Lelaki itu terlihat memegang pipi dan bibirnya yang terasa sakit. Ia tak menyangka mendapatkan serangan mendadak dari Bram. Lelaki yang seharusnya menjadi ayah mertuanya itu terlihat menatap dirinya tajam. Ia tak percaya jika sang calon mertua bisa melakukan itu.
Hilman adalah tokoh pengusaha yang cukup terkenal di kalangan pengusaha. Termasuk dirinya yang sedang akan melakukan pencalonan sebagai anggota DPR.
"Pak Bram..." Ucap Hilman sedikit tak percaya.
Sedangkan Qiya menoleh sebentar ke arah Hilman. Ia cepat mengalihkan pandangannya pada Bram.
"Kamu Pecundang! Orang seperti kamu ingin menjadi wakil Rakyat? bahkan untuk dirimu saja, kamu tidak bisa bijak dalam bersikap!" Suara Bram terdengar sangat marah.
"Istighfar Pa... Ada apa? Bicarakan semua baik-baik." Pinta Qiya pada sang ayah.
Bram cepat menarik tangan putrinya ke dalam ruangan dimana Ayra di rawat. Putri Bram itu hanya pasrah dan mengikuti langkah sang ayah. Ia di didik untuk begitu menjaga adab kepada orang tua. Sekalipun ia benar, ia tak berani untuk langsung meminta penjelasan. Ia selalu menunggu orang tuanya lebih dulu menjelaskan perkara suatu kejadian.
Hilman baru akan mengejar Bram dan Qiya. Namun tangan kekar Ammar menahan pundak Hilman.
"Berhenti, Papa sedang sangat emosi. Papa ku tak pernah se emosi itu. Maka aku khawatir aku pun terpancing emosi jika kamu menyusul papa. Katakan apa yang terjadi?" Ammar menatap tajam Hilman.
Sulung Ayra itu sangat hapal siapa ayahnya. Jika ia sampai memukul orang lain, maka ada hal yang menyakiti hatinya bukan dirinya. Dan Ammar lelaki yang cerdas, ia bisa dengan mudah menebak. Hal itu tentu berhubungan dengan adik perempuannya, Qiya.
"Katakan! Jangan sampai kamu menyakiti adik ku seujung kuku pun! Dia tidak pernah disakiti oleh ku atau pun oleh kedua orang tuanya. Jika kamu yang baru mengenalnya dan menyakiti dirinya. Aku orang pertama yang akan mencari dan menghajar mu!" Nada bicara Ammar terdengar dingin.
Hilman menelan salivanya dengan kasar. Ia duduk di kursi yang ada di depan ruang pasien. Ia mengusap wajahnya berkali-kali. Hilman adalah pemuda tampan. Ia bertemu Qiya ketika saat akan mendaftar kuliah kedokteran. Namun takdir berkata lain, dirinya tak diterima sehingga ia terjun ke dunia politik dan menjadi pengusaha di kota itu. Dan ketika Hilman menghadiri Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Dokter di sebuah gedung.
Ia yang terjebak di dalam lift yang tiba-tiba macet bersama Qiya dan satu lansia juga salah satu tamu di acara itu. Qiya membantu lansia itu ketika pingsan di dalam lift. Hilman yang sebenarnya juga pernah mondok di pondok pesantren yang sama dengan Qiya sudah menaruh hati pada putri Bram itu. Maka kesempatan itu membuat ia bisa berkenalan dengan Qiya juga keluarganya.
Dan ternyata kakek dari Hilman adalah teman dari Kyai Rohim. Saat sang kakek datang langsung melamar Qiya ke kediaman Bram dan Ayra. Keponakan Kyai Rohim itu juga mengenal lelaki tersebut. Namun semua keputusan Kembali ke Qiya. Bram dan Ayra termasuk orang tua yang mendidik anaknya dengan prinsip agama namun ada demokrasi saat memilih keputusan apalagi untuk menjalani kehidupan. Walau mereka pun memberikan beberapa pertimbangan pada sang anak.
Maka keputusan menerima atau menolak lamaran Hilman ada ditangan Qiya. Dan setelah beberapa hari ia memikirkan dan mengenal Hilman. Qiya pun setuju menerima lamaran dari lelaki yang di calonkan oleh salah satu partai menjadi calon anggota DPR di kota mereka.
Hilman terlihat mengelap keringatnya dengan sapu tangan. Satu benda yang diberikan oleh Qiya saat Hilman tangannya terkena benda tajam saat mencoba membantu membawa tubuh lansia ketika terjebak di lift.
