Waktu sudah menunjukkan pukul setengah empat sore. Setelah selesai melaksanakan sholat ashar Anindita dan Faisal bergerak meninggalkan kampung kecil yang penuh kenangan itu, meninggalkan Bu Wanti disana menjalani hidup seorang diri. Sebetulnya hati kecil Anindita tidak tega membayangkan wanita paruh baya itu hidup sendirian disana, akan tetapi perasaan itu sedikit terobati dikala menatap wajah yang penuh binar kebahagiaan dari sang ibu.
Sebelum berangkat kembali ke kota, Anindita menitip beberapa lembar uang pada Bu Idah tetangga terdekatnya. Dia meminta wanita itu untuk sering-sering menemani ibunya, kebetulan Bu Idah pun seorang janda, jadi kemungkinan bisa lebih banyak waktu untuk membersamai ibunya.
Mobil melaju lambat karena masih berada dijalanan yang kurang bagus. Anindita menyandarkan bahunya pada kursi yang dicondongkannya ke belakang. Matanya dipejamkan, membiarkan lelaki yang sedang menyetir disampingnya terjaga sendirian.
Hembusan angin sore menyentuh kulit mereka, karena sejak berangkat tadi Anindita meminta Faisal mematikan AC mobil dan membiarkan udara segar yang masih jernih menemani mereka sampai perbatasan desa. Setelah jalanan mulai ramai, debu-debu polusi mulai memenuhi udara, perlahan kaca tertutup dan digantikan dengan hembusan udara dingin buatan dari AC mobil yang mereka tumpangi.
Empat puluh lima menit berlalu, kini mereka sudah memasuki keramaian kota meskipun jarak masih cukup jauh untuk ditempuh. Faisal melirik gadis disampingnya yang masih memejamkan mata. Ada hal yang ingin dia tanyakan, akan tetapi merasa tidak tega jika harus mengganggu tidur gadis pujaannya tersebut. Beruntungnya tak lama dari itu, Anin menggeliat dan mengerjapkan matanya.
“Udah sampe mana Bang? masih jauh?” tanyanya.
“Baru memasuki wilayah kota Nin, lumayan lah, oh iya Abang lapar, mampir dulu cari restoran ya, kamu mau makan apa?” tanya Faisal sambil masih fokus mengemudi.
“Emh, apa saja sih terserah, tapi malesi lah kalau makan di restoran, nyari angkringan pinggir jalan saja Bang,” ucap Anindita.
“Ok, mau makan apa? nasi pecel, baso, ketoprak, mie ayam atau apa? ” Faisal mengabsen satu per satu menu makanan pinggir jalan yang sering dia temui.
“Yang terdekat dan tercepat saja Bang, nanti di depan kedai makanan pertama kita berhenti saja, apapun itu Anin ga masalah,” ujar Anindita.
Tak berapa lama ditemukannya sebuah angkringan pecel madiun dengan area makan lesehan dibawah pepohonan rindang. Penjual pecel itu mangkal dipinggir jalan namun dibelakangnya merupakan sebuah rumah dengan halaman luas dan pepohonan rindang. Beberapa lembar tikar digelar terpisah. Faisal memarkirkan mobilnya kemudian mereka mencari tempat yang dirasa paling nyaman. Anindita memasukan ponselnya pada tas selempang kecil kemudian dibawanya.
Mereka berdua makan dalam diam. Pikiran Anindita masih memikirkan ibunya yang kini hidup seorang diri di kampung halamannya, ingin rasanya mengajak mantan kakak iparnya dan Rizki kembali untuk tinggal bersama ibunya, akan tetapi dia sadar jika dia belum bisa menjamin sepenuhnya kehidupan mereka. Gadis itu masih harus menyelesaikan sisa pinjaman yang dia gunakan untuk merenovasi rumah itu.
Sementara Faisal, pikiran lelaki itu sebetulnya sedang terfokus pada sesuatu, hal yang masih belum mendapatkan kejelasan. Tatapannya sesekali mencuri pandang kepada gadis yang ada dihadapannya yang sudah menyelesaikan makannya dan sekarang sedang meneguk teh tawar hangat. Keringat tampak bercucuran di dahi gadis itu setelah melahap hidangan super pedas yang dipesannya. Reflek tangan Faisal menyeka keringat yang terlihat hampir mengucur di dahi gadis itu dengan tangannya.
“Abang ngapain?” Anindita terkaget sambil menepis halus tangan lelaki itu.
“Lap keringat,” jawab lelaki itu singkat. Anindita baru tersadar jika telapak tangan Faisal basah dengan keringatnya, dia mengeluarkan sebungkus tissue dari dalam tasnya, diambilnya beberapa kembar dan disodorkan pada lelaki itu.
“Nih Bang, bersihin tangannya, jorok ih,” ujarnya sambil mencebik. Lelaki itu hanya tertawa kecil dan mengambil tissue yang diberikan gadis itu.
“Hmm, Abang mau nanya sesuatu Nin,” ujarnya dengan tatapan tajam.
