Setelah makan malam dengan klien selesai, mobil yang dikendarai Hadi berjalan merayap mencoba keluar dari keramaian. Mobil itu berbelok kearah jalan yang tidak terlalu ramai menyusuri pemukiman penduduk asal yang terpinggirkan menuju sebuah cluster perumahan baru. Anindita duduk disamping lelaki itu dengan wajah tidak enak, bagaimanapun karenanya kini Hadi jadi harus mengantarnya bertemu dengan seseorang. Karena sibuknya dengan tumpukkan pekerjaan yang tiga hari lalu dia tinggalkan, gadis itu terlupa sudah janji dengan seseorang untuk serah terima kunci dan pelunasan.
“Kenapa kamu harus ngambil rumah sendiri sih, tinggal cari suami saja nanti ada yang beliin Nin,” Hadi menelisik alasan gadis yang ada disampingnya.
“Daripada ngontrak pak, tiap bulan bayar, uang hilang, tempat tetap saja milik Bapak kontrakan,” ujar Anin datar.
“Iya realistis sih alasan kamu, tapi kebanyakan wanita tidak berfikir seperti itu, memangnya calon kamu tidak keberatan kalau kamu ngambil rumah sendiri?” tanya Hadi lagi memancing.
Anindita hanya terdiam, mengingat dia belum menceritakan perihal rumah ini pada Faisal. Jangankan Faisal yang baru resmi kemarin, kepada ibunya saja masih dirahasiakan. Anin mau memberikan kejutan sebetulnya untuk ibunya, sekalian pinjam uang dari kantor untuk renovasi rumah di kampung, dia juga memutuskan untuk merenovasi perumahannya agar layak huni.
“Ok, gak apa, gak usah jawab kalau ga mau jawab,” Hadi seolah mengerti jika Anin tidak terlalu suka orang lain ikut campur privasinya. Anindita hanya menoleh dan tersenyum.
Akhirnya mereka memasuki sebuah gerbang cluster perumahan yang tidak begitu luas, sepertinya hanya ada beberapa deretan dengan konsep bangunan minimalis. Anin meminta Hadi berhenti didepan sebuah rumah bercat hijau yang wangi catnya masih begitu menyengat. Disana terlihat dua orang laki-laki setengah baya sedang duduk di teras rumah nomor tiga tersebut. Mereka terduduk di lantai keramik beralaskan kardus bekas.
“Selamat malam pak, maaf saya terlambat, tadi ada meeting dulu,” gadis itu tersenyum menghampiri kedua lelaki yang tidak lain tukang yang dimintanya sedikit merenovasi rumahnya, menambahkan dapur minimalis serta membuat pagar pembatas di bagian depan.
“Gak apa-apa Mba, ini kuncinya, ini kwitansi untuk kekurangannya,” lelaki itu menyerahkan seikat anak kunci dan selembar kwitansi.
“Ini pak, makasih ya sudah bantu saya, maaf sekali lagi membuat Bapak menunggu lama,” Anindita menyerahkan beberapa lembar uang dan menerima anak kunci tersebut.
“Iya Mba, gak apa, mari Mba, Mas, kami permisi,” mereka pergi meninggalkan Anin dan Hadi yang baru saja menghampiri Anin setelah memarkirkan mobilnya ke tempat yang agak luas, karena di depan rumah Anin masih begitu berantakan bekas pekerjaan tukang.
Kedua lelaki itu kemudian pergi, mereka mengendarai motor sampai ke gerbang perumahan. Tetapi tiba-tiba mereka diberhentikan oleh dua orang lelaki yang baru turun dari mobil mewah. Faisal dan Ferdi mencari tahu apa yang terjadi, karena mereka tidak bisa mendengar percakapan Anindita dan lelaki yang kini mereka hadang. Setelah mendapatkan semua informasi, Faisal dan Ferdi bergegas meninggalkan gerbang perumahan setelah melihat mobil Hadi sedang berjalan kearahnya.
***
Dalam perjalanan menuju kontrakan Anindita, keduanya lebih banyak diam. Anin terkantuk dan diluar kontrol tertidur karena lelah. Bagaimana tidak, selama tiga hari dia di kampung benar-benar bekerja keras, sampai kembali ke kota dihadapkan dengan setumpuk pekerjaan, meeting dengan klien bahkan sampai pulang selarut ini. Badannya terasa benar-benar lemas. Hadi sesekali melirik kearah gadis disampingnya yang tengah tertidur, guratan lelah itu jelas sekali diwajahnya. Mengingat perjalanan masih memakan waktu lumayan, Hadi menepikan dulu mobilnya dia mengatur kemiringan kursi yang diduduki gadis disampingnya tersebut. Hadi mencondongkan badannya mengatur kemiringan kursi tersebut, hanya menyisakan jarak beberapa centi dengan wajah gadis yang didepannya tersebut.
