Bab 7 - Gundah

Mario, lelaki yang ditemuinya dibangku pendidikan, menjadi pasangan terpopuler di kampus,hari itu bersedia mengantarnya mencari ponsel genggam. Terlebih diapun akan segera terbang ke Singapura untuk kuliah disana, pendidikan diploma hanya sebagai masa tunggu agar ia bisa bersamaan dengan sepupunya untuk berangkat ke luar negeri.

“Rio, jangan carikan yang mahal ya, yang penting berfungsi ya, asal jangan kayak HP ku yang lama saja, sering mati ” ucap Anin berbisik sambil terkekeh kecil, ketika sudah memasuki counter penjual ponsel.

Lelaki itu hanya mengangguk.Mereka berdua tampak begitu serasi, berjalan berdampingan menuju tempat penjualan ponsel. Anin hanya terdiam menunggu hasil akhir. Dia mendengarkan saja ketika lelaki disampingnya menanyakan keunggulan dan kekurangan ponselnya. Tak lama, sebuah ponsel canggih dengan fitur cukup lengkap sudah ditentengnya.

Rio menggandeng Anin berjalan keluar menuju ke tempat makan. Mereka kemudian duduk, mencari tempat yang nyaman. Sambil menunggu pesanan, dinginnya AC memaksa Anin pergi ke toilet, sebetulnya hanya untuk menghangatkan badan. Tak sampai sepuluh menit, Anin segera berjalan menuju mejanya kembali, tetapi dari jauh tampak dua orang wanita muda tengah duduk di mejanya. Dengan persaaan was-was Anin pun menghampiri.

"Ini Renata sepupuku, dan ini Luna temannya, mereka akan berangkat kuliah ke Singapura juga bareng aku" ujar Rio memperkenalkan kedua wanita muda itu.

Sontak hati Anin berdegup, alarm siaga berdering keras. Paras Luna membuatnya yang belum mengenalnya tiba-tiba terbakar cemburu. Gadis belia yang rupawan dengan setelan jumsuit yang anggun, potongan rambut modern, tas mahal bermerk, sepatu kets yang kekinian, tubuh molek penuh perawatan akan turut berangkat bersama Rio. Empat tahun mereka akan bersama disana, rasanya tak sanggup Anin menerima kenyataan ini. Tetapi kegundahannya segera ditutupi dengan senyum palsu.

Anin menjabat tangan mereka satu persatu, dan mempersilahkan mereka bergabung. Beruntung, Renata harus segera pergi karena ada janji dengan temannya, tetapi acara makan kali ini lebih banyak dihabiskan dengan diam. Sesuatu mengganjal dipikiran Anin, berkali–kali Anin memancing Rio agar bercerita tentang wanita itu, sejauh mana mereka sudah saling kenal. Tetapi Rio selalu menjawab pertanyaannya dengan samar.

Sosok Luna betul-betul menguras energi, tak henti-henti pikirannya tertaut padanya. Gadis manis yang terlahir dari keluarga kaya, tiba–tiba menciutkan nyalinya, dia bukan lawan sepadan buatnya. Mungkin kepergian Rio pekan depan itu akan menjadi akhir segalanya, karena selama ini pun memang tak pernah ada kata jadian terlontar, hanya keterikatan yang berjalan mengalir begitu saja sehingga mendapatkan julukan pasangan terpopuler di kampus. Setelah selesai, mereka bergegas pulang.

***

Ponsel barunya tergeletak tak bernyawa, mendapati kenyataan kalau orang-orang kesayangannya perlahan menjauh pergi. Sebuah pesan whatsapp muncul disana, nomor baru yang tak diketahui identitasnya.

“Anin, apa kabar? saya Faisal, dapat nomor ini dari ibumu. Boleh kan minggu nanti kita bertemu?” bunyi pesan singkat itu.

“Aih, rupanya dia” gumamnya.

“Ada apa ya Bang? Penting banget ga?” balasnya singkat.

“Buat saya sih penting Nin, tapi kalau mengganggu, dihari lain pun tak apa” balasnya lagi.

