Pagi itu Ayra menyuapi menantunya sarapan yang telah disediakan rumah sakit untuk Nur. Istri Ibrahim itu harus di rawat selama beberapa hari kedepan. Saat menyuapi menantunya. Nur justru tak bisa mengontrol air matanya. Maka pagi itu Ayra kembali merasa bahwa Nur memang salah satu yang harus ia perhatikan.
Pengalaman pahit hidup dari kecil tanpa orang tua membuat Nur sangat bahagia merasakan perhatian dan kasih sayang Ayra.
"Makan yang banyak Nak. Harus di paksa walau tak berselera. Dan jangan terlalu sering menangis. Kamu harus membahagiakan dirimu. Janin yang ada di dalam sini akan terpengaruh suasana hati ibunya." Pinta Ayra pada sang menantu.
"Kenapa Mama bisa cepat menerima Nur? Padahal kami menikah tanpa sepengetahuan Mama. Terlebih Nur yang bukan siapa-siapa ini kenapa bisa Mama menerima status yang berbeda jauh?" Tanya Nur penasaran.
"Status yang mana Nak? Kita sama di hadapan Allah. Mama dan Papa dari dulu tak menjadikan ekonomi menjadikan patokan seseorang. Untuk kalian yang menikah tanpa sepengetahuan Mama, daripada Mama Fokus dengan masalalu. Mama lebih memikirkan masa depan kalian. Pernikahan kalian adalah takdir Allah. Menentangnya berarti menentang ketentuan Allah. Selain itu, ridho Mama berikan pada kalian agar ada kebahagiaan juga keridhoan Allah karena ridhonya Mama dan Papa." Ucap Ayra.
Nur pun terharu dan bersyukur bertemu suami yang begitu menyayangi dirinya. Walau usia ia lebih tua dari Ibrahim tetapi suaminya sosok yang begitu dewasa. Bahkan Nur merasa seperti remaja saat bersama sang suami. Ia bisa bermanja-manja bahkan ia merasakan sisi lain dari dirinya yang selama ini sering berubah-ubah identitas nya. Beruntung ketika berada di Malaysia ia mengunakan nama yang sama. Hanya identitas latar belakangnya yang di samarkan. Sehingga sekarang ia menggunakan nama aslinya walau latarbelakang sedikit berbeda. Ia dikenal sebagai mantan TKW, hanya Bram yang tahu jika ia mantan anggota intelejen.
Ayra mengusap pipi sang menantu.
"Jangan sedih berlarut-larut Nur. Kamu sedang hamil. Itu akan mempengaruhi pertumbuhan janin mu. Kamu harus sehat dan bahagia. agar tumbuh kembang janin mu baik. Kamu harus kuat demi dia yang Allah titipkan untuk mu." Ucap Ayra pelan.
Tiba-tiba benda pipih milik Ayra berdering. Nada dering dari putrinya membuat ia menarik napas dalam sebelum menjawab panggilan itu.
"Assalamu'alaikum. Ya, sayang...."
"Walaikumsalam. Mama, siapa yang sakit?" Tanya putrinya penasaran.
"Ada kerabat Qiy. Astaghfirullah... Mama lupa. Kamu jadi berangkat hari ini Nak?" Tanya Ayra.
"Iya Ma. Tapi di tunda agak siang berangkatnya." Ucap adik Ammar itu.
"Ya sudah Mama pulang sekarnag." Ucap Ayra.
Setelah panggilan terputus. Ia meminta asisten rumah tangga yang ditugaskan Bram menjaga dan menemani sang menantu.
"Jaga diri baik-baik. Mama akan sering-sering mengunjungi kamu Nak. Ingat jangan bersedih berlarut-larut. Dan Bibi, saya mohon kalau ada apa-apa beri kabar secepatnya. Nanti saya minta Bapak kirim nomor ponsel saya." Nasihat Ayra sebelum ia meninggalkan menantunya.
Ia pun selama di mobil mendengarkan penjelasan Bram. Mau tidak mau ia harus merahasiakan Nur. Karena dua anak mereka yang cerdas akan bertanya kenapa pernikahan Ibrahim di rahasiakan. Dan hal itu tentu akan kembali membuat mereka bertanya apa dan mengapa. Mereka masih harus menuggu waktu yang tepat memperkenalkan Nur.
