Semua berkas sudah disiapkan dari kemarin. Anin sudah terbiasa mandiri, hari itu memberanikan diri menyusuri pojokan sudut kawasan industri. Jarak dari tempat tinggalnya lumayan memakan waktu. Sebetulnya ada ketakutan menyelinap ketika dihadapkan dengan hiruk pikuk kota besar tersebut, tetapi sudah dilemparkan hal itu jauh - jauh, ada Rizki yang menunggu uluran tangannya.
Hari itu selesai dengan baik, semua amplop lamaran yang dibawanya sudah raib. Beberapa dititip di security pabrik, beberapa dikirim melalui kurir. Tak sulit baginya mendapatkan referensi dan alamat perusahaan, dalam hal ini Faisal banyak membantu. Dia memberikan beberapa alamat perusahaan terdekat yang mungkin terjangkau.
Berhari-hari kesibukan mencari pekerjaan begitu menghabiskan waktu, dalam pikiran yang terfokuskan adalah kerja, kerja dan kerja. Tak perduli seberapa banyak rintangan yang harus dihadapinya. Selembar Ijazah itu didapatnya dengan pengorbanan dan perjuangan ibunya, maka tidak boleh disia-siakan. Mimpinya tidak muluk-muluk, untuk saat ini yang terpenting hanyalah mendapat sesuap nasi untuknya agar tidak menumpang selamanya di tempat majikan ibunya.
Akhirnya setelah hampir sebulan mencari dan menunggu, belum ada satu perusahaanpun yang memanggilnya. Persaingan pencarian kerja dari lulusan SMA lumayan tinggi. Hasrat untuk bekerja, mendapatkan penghasilan memecah tangis. Seringkali terduduk merenung sendiri dipojok taman halaman rumah yang luas itu. Hari itu seharianpun dia tak keluar kamar, ujian mental itu benar-benar menguras tenaga.
"Anin, Nak Faisal mau ketemu," suara ibu sambil duduk disamping tempat sesenggukannya.
"Ada apa bu?" tanyanya sambil menyeka mata yang sebetulnya sudah berair, hendak disembunyikannya dari ibunya.
"Perihal pekerjaan, kamu temui saja dulu, dia sedang menonton tv di ruang keluarga," ujar Ibu Wanti.
Anin bangun, kemudian berlalu menuju ruang keluarga rumah besar itu. Memang belum lama tinggal disitu, tetapi keramahan Faisal sudah membuatnya tak segan lagi terhadapnya. Diketuknya daun pintu dan mengucap salam, didikan Bu Wanti tetap melekat, adab terhadap orang harus tetap dijaga, apalagi ini anak majikan ibunya sendiri.
Umur Faisal sepertinya tak jauh berbeda dengan Murod mungkin terpaut sekitar tujuh tahun darinya. Hal itu diketahuinya ketika Anindita membantu menyetrika, dalam tumpukan pakaian Faisal tergeletak kartu identitasnya. Dia masih muda, punya karir bagus, dan sekarang tengah menyelesaikan jenjang doktoral di salah satu universitas ternama di Jakarta. Adab dan sopan meski hanya kepada pembantu. Kadang terlintas, pengandaian yang akan sia-sia, berharap lelaki itu menjadi pengganti Murod.
Dia mempersilahkan Anin duduk dan memulai percakapan "Perihal pekerjaan itu, ssaya ada nformasi lowongan pekerjaan di sebuah restaurant, ada kebutuhan waitress, pekerjaannya part time cuma letaknya agak jauh dari sini," dia berhenti sebentar.
"Iya, Anin mau, yang penting dapat uang Bang." Anin memotong pembicaraannya yang membuat Faisal hanya tersenyum dan langsung menelpon seseorang sambil menggeleng-geleng kepala.
Percakapan berlangsung beberapa lama. Dia berjalan sedikit menjauh dari gadis itu, sehingga Anindita pun tak begitu jelas dengan isi percakapan mereka.
"Ok, besok kamu mulai kerja, nanti pagi siap-siap ya, saya antar kamu ke tempat tersebut," ujarnya sambil mematikan ponsel genggamnya.
“Terimakasih banyak Bang,” ucap gadis itu sambil berpamitan pada sosok lelaki tampan dihadapannya. Dengan wajah sumringah dia berlalu.
Sementara Faisal menatapnya dengan tatapan yang begitu teduh, sampai punggung gadis itu lenyap ditelan pintu ruangan. Sebetulnya bukan hal yang sulit untuknya memberikan gadis itu sebuah jabatan yang hanya tingkat operator. Sebagai seorang pemegang saham dan CEO di sebuah grup perusahaan ternama sebetulnya dia bisa berbuat apapun. Akan tetapi dia benar-benar ingin melihat sejauh mana kesungguhan gadis yang baru dikenalnya sebulan yang lalu. Seorang gadis yang tanpa dia sadari selalu diperhatikannya diam-diam dari balkon atas kediamannya.
Hari itu menatap wajah Anindita yang sumringah membuat hatinya dihinggapi sebuah perasaan bahagia. Tetapi dia masih belum sepenuhnya mengerti perasaan itu mengarah kemana? Apakah hanya sekedar iba atau ada hal lain yang lebih dari itu. Waktu satu bulan baru memperkenalkan Faisal pada sosok gadis kampung tersebut dengan keseluruhan penilaian yaitu seorang gadis pekerja keras.
Sementara sosok mungil itu berjalan dengan riang, buncah harapan menyeruak berpendar, karena akhirnya pekerjaan itu didapatkan. Anin berlalu menuju ruang belakang mencari ibunya, ia segera menyingsingkan lengan baju dan membantu apapun yang bisa dibantu karena besok sudah tidak bisa membantunya lagi. Sudah tak sabar memiliki penghasilan sendiri, bisa membantu Bu Wanti melunasi hutang bekas biaya sekolahnya kepada Bu Windarti majikannya.
JANGAN LUPA LIKE, KOMEN DAN VOTE YA....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Adel
mampir di karyaku juga ya thor...
salam dari
RINDUKU DI UJUNG SURGA...
trims
2020-12-15
0
triana 13
semangat kak 😉
2020-11-12
1
Radin Zakiyah Musbich
ijin promo ya 🌰🌰🌰
jgn lupa mampir di novelku dg judul "AMBIVALENSI LOVE" 🍆🍆🍆
kisah cinta beda agama,
jgn lupa jejaknya, tinggalkan comment 🙏😁
2020-10-22
1