“Anin, apa yang terjadi Nak?” Bu Wanti bergegas menghampiri anak gadisnya yang pakaiannya kotor terkena tumpahan es dawet.
“Tadi ada salah faham Bu sama tunangannya Kak Romi,” jawabnya sambil bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
“Lia, memang sudah sejak lama tidak menyukai Anin, sejak ayahnya sering membantu Pak Lurah dulu, dia memandang rendah keluarga kami Nak,” ujar Bu Wanti dengan wajah sedih.
“Oh, jadi Cuma anak Lurah dia Bu?” senyum sarkas Faisal ketika mendengar siapa gadis yang menghina wanita pujaannya itu.
“Sekarang sih sudah mantan lurah, sekarang yang jadi lurah masih kerabatnnya karena cuma keluarga mereka yang terpandang kaya di desa ini Nak,” jawab Bu Wanti.
“Memang standardnya kampung sih Bu, baru jadi anak mantan lurah saja sudah tingkah lakunya melebihi anak pejabat tinggi,” ujar Faisal dengan ekspresi yang tidak suka.
“Bu, apa benar Anin sudah putus dengan Rio?” Faisal kembali meyakinkan dirinya dengan menanyakan hal yang sudah diketahuinya sejak kemarin kepada Bu Wanti yang dijawab oleh anggukan pelan wanita itu sambil melirik ke arah kamar mandi dimana Anin masih berada disana.
Faisal melirik kearah Bu Windarti dengan tatapan yang meminta persetujuan, dan dijawab oleh anggukan pelan wanita itu. Faisal bergegas ke mobil untuk mengambil barang yang tertinggal disana. Ketika Anindita sudah selesai membersihkan diri, dia kembali bergabung bersama ibunya dan Bu Windarti di ruang tengah. Gadis itu menata makanan dan minuman yang dia beli di warung tadi dan menghidangkannya.
“Silahkan Bu, maaf cuma seperti ini, lain kali kalau berkunjung lagi nanti Anin buatkan masakan spesial buat Ibu,” ujar gadis itu sambil tersenyum dan duduk bersimpuh disamping Bu Wanti. Bu Windarti mengangguk sambil kemudian mengambil minuman yang disuguhkan untuk membasahi kerongkongannya yang sudah mengering sejak tadi.
“Ibu maafkan nanti Anin harus kembali ke Jakarta, tapi besok dan lusa Anin masih cuti nanti kita bereskan rumah dan mulai buka warung ya Bu, nanti Anin bantu, andai Rizki ada disini,” ucap Anin menggantung yang diakhiri oleh rangkulan menanangkan dari wanita paruh baya itu.
“Iya, pelan-pelan saja Nak, nanti ibu bisa bereskan sendiri, kamu nikmati saja liburannya disini,” ujar Bu Wanti sambil mengusap pucuk kepala putri semata wayangnya.
Faisal sudah berada diantara mereka lagi, wajahnya terlihat sedikit gugup ketika dia mengintrupsi percakapakan kedua ibu dan anak itu.
“Maaf Bu Wanti, saya menyela, saya mau membicarakan hal yang serius,” ujar Faisal.
“Ada masalah apa Nak?” Bu Wanti menengok kearah Faisal dengan tatapan penasaran.
“Sebelumnya maaf kalau ini mendadak dan tidak kami informasikan kepada ibu sebelumnya, dan juga kepadamu Nin,” ucap Faisal.
Gadis itu pun menatap penasaran pemuda yang ada didepannya itu. Sementara Faisal mengambil satu botol air mineral dan meneguknya untuk menghilangkan kegugupan yang tiba-tiba melandanya, apalagi tatapan Bu Wanti dan Anindita terpusat padanya dan meminta penjelasan. Lelaki itu kemudian mengeluarkan sebuah kotak dari saku kemejanya.
“Anin, Abang sudah meminta restu pada ibu Abang untuk melamarmu di kampung halamanmu, apakah kamu bersedia menerimanya?” Faisal menyodorkan kotak berwarna merah maroon itu kepada wanita yang ada di hadapannya. Memang sangat tidak romantis akan tetapi mampu mengejutkan Bu Wanti dan Anindita. Keduanya beradu pandang dengan bingung.
DEG
Wajah Anindita terkesiap, tenggorokannya serasa tercekat, sesuatu yang tidak pernah dia pikirkan sebelumnya. Gadis itu tidak pernah menyangka jika candaan Faisal selama ini adalah mewakili hati dan perasaan yang sesungguhnya.
“Abang bercanda?” Anindita meminta menjelasan sambil masih menatap lekat pemuda yang ada di hadapannya.
“Faisal tidak bercanda Nin, Ibu tahu dia sudah sejak lama menyukaimu, akan tetapi dia tahu ada seseorang yang kamu tunggu, akan tetapi hari ini dia meyakinkan dirinya untuk mengutarakan kebenaran sebelum dia menyesal telah membiarkanmu semakin jauh.” Bu Windarti panjang lebar menceritakan sesuatu yang membuat wajah Anindita semakin pucat.
