Setelah liburan tiga hari di kampung halamannya, hari itu Anindita beraktifitas seperti biasa. Pagi-pagi sekali sudah berangkat kerja mengingat pekerjaannya yang dipastikan akan menumpuk. Sesuai jadwal, hari itu adalah meeting para manager keatas untuk peluncuran sebuah produk baru dan membahas startegi pemasaran.
“Ciee yang abis liburan,” Rinda dan Anita menggoda Anin yang baru saja mendaratkan pantatnya di kursinya yang sudah kosong selama tiga hari. Dia segera menyalakan laptopnya dan memeriksa beberapa berkas laporan yang masuk dari sales di lapangan. Pekerjaan di bagian marketing dibagi menjadi tiga, untuk Anindita sekarang lebih mendapatkan fokus mengenai koordinasi ekseternal dengan customer, Rinda bagian mengurusi rekapitulasi barang dan mempersiapkan semua penjualan terkait dengan tagihan, sementara Anita lebih kepada trading atau mengurus penjualan direct dari sales di lapangan.
“Mana oleh-oleh,” Rinda menghampiri Anin dan menepuk pundak sahabat dekatnya itu.
“Noh cucian setumpuk,” ujar Anin datar tanpa menoleh pada gadis yang tangannya masih di pundaknya.
“Huuuuu,” cebik Rinda sambil berlalu kembali ke kursinya yang berhadap-hadapan dengan Anindita. Anita hanya menoleh, tempat duduk Anita tempat di samping Rinda, sementara salah satu meja di samping Anindita kosong, tempat itu biasanya diperuntukkan untuk anak magang yang hanya beberapa bulan kemudian bergantian. Dan kebetulan bulan ini belum lagi ada kebutuhan penambahan siswa atau mahasiswa yang mengajukan magang.
“Hari ini katanya ada meeting besar ya? CEO perusahaan datang kesini ya katanya?” Anindita bertanya sambil bergantian menatap kedua rekan kerjanya.
“Iya, makanya tiga hari kemarin kami kalangkabut siapin laporan yang diminta pak Hadi, huh sampe pulang malem terus,” keluh Rinda.
“Oo,” Anindtia hanya membulatkan mulutnya sambil manggut-manggut.
“Eh, katanya CEO nya masih muda dan tampan lho, cuma memang jarang sekali kata pak Bram kesini, dia stay di pabrik pusat,” ujar Anita.
“Siapa namanya Rin, kemarin aku sempat tanya sama Pak Hadi, Faisal , Faisal apa gitu nama panjangnya, bagus namanya pasti keren orangnya” Anita sambil mengerutkan dahi dan mencoba mengingat-ingat nama panjang CEO nya.
“Udah sih ngapain ngapal-ngapalin nama orang, lagian mana mau kenal dia ama kita yang hanya karyawan jelata ini,” ujar Anindita cuek.
“Iya, lagian yang meeting kan level manager up, mana ada kesempatan kita untuk ketemu CEO itu, jangan kebanyakan ngarep deh Nit,” tambah Rinda sambil mencebik kearah Anita.
“Udahlah terserah kalian, awas aja nanti kalau ternyata aku berhasil membuat CEO itu tertarik sama aku, kalian aku pindahin ke perusahaan yang di planet mars,” Anita menjulurkan lidahnya sambil meninggalkan Rinda dan Anindita yang tertawa senang setelah menggoda rekan kerjanya itu.
Tepat pukul delapan pagi, terdengar announcement dari pengeras suara yang ada di resepsionis kalau semua level manager keatas dan nama-nama yang sudah dikirimkan undangan meeting untuk segera merapat ke ruang meeting utama. Terlihat Hadi sudah membawa beberapa berkas dan sebuah laptop keluar dari ruangan khusus manager. Ruangan untuk para manager terpisah dari ruangan staff, mereka duduk dalam satu bilik khusus yang dibuat dari kaca transparan sehingga mereka bisa mengawasi gerak-gerik anak buahnya meskipun tidak bisa mendengar percakapan mereka.
“Pagi pak Hadi,” ucap ketiga gadis itu kompak ketika atasannya melintasi meja mereka dan menuju ke ruang meeting. Lelaki itu mengangguk dan tersenyum manis. Sudut matanya melirik kearah Anindita.
“Oh iya yang habis liburan udah dateng ya, nanti oleh-olehnya taro saja di ruangan saya ya,” Hadi menggoda anak buahnya tersebut yang dijawab kompak oleh Anita dan Rinda.
“Kaga ada oleh-oleh pak,” ujar mereka bersamaan yang dijawab oleh tawa bersalah dari gadis yang ada didepannya itu.
Hadi melanjutkan jalannya menuju ruang meeting utama yang ada di lantai dua. Selang lima menit, Anita bergegas pergi menuju lift kelantai dua.
“Hei mau kemana?” tanya Anindita.
“Ada dokumen yang tertinggal buat pak Hadi, sekalian mau lihat CEO tampan,” Anita berlalu sambil tersenyum senang kearah kedua rekannya. Anindita dan Rinda hanya menggeleng-geleng kepala.
***
Anita tergesa-gesa keluar dari lift dilantai dua. Tangannya memeriksa berkas yang dibawanya sambil berjalan.
“Bruk” tubuhnya menabrak sosok tinggi tegap membuat berkas yang ada ditangannya jatuh.
“Maaf,” Anita berjongkok, secepat kilat mengambil berkas yang terjatuh.