"Mas, Ayra khawatir Qiya bertemu Nur Mas. Tempat mereka berdekatan besok. Apakah kita jujur saja?" Tanya Ayra.
"Ay, baru saja orang yang mas minta mengawasi kediaman Nur, mereka mengatakan ada orang yang memata-matai mas. Sehingga foto yang kamu terima itu juga dari orang tersebut. Orang itu berhasil di interogasi tapi tak mau membuka siapa yang menyuruhnya. Maka untuk sementara semakin sedikit yang mengetahui siapa Nur dan keberadaannya akan lebih aman buat Nur. Kasihan dia Ay."
"Tapi fitnah akan mengarah pada Mas, jika mereka melihat Mas berinteraksi dengan Nur." Ucap Ayra pelan.
"Karena itu mas memberi tahu kamu. Mas ingin kamu yang sering berinteraksi dengan Nur. Dia butuh keluarganya. Kamu pernah merasakan hamil tanpa di dampingi Mas bukan. Jangan biarkan Nur merasakan apa yang kamu rasakan dulu sayang... "
"Tapi mas... Ammar dan Qiya berhak tahu." Ayra memelas pada sang suami.
"Tidak sekarang Ayra sayang...." Ucap Bram dengan berat hati.
Tiba di kediaman mereka, saat di dalam kamar. Bram tampak membuka tas hitam miliknya. Ia mengambil satu Carter untuk menya Yat kulit tas itu. lalu ia menarik selembar kertas fotokopi tentang perjanjian yang ia tanda tangani saat sang anak meminta izinnya. Disana dijelaskan, semakin banyak yang tahu status anak. Semakin besar peluang jati diri anggota itu terungkap dan tentu membuatnya dan keluarga lain terancam.
Ayra terpaku menatap kertas itu.
"Semoga Ibrahim dalam keadaan baik-baik saja. Sungguh berat hati ini untuk bisa menerima kenyataan bahwa Ibrahim mengambil keputusan besar dalam hidupnya." Ucap Ayra sambil menyandarkan kepalanya di dada sang suami.
"Mas yakin anak-anak mu memiliki pesona yang sama seperti dirimu Ay... " Ucap Bram sambil mengecup kepala istrinya.
~~
Tibalah hari dimana Qiya harus berangkat ke wahana internship. Ia berangkat bersama 10 dokter. Mereka adalah utusan kemenkes (dokter internship) ke daerah yang masih 3T. Dimana kabupaten itu masih memiliki hampir 100 desa masuk kategori desa tertinggal.
Bram dan Ayra betul-betul tidak mengantar buah hati mereka. Karena sang buah hati memohon agar tak ada yang tahu di tempat yang baru bahwa Qiya anak dari pengusaha dan mantan Wakil walikota di provinsi tetangga. Ketika mobil menjemput, maka disanalah mereka melepas keberangkatan sang anak yang akan berjuang kurang lebih satu tahun di Wahana. Tempat yang akan membuat mereka agar menjadi lebih siap ketika terjun ke dunianya dan lebih profesional.
"Titip Qiya Ya Cit." Ucap Ayra saat kepala sahabat anaknya itu keluar dari balik kaca mobil.
"Siap Bu. Nanti kalau nakal saya siap cubit-cubit pipinya yang chubby itu." Seloroh Cita sambil melambaikan tangan ke arah Ayra. Sahabatnya terlihat begitu bersemangat.
"Bisa sedekat itu mereka. Bahkan internship pun Allah masih membuat mereka bersama. Semoga mereka tidak menyukai pria yang sama." Komentar Bram saat mobil itu meninggalkan kediaman mereka.
Begitu Qiya dan rombongan tiba di daerah wahana, mereka berkumpul di satu gedung untuk mendengarkan pengarahan dari dinas kesehatan provinsi.
Pada saat pengarahan mereka di beritahu jika mereka di tugaskan di kabupaten X, kabupaten yang memiliki hasil lahan pertanian yang sangat luas. Setelah pengarahan Qiya dan rombongan teman-temannya semua bertolak ke tempat Wahana. Mereka naik mobil menuju kabupaten itu.
