Dengan dalih ingin belajar mandiri, akhirnya Anin bisa keluar dari rumah mewah itu. Diplomanya sudah selesai sebulan lalu, sambil mencari pekerjaan lain yang lebih mapan gajinya dia tetap menjadi waitress direstoran Faisal. Minggu depan satu tawaran interview sebetulnya sudah dia dapatkan, tetapi belum dia katakan pada siapapun. Awalnya Bu Wanti tidak setuju, tetapi dengan berbagai alasan akhirnya dia menganggukan kepala. Merelakan putrinya tinggal terpisah dengannya, mengejar mimpinya dan mengukir sendiri jalan hidupnya.
"Tetapi, Ibu masih akan tetap kerja dulu disini Nak, Ibu sedang menabung untuk bisa punya tempat tinggal lagi di kampung, Ibu rindu aroma harum tanah kelahiran kita, Ibu rindu cucu semata wayang Ibu." Ujarnya dengan mata berkaca–kaca.
Gadis itu mengangguk mengiyakan, didalam otaknya pun sebetulnya sudah terprogram, pekerjaan tetap dengan gaji lumayan, sebuah rumah layak huni untuk ibunya, biaya pendidikan Rizki. Diapun benar-benar harus berhitung ketika memutuskan untuk mengontrak. Akan tetapi itu sudah menjadi pilihannya.
Akhirnya, Anin pergi diantrakan ibunya menaiki angkot ke rumah kontrakan yang jaraknya sekitar satu jam dari kediaman megah itu. Bu Windarti awalnya berkeras menahan Anin, tetapi dengan dalih kecapean mengenai tempat kerja baru yang cukup jauh, akhirnya beliau mengijinkan. Tatapan tak karuan Faisal sekilas tertangkap oleh sudut pandangan ketika dia berpamitan. Anin tak tahu seperti apa perasaannya ketika tawaran Faisal untuk mengantarnya dengan halus ia tolak. Tetapi jiwa besarnya mengalah, dengan senyum yang dipaksakan dia mengantar Anin sampai ke depan pintu gerbang.
Akhirnya Anin tiba dikontrakan, Bu Wanti membantunya membenahi segala peralatannya. Setelah selesai ibunya pulang kembali ke kediaman megah Bu Windarti. Keesokan hari yang dinantikan tiba, dengan setelan blezer cokelat muda dan rok hitam dibawah lutut Anin terlihat berbeda. Begitu anggun dan elegan. Dia menuju tempat interview dengan ojek online. Sesampainya disana dia duduk menunggu dengan manis di lobi. Perusahaan automotive yang cukup ternama.
Tidak berapa lama gilirannya dipanggil, dia memasuki ruang HRD dengan mencoba menanangkan suasan hati yang berdentum-dentum karena nervous. Belum selesai interview seseorang mengetuk pintu ruangan.
“Iya ada apa Rani?” tanya Pak Bram manager HRD.
“Tadi saya dapat info dari pak Ferdi, untuk rapat pemegang saham minta dimajukan setengah jam, Pak Faisal sebentar lagi sampai,” ujar Rani.
“Ok, atur segera, saya menyelesaikan interview terakhir dulu, jangan sampai ada kesalahan, kamu tahu kan seperti apa pak Faisal,” ujarnya.
Gadis itu beranjak meninggalkan ruangan, Anin kembali melanjutkan interviewnya. Pikiran Anin mencoba menghubungkan, apakah Faisal itu yang dimaksud. Tapi segera ditepisnya kemungkinan itu. Dia hendak terlepas dari segala bayangan tentang lelaki itu. Seseorang yang sudah terlalu baik padanya dan ibunya. Hampir setengah jam,akhirnya sesi interview selesai. Pak Bram menginformasikan kalau hasil akhirnya akan diinformasikan melalui email. Anin bergegas meninggalkan ruangan, berjalan menyusuri koridor yang tembus melewati area parkir menuju gerbang security. Tanpa disadarinya sebuah tatapan berbinar dari balik sebuah mobil yang terparkir disana. Setelah Anin berlalu, lelaki itu turun dengan senyum mengembang dia bergegas menuju lobi diikuti oleh sekretaris pribadinya.
“Selamat pagi pak Faisal, Pak Ferdi,” resepsionis mengangguk hormat. Yang hanya dibalas oleh anggukan kedua orang berdasi tersebut.
“Selamat pagi Pak, sudah tiba rupanya,” Pak Bram yang baru keluar ruangan menyapanya.