DEG
Hati Anindita merasakan jika lelaki itu akan segera meminta keputusannya tentang lamaran itu. Tiga hari waktu yang cukup singkat untuk mempertimbangkan segalanya, bahkan dia sendiri belum yakin dengan perasaannya saat ini. Dengan memberanikan diri dia menatap lelaki itu.
“Nanya apa Bang?” ujarnya datar mencoba menyembunyikan perasaan yang tak karuan dihatinya.
“Gimana mengenai lamaran Abang yang kemarin? Sudah diputuskan?” benar saja lelaki itu menanyakan hal yang sebetulnya dia takutkan untuk memutuskan.
Anindita tertunduk, beberapa kali menghela nafas dalam. Hatinya mencoba meyakinkan akan keputusan yang tadi malam sudah dia tekadkan untuk di ambil. Setelah terdiam beberapa menit, tangannya merogoh sesuatu dari dalam tas, ternyata sebuah kotak berwarna marun yang Faisal berikan sewaktu di rumahnya. Ditatapnya lekat kotak itu, Anindita mengangkat kepala memberanikan diri menatap pemuda yang tengah memperhatikannya dengan tatapan penuh harapan. Tiba-tiba tangannya menyodorkan kotak itu kepada Faisal. Wajah lelaki itu tampak terkesiap penuh kekecewaan, sudah dipastikan gadisnya mengembalikan kotak itu karena masih belum bisa menerima kehadirannya.
“Abang ngerti,” ucapnya sambil menerima kotak merah marun tersebut dari tangan Anindita.
“Syukurlah kalau Abang mengerti,” ucap gadis itu dengan mencoba mengatasi rasa gemuruh didadanya dengan meneguk kembali teh hangat yang sisa setengah sampai habis. Faisal mencoba tersenyum sambil masih memegang kotak itu, mata Anindita meliriknya dengan penuh tanya.
“Sebenarnya Abang ngerti ga sih?” gadis itu melemparkan pertanyaan dengan senyuman jahilnya setelah dia berhasil menguasai diri.
“Iya Abang ngerti,” ujar Faisal dengan raut wajah sedih yang mencoba dia tegarkan.
“Kalau ngerti ngapain itu kotak masih Abang pegang, sini pakaikan,” ujar gadis itu sambil menyodorkan lengan kirinya kepada pemuda tersebut. Mata Faisal membelalak sempurna, garis lengkung dibibirnya sontak tergambar dengan jelas. Dengan suara setengah yakin dia bertanya.
“Maksudnya kamu mau menerima lamaran Abang?” tanya Faisal meyakinkan hatinya yang seketika melambung tinggi setelah tadi terhempas kedalam dasar yang begitu menyakitkan. Gadis itu hanya mengangguk dengan senyum yang dikulum.
Lelaki itu seperti hilang kendali, dia berdiri kemudian bersujud syukur dibawah pohon nangka tempatnya dan Anindita beristirahat. Beberapa orang menatapnya heran. Senyumnya mengembang semakin lebar, setelah bersujud dia segera membuka kotak itu dan mengambil jari jemari Anindita. Dia sematkan cincin bermata berlian itu perlahan ditangan gadisnya.
“Semoga niat kita dipermudah sampai jenjang pernikahan ya sayang,” ujarnya begitu tulus dengan mata berbinar sempurna.
“Amin,” hanya kalimat singkat itu yang lolos dari mulut mungil Anindita. Sementara hatinya mencoba mengikhlaskan keputusan yang begitu berat dia ambil, bagaimanapun Rio masih ada disana.
“Tapi jujur Bang, nama Rio masih belum sepenuhnya hilang dihatiku, Anin minta waktu untuk benar-benar menghapusnya dan menorehkan sebuah lembaran baru disana,” gadis itu tertunduk, baginya berkata jujur lebih baik daripada menyembunyikannya sendiri.
“Abang yang akan menghapusnya dari sana, sehingga kamu ga akan pernah melihat jejak-jejak yang menyakitkan itu,” ujar Faisal yakin dengan menatap gadisnya penuh kebahagiaan.
Matahari sudah hampir tenggelam ketika mereka berdua memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Sebuah kejadian yang tak terduga masih membuat hati Faisal berbunga-bunga, dengan semangat dia pulang dan hendak mengabarkan berita gembira itu kepada ibunya serta meminta perjodohan antar keluarga itu segera dibatalkan. Kini dirinya sudah berhasil menemukan seseorang yang dia sangat yakin bisa menemaninya sampai akhir hayatnya.
***
JANGAN LUPA LIKE, COMENT DAN VOTENYA YA.... SETELAH ITU PERGI KE HALAMAN SAMPUL DAN BERIKAN BINTANG LIMA UNTUK KISAH INI. TERIMAKASIH.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Jeni Safitri
Anin jangan sia2kan faisal ya cintanya tulus, dalam hubungan lebih baik kita di cintai dari pada mencintai tapi hanya kita yg merasakan kan ngenes banget tu hati
2021-12-13
0
Tirta Tirta
mau dlamar jg dong faisal😄😄😄
2020-10-08
1
💐 💞mier🌹❤️
ah...awal bahagia....ingat banyaak onak dan duri....berhati2 lah😍😍😍
2020-10-07
2