Cita yang tak terbiasa naik mobil harus berkali-kali muntah. Qiya hanya tersenyum kecil karena apa yang dilihat ketika akan berangkat dan ketika di perjalanan, berbeda. Ia yang paling semangat dan kini sahabatnya itu terkulai lemas sambil sesekali Qiya memijat leher sahabatnya itu.
"Kamu kurang istirahat mungkin Cit. Kamu masih baca novel Online?" Tanya Qiya penasaran karena ada bekas kerokan di lehernya. Dan sahabat nya itu terlihat kurang tidur.
"Tanggung Qiy. Ceritanya bikin penasaran. Semalam baru Ending. Aku meraton sampai jam 3 pagi. Mumpung belum mulai internship. Kalau sudah di tempat wahana, ga bakal bisa baca Novel."
"Novel apa sih?" Tanya Qiya penasaran.
"Novel Islam sih Qiy. Tetapi karakter perempuan nya bikin jiwa feminim ku tak mampu berhenti untuk baca tiap bab nya. Kamu orang Islam pasti suka. Aku Nonis saja suka. Adem aja Bawak an nya baca tuh novel." Ucap Cita sambil menyandarkan kepalanya di lengan Qiya.
Tanpa mereka sadari ada lelaki yang dari tadi mendengarkan percakapan mereka. Lelaki itu duduk tepat di belakang Qiya. Ia dari tadi merasa terganggu dan risih akan suara dan aroma muntahan dari Cita. Namun ia menahan semuanya. Ia tak mengenal perempuan yang sedang asyik berbincang disaat peserta yang lain tertidur lelap.
"Berisik banget. Semoga mereka tidak seheboh ini di tempat Wahana." Gerutu lelaki itu sambil mencoba memejamkan matanya.
Saat Cita telah terlelap, Qiya sibuk dengan pikirannya. Pipi perempuan itu basah. Pandangannya menatap kosong kearah luar jendela.
"Hhhhh... Semoga aku bisa lebih mudah melupakan rasa sakitnya gagal menikah. Dan aku buktikan Mas. Aku sukses bukan karena nama besar Papa. Semoga aku bisa move on dari semua rasa ini. Semoga Allah mempermudah aku di Wahana. Akhirnya aku akan hidup di tengah-tengah orang yang tak tahu siapa aku. Setidaknya orang akan menghargai hasil yang aku capai bukan karena nama besar Papa dan Mama." Batin Qiya masih menenangkan hatinya.
Hampir tidak ada yang tahu jika hari gadis itu terluka, hati gadis itu menangis. Karena ada satu kejadian tepat sebelum ia berangkat internship sebuah gosip di grub WA membuat dirinya kembali tersakiti dengan kabar gagalnya ia menikah. Bahkan sebuah statement Hilman ketika tak sengaja bertemu dirinya dan Cita yang mengatakan jika tak menampik akan banyak orang menyukai dirinya karena Orang tua yang sukses dan ia juga dianggap cucu dari salah satu ulama ternama di kota mereka.
Qiya sosok yang lebih pandai menyimpan rasa dibandingkan Ibunya. Ia bahkan hampir tidak menitikkan air mata kesedihannya di hadapan orang tuanya karena kegagalan ia menikah. Orang-orang mengira dirinya tak merasa sedih atau kecewa. Namun ketika di kamar dalam keadaan sendiri. Disanalah ia menitikkan air mata kesedihannya. Maka orang-orang beranggapan ia tegar namun ia hanya menyembunyikan rasa sakit dan kecewanya dari makhluk. Hanya Allah yang menjadi tempatnya mengadu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Alby Upy
jodohnya qia yang dibelakang bilang berisik kyaknya🤫🤭
2023-11-15
3
Putri Auren
semoga kamu mendapat jodoh yg lebih baik dari si ilham...
sabar qiya
2023-03-22
1
Susanti
sabar Qiya... kegagalan adalah cambuk untuk mencapai sukses... 💪💪💪
2023-01-22
1