“Maafkan staff saya Pak Ferdi, Pak Faisal,” Hadi tergopoh-gopoh keluar dari ruang meeting utama, dia bermaksud mengambil satu berkas yang setelah diperikasnya tertinggal di ruangannya.
“Iya gak apa-apa,” jawab Ferdi dengan menyunggingkan senyum, sementara lelaki yang sejajar dengannya sudah berjalan lebih dulu meninggalkan mereka bertiga disana.
“Ini Pak berkasnya, maaf saya lupa mengcompile nya ke dalam map yang kemarin,” ujar Anita sambil memberikan berkas itu kepada atasannya. Padahal memang gadis itu sudah merencanakannya agar punya alasan untuk bisa bertemu dengan CEO nya.
Hadi dan Ferdi bergegas menuju ruang meeting utama kembali karena sebentar lagi meeting akan dimulai. Sementara itu, Anita berjalan kembali menuruni lift sambil senyum-senyum sendiri merasa misinya berhasil dengan baik. Sesampainya di ruangan, gadis itu masih senyum-senyum sendiri dan kemudian dengan heboh bercerita.
“Tau ga kalian, aku tadi ketemu CEO, dia ganteng banget lho, masih muda, tapi tadi aku nabrak asistennya, asistennya juga ga kalah tampannya, uh jadi bingung mau gebet yang mana,” dengan gaya centilnya Anita bercerita.
“Tereserah lo deh,” Rinda dengan males menanggapinya sambil berjalan meninggalkan mejanya menuju ke ruangan finance.
“Nin, dukung gue ya,” dengan bibir yang mengerucut Anita melirik Anindita, yang hanya dijawab olehnya dengan mengedik santai dengan ekspresi cuek.
“Ihhh sebelll,” Anita berlalu menuju pantry sambil membawa gelas minumnya yang sudah kosong.
***
Meeting hari itu selesai pukul lima lebih seperempat. Hadi masuk kembali ke ruangan dengan wajah lelah. Dia melewati meja anak buahnya dimana yang tersisa hanya Anindita disana, sementara Rinda dan Anita sudah pulang karena memang jam kantor selesai pukul lima sore.
“Kebetulan kamu belum pulang Nin, habis maghrib ikut saya meeting dengan klien baru, dia minta entertain, project untuk produk barunya sedang release di bagian development,” ujar Hadi.
“Baik Pak, tapi saya masih menyelesaikan pendingan kerja tiga hari yang lalu,” jawab Anindita hanya sesekali melirik kearah Hadi.
“Ok gak apa, kerjakan seselesainya dulu saja, ga ada yang urgent banget kan?” tanyanya sambil masih berdiri dimeja depan Anin.
“Adanya cuma urgent aja pak, makanya saya bela-belain pulang telat,” ucapnya sambil memperlihatkan deretan gigi putihnya. Hadi hanya mengangguk dan berlalu menuju ruangannya untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan nya.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul 18.30 ketika Hadi keluar beriringan dengan Anindita menuju parkiran. Hari itu seperti rencana awal, mereka akan melaksanakan meeting dengan klien baru sekaligus makan malam. Wajah Anindita terlihat fresh dengan polesan make up tipis setelah shalat maghrib, dia masih mengenakan setelan blezer sementara Hadi sudah mengenakan batik karena memang dia sudah merencanakan dari awal pertemuan tersebut.
Trrrtt Trrrt Trrrt
Ponsel Anindita bergetar, dia melambatkan jalannya sambil mencari-cari benda pipih miliknya. Tetapi karena matanya tidak dipakai untuk melihat kedepan akhirnya dia menabrak Hadi yang berbalik mencarinya, karena sejak tadi dia berbicara tetapi tidak mendengar tanggapan dari orang yang ada dibelakangnya.
“Aduh maaf Pak,” Anin tertawa salah tingkah, ini kali ketiganya dia menabrak lelaki yang kini menjadi atasannya.
“Kamu kenapa lagi sih Nin?” tanya Hadi sambil menatap gemas wajah gadis yang ada didepannya itu.
“Anu, tadi nyari ponsel Pak,” ujarnya sambil menunjukkan sebuah benda pipih yang sudah ada di genggamannya. Hadi hanya menggeleng-geleng kepala dan memintanya untuk menunggu disana. Anin mengangguk tanda setuju.
“Udah pulang kerja belum?” pesan wahtsapp dari Faisal.
“Belum, mau meeting sama klien,” ketik Anindita cepat. Dia segera memasukan ponselnya kembali ketika mobil yang dikendarai Hadi sudah ada di depannya. Anin bergegas masuk dan tidak sadar jika ada empat pasang mata yang sedang menatapnya dari lanta dua.
“Ferdi, ikuti mereka!” Ucap seorang lelaki sambil bergegas turun menuju lift setelah mobil yang dikendarai Hadi melaju menuju gerbang keluar. Kedua lelaki itu bergegas menuju parkiran dan mengikuti mobil yang dikendarai Hadi dan Anindita.
***
JANGAN LUPA LIKE, COMENT DAN VOTENYA YA.... SETELAH ITU PERGI KE HALAMAN SAMPUL DAN BERIKAN BINTANG LIMA UNTUK KISAH INI. TERIMAKSIH.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Nona Cherry Jo
visualnya dong athooor.. 🙏 penasaran niiihhh
2020-10-06
1