Langkah Faisal terhenti menatap berkas-berkas lamaran yang ada ditangan Bram.
“Selamat pagi Pak Bram, hari ini ada interview untuk bagian apa? boleh nanti berkasnya dibawa keruangan saya setelah rapat?” Faisal membuat laki-laki dihadapannya terkaget, sejak kapan pemegang saham terbesar perusahaan tertarik dengan hal remeh seperti perekrutan karyawan.
“Baik pak,” tapi hanya itu yang akhirnya keluar dari mulut Bram.
“Emang jodoh ga kemana Sal,” bisik Ferdi setelah mereka berdua dalam lift untuk menuju lantai tiga tempat meeting mereka. Faisal hanya terdiam.
Tetapi binar matanya kembali memunculkan harapan. Dalam waktu sekejap Tuhan mempertemukannya kembali dengan seseorang yang beberapa hari lalu menghilang.
***
Berjibaku dengan suasana kerja ditempat baru membuat kerinduan Anin sedikit terobati, selain itu upah yang didapatnya disini lumayan tinggi, mungkin ada sisa untuk membelikan ponsel canggih agar bisa kapan saja melihat Rizki. Kerinduannya menghujam dalam sehingga segera dia putuskan untuk berkunjung ke kampung halaman diakhir bulan depan.
Anin terpilih menjadi salah satu staff senior bagian marketing, tanpa dia tahu kalau Faisal yang memilihnya. Tetapi selama bekerja disana dia memang belum pernah bertemu Faisal. Sang CEO muda tidak setiap hari berkunjung ke perusahaan itu hanya ketika ada event-event tertentu. Selebihnya dia berdiam di perusahaan pusat yang dekat dengan area rumahnya.
Surat sudah Anin kirimkan kekampung, melalui kurir surat itu diantarkan, kecanggihan pulsa dan kuota belum banyak menyentuh kehidupan keluarganya. Hanya sesekali ketika Winah yang menghubungi dengan meminjam ponsel tetangga jika ada keperluan mendesak terkait kebutuhan Rizki yang tidak bisa dia tangani sendiri. Satu bulan bukanlah waktu yang lama, tinggal hitungan hari sebelum tanggal yang dinanti. Tetapi sore itu tiba–tiba sepucuk surat datang diantar kurir.
“Dengan Bu Anindita?” tanyanya memastikan.
“Iya, saya Pak, makasih ya,” ucapnya sambil menandatangani tanda terima.
Kurir itu berlalu, meninggalkan sore yang penuh sesak dengan debu malam minggu. Selembar photo Rizki yang sedang berdiri, berpegangan pada kaki kursi yang indah. Penasaran memburu mengingat tak ada kursi sebagus itu di rumah tinggal Winah. Dari awal surat, semua tampak baik-baik saja akan tetapi paragraph terakhir membuatnya terkesiap.
“Anin, kalau Ibu atau Anin rindu pada Kami, Kakak dan Rizki kini tinggal di sumatera. Kemarin orang suruhan Ayah menjemput Kakak sebelum surat ini Kakak kirim. Ibu Kakak sakit keras. Kebencian keluarga perlahan sirna semenjak Kakak memberanikan diri menyurati mereka dan mengabarkan kehadiran Rizki yang dalam silsilah akan tetap menjadi bagian dari keluarga di sumatera. Sekali lagi, kalau kalian rindu bisa kirim surat ke alamat yang ada dibalik kertas ini. Salam rindu buat ibu.”
Terhempas lemas, tak bertenaga. Anin terlambat menemui mereka, pasti ini sangat melukai ibunya juga yang begitu mencintai cucunya itu. Tapi apa daya, dia tak memiliki alasan apapun untuk tetap memintanya tinggal dalam penjara kemiskinan itu.
***
Makasih udah mampir ya...
jangan lupa Like, vote dan komen ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Radin Zakiyah Musbich
awesome ❤️❤️❤️
ijin promo thor 🙏
jgn lupa baca novelku dg judul "AMBIVALENSI LOVE" 🍭🍭🍭
kisah cinta beda agama,
jgn lupa tinggalkan jejak dg like and comment ya 🙏😁
2020-10-30
1
Bibi Lung
Ceritanya bagus kak semangat ya aku udh mampir nih
jangan lupa mampir juga dicerita ku yg berjudul " Dokter I Love You "
Mari saling men support☺️
2020-10-18
1