DEG
Jantung lelaki itu berpacu lebih cepat menatap setiap inci wajah itu. Dia segera menarik tubuhnya menjauhkan dari gadis yang masih terlelap itu dan mencoba menguasai diri.
“Wajahnya benar-benar mirip dengan dia, apakah di dunia ini ada dua orang yang sama, sayang semoga kamu selalu bahagia di surga,” tuturnya perlahan menelan semua kesedihan, dia menarik nafas panjang dan mengeluarkannya.
“Apakah dia dikirim untuk menggantikan posisimu sayang? gadis pekerja keras yang tegar, yang memiliki impian untuk hidupnya, dia sama sepertimu, wanita tangguh yang selalu mengutamakan keluarga,” lelaki itu memejamkan mata sejenak, sekilas melirik Anindita sebelum akhirnya dia memacu kembali laju kendaraannya ke kontrakan gadis itu.
Mobil yang dikendarai Hadi kini sudah tiba di gerbang kontrakan Anindita. Hadi menatap lekat sejenak wajah anak buahnya yang belum menyadari kalau mereka sudah sampai. Rupanya Anindita tertidur begitu lelap. Perasaan hangat hadir dalam dadanya setiap menatap wajah gadis itu. Entah sebuah perasaan apa, ataukah karena wajahnya benar-benar mirip seseorang dari masalalunya. Dia sendiri masih mencari tahu jawabannya. Tetapi yang lelaki itu tahu, dia selalu nyaman dan bahagia setiap kali bersama gadis itu, karenanya dia merombak pembagian job deskripsi di kantornya agar setiap event dengan customer seperti ini Anindita lah yang akan mendampinginya. Perlahan tangannya menepuk pundah gadis itu.
“Anin, udah sampe,” berkali-kali dia menepuk untuk bisa memulihkan kesadaran gadis yang tertidur begity lelap itu. Anindita menggeliat, matanya mengerjap, kemdian membetulkan tempat duduknya. Dia termenung sejenak, bukankah tadi sandaran kursinya biasa saja. Dia hanya melirik sekilas kepada Hadi yang pura-pura sedang memainkan ponselnya. Kemudian gadis itu turun tanpa berani bertanya lebih jauh.
“Makasih Pak, maaf saya ketiduran ya,” ucapnya sambil memperlihatkan deretan gigi putihnya. Kemudian tubuhnya beringsut turun keluar dari mobil tersebut. Hadi hanya menoleh dan menjawabnya dengan anggukan dan senyuman.
Punggung Anindita semakin menjauh memasuki halaman kontrakan yang cukup luas itu. Lelaki itu masih tertegun menatap punggung itu sampai menghilang dalam deretan rumah kontrakan. Waktu sudah semakin larut, akhirnya dengan kecepatan maksimal dia memacu kendaraannya pulang. Dua pasang mata yang sejak tadi mengawasinya juga perlahan meninggalkan tempat itu setelah memastikan orang yang diikutinya sampai dengan selamat. Faisal mengirim sebuah pesan kepada gadisnya.
“Selamat malam, met istirahat sayang,” pesan whatsapp terkirim. Semenit, dua menit, sampai dia hampir tiba di rumahnya, pesan itu masih belum berubah menjadi centang biru. Sepertinya Anindita benar-benar lelah dan langsung menuju alam mimpi.
“Ferdi, bisa kamu bantu cari tahu latar belakang keluarga dan semua detail tentang manager baru itu, besok sore summarynya emailkan ke saya,” pinta Faisal setelah sampai di rumahnya. Ferdi hanya mengangguk menyanggupi permintaan teman sekaligus bosnya tersebut.
“Cinta memang merepotkan,” ujar Ferdi sambil menguap karena lelah dan memacu kendaraan yang ditumpanginya menuju kediamannya. Tiba-tiba sekilas terlintas insiden tadi siang ketika seseorang menubruk tubuhnya. Seketika matanya berbinar dan sebuah senyuman tertarik disudut bibirnya, sepertinya dia telah menemukan sesuatu yang berharga.
***
JANGAN LUPA LIKE, COMENT DAN VOTENYA YA.... SETELAH ITU PERGI KE HALAMAN SAMPUL DAN BERIKAN BINTANG LIMA UNTUK KISAH INI. TERIMAKSIH.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
💐 💞mier🌹❤️
hanya cinta yg membuat semua rasa ada❤️❤️❤️
2020-10-07
1
Nona Cherry Jo
hhhhhhh... betul sekali cinta mmg merepotkan 😂😂😂😂😂😂
2020-10-06
1