Anindita menoleh kepada ibunya meminta solusi, dalam suasana yang mengejutkan seperti ini otaknya mendadak kosong. Dia tidak tahu apa yang harus dia jawab, dia sendiri juga tidak tahu apakah ada perasaan khusus untuk lelaki yang ada didepannya tersebut.
“Semua terserah padamu Nak, kamu yang akan menjalaninya, sejauh untuk kebaikanmu, ibu akan selalu merestui,” ucapan Bu Wanti memberikan lampu hijau untuk Faisal.
Anin menunduk, kedua tangannya memainkan ujung kemejanya. Dia menghela nafas sejenak dan memberanikan mengangkat wajahnya untuk lelaki yang masih menunggu jawabannya. Kepalanya menggeleng perlahan diiringi dengan ucapan lirihnya.
“Maaf Bang, Anin ga tahu harus jawab apa,” jawabnya dengan tatapan polos menatap kearah Faisal yang menatapnya penuh harapan.
Faisal tersenyum, dia mengambil tangan kanan Anindita dan menggenggamkan kotak itu. “Anin simpan ini sebagai tanda keseriusan Abang. Masih banyak waktu untuk membuat hatimu mengerti tentang perasaanmu. Jika seiring waktu berjalan dan kamu meyakininya jika Abang bukan yang kamu harapkan, kotak itu bisa Anin kembalikan dan Abang tidak akan pernah menaruh dendam.” Faisal dengan panjang lebar meyakinkan wanita yang ada didepannya.
“Setidaknya, semua perkataan yang selalu kamu anggap bercanda itu adalah hal yang serius, Abang bukan tipe orang yang suka memberikan janji manis dan harapan, tapi Abang lebih suka menjadi seseorang yang nyata dan hadir disaat kamu sedang membutuhkan,” ujar Faisal lagi dengan nada yang terdengar lebih santai daripada sewaktu awal dia mengungkapkan maksudnya.
“Beri Anin waktu untuk memberikan jawabannya Bang,” Anindita masih terlihat syok dengan kenyataan yang ada dihadapannya saat ini. Ketika hatinya sedang tidak karuan karena permasalahan dengan Rio, ditambah keributan siang tadi sekarang dikejutkan dengan manuver lelaki yang ada didepannya yang menyerangnya tanpa aba-aba.
Secara keseluruhan, Faisal merupakan sosok sempurna untuk dijadikan suami idaman. Tampan, kaya, mapan, dan begitu menyayangi orang tuanya. Akan tetapi masalah hati akan selalu berbeda memberikan jawabannya. Menikah itu adalah ibadah terlama yang akan dijalani setiap manusia ketiak sudah menjatuhkan pilihan. Anindita tidak ingin mengambil sebuah keputusan yang mungkin akan dia sesali dikemudian hari.
***
Hari itu berlalu dengan cepat. Menjelang sore, Faisal dan Bu Windarti berpamitan pulang dan meninggalkan kampung kecil tersebut. Sementara itu Anindita begitu sibuk membantu ibunya membereskan dan membersihkan seisi rumah. Sampai menjelang isya mereka baru bisa istirahat. Anindita terlelap di ruang tengah bersama ibunya, mereka tertidur diatas hamparan tikar dengan bantal-bantal yang sudah lusuh. Rencananya baru besok pagi Anindita dan ibunya akan berbelanja kelengkapan rumah dan warung yang akan segera dibuka.
Menjelang pagi, mereka berdua membersihkan diri, bergegas menunaikan kewajiban kemudian bersiap-siap untuk berangkat ke pasar. Bu Wanti terlihat lebih segar, mungkin udara kampung halaman memberikannya energi yang berbeda. Anindita juga sudah rapi mengenakan setelan gaya casualnya. Dia menyimpan semua barang pribadinya di kamar depan yang nantinya akan dijadikan kamarnya kalau sedang pulang kampung.
Ditatapnya lekat kotak merah marun tersebut. Dia buka perlahan dan menampilkan sepasang cincin bermatakan berlian. Warnanya putih dan begitu elegan. Tanpa dia sadari ibunya sudah muncul diambang pintu dan memperhatikannya dalam diam, sampai akhirnya suara lembutnya membuyarkan pikiran Anindita.
“Gimana Nak, apakah kamu akan menerima lamaran Nak Faisal?” tanya Bu Wanti yang tengah berdiri dan menatap putri semata wayangnya dengan penuh kebahagiaan.
- Bersambung –
JANGAN LUPA LIKE, COMENT DAN VOTENYA YA.... SETELAH ITU PERGI KE HALAMAN SAMPUL DAN BERIKAN BINTANG LIMA UNTUK KISAH INI. TERIMAKSIH, LOVE U ALL.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
💐 💞mier🌹❤️
bahagia itu dicintai.....dan mencintai akan mengikuti...🥰🥰🥰
samangat thor
2020-10-07
4
Nona Cherry Jo
aku mendukung kamu anin... terimalh faisal.. dia lelaki yg baik 💗🙏🌹
2020-10-06
1