"Apa Pak Bram telah mendengar kabar dari partai ku?" Tanya Hilman dalam hatinya.
Ammar berdiri di hadapan lelaki bernama Hilman itu.
Ia memasukan kedua tangannya ke dalam saku celananya.
"Cepat Katakan!" Bentak Ammar pada Hilman.
"Maafkan saya. Saya bingung. Partai mendesak saya untuk segera membatalkan rencana pernikahan bersama Qiya." Ucap Hilman dengan pelan.
Ammar menarik kerah baju Hilman. Sehingga wajah tampan dua lelaki itu terlihat begitu dekat. Napas mereka pun terasa di kulit lawan bicara mereka.
"Jangan main-main Bung! Kamu sendiri yang datang kerumah dan meminta untuk melamar adik ku. Kami bahkan keberatan di awal karena dia belum seutuhnya menyelesaikan pendidikannya. Tapi hari ini kamu bilang akan membatalkan pernikahan kalian! Apa otak mu itu masih ada?" Ucap Ammar dengan penuh amarah.
Ammar masih mencoba untuk tidak menyakiti calon adik iparnya itu. Seketika ia pun melepaskan cengkraman pada kerah baju Hilman. Ia tak ingin terpancing mengikuti nafsu yang ada di hatinya. Namun hati kakak mana yang tak akan sakit mendengar adik yang sangat ia sayangi akan batal menikah saat gaun dan pesta pernikahan telah siap. Undangan sebanyak 2ribu undangan telah di sebar.
Hilman pun mencoba mengatur napasnya. Ia sedikit takut melihat tatapan dan nada bicara Ammar. Lelaki yang merupakan sulung dari tiga bersaudara itu memang mewarisi sifat Bram dan Ayra. Maka tak aneh jika emosinya bisa naik ketika ada orang yang disakiti.
"Maafkan saya, saya sebenarnya begitu menyukai Qiya. Namun saya tak tahu mana yang harus saya pilih. Orang tua saya pun meminta hal yang sama. Saya bahkan belum membuat keputusan." Ucap Hilman jelas.
Ammar duduk di sebelah Hilman. Ia memainkan korek api gas miliknya.
"Lalu alasan apa yang membuat partai dan orang tua mu meminta pembatalan pernikahan kalian? Dan apa keputusan mu!" Ucap Ammar tegas. Masih menatap korek api gas yang ia hidup dan matikan berkali-kali.
"....."
Hilman bingung menjawabnya. Ia sebenarnya sangat menyukai Qiya. Gadis cantik, pintar, ramah, baik hati dan suka menolong. Namun bulan depan adalah waktu pemilihan. Sedangkan ia dihadapkan dengan pilihan, mundur dari partai atau tetap menikah dengan Qiya.
"Saya masih bingung..." Ucap Hilman pelan.
Ammar menepuk pundak calon adik iparnya.
"Jika kamu tak punya keputusan. Maka apa alasan pernikahan ini harus di hentikan?" Tanya Ammar.
"Berita tentang di duga terlibatnya Ibrahim pada jaringan teroriiiis yang menyebabkan ledakan di gedung kemarin adalah alasan akan menurunkan elaktabilitas suara partai dan juga saya." Ucap Hilman sambil menelan salivanya kasar.
Kedua netra Ammar sudah sangat merah. Bahkan kedua bola matanya seakan-akan ingin keluar mendengar kalimat yang keluar dari mulut Hilman.
"Breeeengsek! Jadi kamu menikah dengan adik ku juga untuk menaikan elaktabilitas suara mu dan partai mu!" Ucap Ammar dengan keras.
Baru ia ingin meninju muka tampan Hilman. Lengan Ammar di tahan oleh sosok perempuan yang menjadi objek pembicaraan dua lelaki itu.
"Bersabarlah Kak...." Ucap gadis itu sambil berlinang air mata.
Ia bahkan menatap lelaki yang tak berani mengangkat wajahnya dengan tatapan tajam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Erlina Rahayu
qia SMG Allah sedang menyiapkan jodoh terbaik nya untuk qia
2023-08-28
2
Milhiyah
Menikah karena ingin jadi pejabat bukan menikah karena Allah, berarti petunjuk dari Allah , bahwa hilman tdk cocok untuk Qiya
2023-05-19
0
hidagede1
hadir 😊
2023-04-06
0