bu. Aku tadi sempat tidak sadarkan diri selama beberapa jam karena shock."
"Sial! Sudah mengalami kecelakaan begini, kenapa dia masih saja lolos dari maut?" batin Sofia.
"Ibu dari mana saja seharian ini?" tanya Rayyan.
"Biasa lah. Ada salah satu klien yang meminta bertemu di luar kota."
"Tadi aku juga menemui klien, tapi ternyata dia berniat menipuku."
"Apa kamu mengenalnya?"
Ray menggelengkan kepalanya.
"Dia klien baruku. Namanya Sean."
"Oh … Sean."
"Ibu kenapa panik begitu? Memangnya Ibu mengenalnya?" tanya Ray penuh selidik
"Ti-ti-tidak. Ibu tidak pernah mengenal pria bernama Sean," bantah Sofia.
Ray mengangguk paham.
"Ehm … Ray."
"Ada apa, Bu?"
"Ibu butuh uang untuk menambah modal usaha."
"Ibu butuh berapa?"
"Ehm … sekitar tiga ratus juta."
"Memangnya usaha Ibu yang mana yang membutuhkan suntikan modal? Butik,
salon, atau toko pakaian?"
"Ehm … begini, Ray. Sebenarnya ibu berniat membuka toko pakaian cabang baru."
"Kalau boleh tahu di mana alamat toko cabang nya?"
"Di jalan ehm … jalan Anggrek."
"Sepertinya lokasinya kurang strategis untuk membuka usaha. Sebaiknya Ibu cari tempat lain saja."
"Baiklah kalau begitu, nanti ibu survey ke tempat lain. Jadi, bagaimana? Kamu bisa 'kan memberi suntikan modal untuk usaha ibu?"
"Ya. Akan kuurus nanti setelah dokter mengizinkanku meninggalkan rumah sakit."
"Memangnya sampai kapan kamu harus dirawat?"
"Mungkin dua hari lagi."
"Oh ya. Malam ini biar Seto yang menemanimu di rumah sakit. Kamu tahu 'kan, ibu tidak bisa tidur di sembarang tempat. Tidak mungkin juga ibu meminta mbok Asih atau Zola menemanimu di sini."
"Tidak masalah aku sendirian di sini. Ada dokter dan perawat yang berjaga. Biarkan pak Seto beristirahat, dia pasti lelah mengantar Ibu seharian."
"Baiklah kalau memang itu maumu. Ibu pamit sekarang, selamat malam."
Di hadapan Rayyan, Sofia memang selalu bersikap manis, namun Rayyan tak pernah tahu jika ibu angkatnya itu memiliki niat buruk untuk menyingkirkannya sekaligus menguasai seluruh hartanya.
****
Suci baru saja menidurkan Arsen di dalam kamarnya ketika tiba-tiba ponselnya berdering. Rupanya nomor tidak dikenal yang menelponnya. Suci pun memilih menolak panggilan tersebut dan meletakkan kembali ponselnya. Namun, selang beberapa menit ponselnya kembali berdering. Daripada membuat Arsen terbangun, ia pun akhirnya menjawab telepon tersebut.
[Halo, Assalamu'alaikum]
[Waalaikumsalam. Kamu sedang sibuk ya? Kenapa lama sekali menjawab teleponnya?]
[Maaf, dengan siapa saya berbicara?]
[Apa kamu tidak mengenali suaraku?]
[Sebenarnya kamu ini siapa?]
[Kamu masih ingat 'kan petugas parkir kantor pos yang kamu temui kemarin?]
Suci berpikir sejenak.
[Ya, dia kawan lamaku, namanya Hanafi]
[Aku Hanafi]
[Oh, kamu ternyata. Maaf, aku tidak mengenali suaramu]
[Tidak apa]
[Ehm … Suci]
[Ya]
[Kapan kamu bisa keluar rumah lagi?]
[Memangnya kenapa?]
[Tidak apa. Aku hanya ingin mengobrol denganmu sambil makan bakso]
[Ehm … maaf. Aku belum sebulan bekerja dirumah ini. Jadi aku belum pernah libur]
[Di rumah itu masih ada simbok tua itu 'kan?]
[Namanya mbok Asih. Beliau juru masak di rumah ini]
[Kamu 'kan bisa menitipkan tuan muda yang kamu asuh itu pada mbok Sumi. Tidak lama kok, satu atau dua jam saja]
[Mana bisa begitu. Di rumah ini kami sudah memiliki tugas masing-masing. Ditambah lagi nyonya besar cukup galak. Aku tidak ingin membuat masalah dengannya]
[Ayolah, sekali … saja. Sudah bertahun-tahun kita tidak bertemu. Masa meluangkan waktu sedikit saja tidak bisa]
[Maaf, aku tidak bisa]
[Sombong sekali kamu]
[Bukan begitu, Han. Aku hanya, … ]
Tiba-tiba panggilan terputus.
"Mbok pikir kamu sudah tidur," ucap mbok Asih yang kini berdiri di tengah pintu kamar.
"Belum, Mbok. Barusan ada yang menelpon."
"Siapa? Bapak kamu?"
"Bukan, Mbok. Hanafi yang menelponku."
"Hanafi yang mana?"
"Petugas parkir kantor pos
yang kemarin mengobrol denganku."
"Oh, iya. Mbok ingat. Kenapa dia menelpon malam-malam begini?"
"Dia-dia memaksaku bertemu di luar, tapi kutolak dengan alasan aku tidak bisa meninggalkan tuan muda Arsen."
"Jujur, dari caranya berbicara saja mbok kurang menyukai laki-laki itu. Sepertinya dia bukan laki-laki yang baik."
"Kenapa Mbok bisa bicara begitu?"
"Mbok bisa melihat dari sorot matanya, dia memiliki maksud kurang baik. Sudah benar kamu menolak diajak bertemu berdua," ungkap mbok Asih.
"Aku percaya pada Mbok. Aku tidak akan pernah mau jika dia mengajakku bertemu berdua."
"Bukan apa-apa, Nduk. Mbok bicara begini karena mbok sayang sama kamu. Apalagi ini kota, kehidupannya jauh berbeda dengan kehidupan di desa. Mbok tidak ingin kamu sampai salah pergaulan."
"Aku bersyukur dipertemukan dengan orang sebaik Mbok. Aku merasa almarhumah ibu kembali," ujar Suci. Tiba-tiba saja sorot matanya berkaca-kaca.
Bersambung …
Hai, pembaca setia…. ditunggu dukungannya ya….
Jangan lupa tinggalkan like,komentar positif, favorit, vote, dan hadiah. Sekecil apapun dukungan kalian. Akan sangat berarti bagi Author 🥰🥰🥰🥰
Happy reading…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Kenyang
Hanafi itu emng orng GK BNR kalo niat ia baik knp harus mksa dan mrh mrh saat di tolak😡😱suci
2022-12-14
1
Suhaetieteetie
hanafi dah g bener nyuruh suci keluar rumah bener suci blng aja g bisa biarin diblng sombong dari pada celaka yg ada
2022-11-10
1