“Hehehe, iya Bang, nanti Anin kabarin lagi ya” jawabnya singkat.

“Selamat malam Anin, jaga kesehatan ya, jaga diri baik-baik” balasnya penuh perhatian.

“Makasih,” jawaban singkat itu mengakhiri percakapan whatsapp malam ini.

Minggu berlalu menuju waktu yang dijanjikan, tepat hari itu Rio pergi menuju mimpinya di negeri jiran. Sejak dua hari lalu demam melanda Anin, dengan terpaksa tak bisa mengantarnya ke Bandara.Hanya ucapan selamat jalan melalui video call mengantarkan kepergian Rio.

“Baik-baik ya di Indonesia, mau kan nunggu aku kembali” ucap Rio dari balik layar.

“Kamu yakin mau ditunggu?” Anin mencoba meminta kepastian.

“Kalau kamu yakin mau menunggu? aku pastikan aku layak untuk ditunggu, tapi jika empat tahun terlalu lama, aku tak akan memaksa” ujarnya sambil tersenyum manis.

Pernyataan tersebut kembali membuat Anin dilemma, karena secara tersirat Rio seakan menggantungkan sebuah keputusan. Ah, Rio andai saja kamu meminta gadis itu untuk menunggu tanpa ada tetapi, sudah dipastikan dia akan setia selalu. Tetapi kalimat menggantung itu membuat hati Anin menjadi gundah. Butuh waktu untuk memastikan akankah keputusan untuk menunggu itu tepat atau harus rela melepaskan.

"Hai kenapa bengong? " Rio menyadarkannya dari seberang sana.

"Ehh, engga, hati-hati ya, menunggu atau melepaskan aku serahkan pada takdir yang nanti akan berjalan. Raih mimpimu, semoga sukses selalu ya." Anin memberikan senyum penuh arti sebelum terputusnya panggilan video tersebut.

Demam yang dirasakannya terasa semakin parah. Akhirnya dia memutuskan memesan transportasi online untuk bergegas ke rumah sakit yang kebetulan jaraknya paling dekat daripada faskes kesehatan lainnya. Hidup seorang diri menjadikannya harus sigap sebelum terjadi hal-hal yang lebih parah.

Setibanya di Rumah sakit, dengan lunglai Anin berjalan menunduk sambil mencari-cari benda pipih miliknya. Dia bermaksud menghubungi seorang sahabat wanitanya untuk meminta nya datang menemaninya. Tubuhnya sudah terasa semakin tak karuan, kepalanya mulai beekunang-kunang.

"Brukkk" tubuhnya hilang keseimbangan, tanpa sengaja menubruk tubuh seseorang di depan lobi rumah sakit.

"Maaf," Anin mencoba menyeimbangkan badan dan bergegas memunguti berkas-berkas yang tercecer karena ulahnya.

Belum selesai dia mengambil semua berkas itu, Tiba-tiba semua menjadi gelap. Dan ketika tersadar dia sudah berada diatas ranjang rumah sakit. Matanya mengerjap mendapati dirinya tergeletak dalam ruangan serba putih itu. Dalam samar dia menangkap sosok laki-laki tinggi tegap yang tengah berdiri membelakangi nya sambil masih memegang handphone.

"Pak dokter" Anin mengira lelaki itu dokter.

Lelaki itu berbalik dan segera menghampirinya. Wajah tampannya melempar senyum yang membuat lesung pipit sebelah kirinya kentara.

"Saya bukan dokter, nama saya Hadi orang yang kamu tabrak tadi," ujarnya sambil mendekat.

"Maaf Mas atas kejadian tadi, dan terimakasih sudah menolong saya," Anin merasa tidak enak.

"Kamu istirahat saja dulu disini kata dokter tubuh kamu sangat lemah. Saya harus pergi sekarang, biaya rumah sakit sudah saya bayar ya. Nama kamu siapa? " Tanyanya sambil mendekat, matanya menatap lekat wajah gadis itu.

"Anindita, tidak usah merepotkan Mas, Saya bawa uang kho buat bayar. Memang saya mau berobat disini." Tiba-tiba hatinya menghangat ketika kilasan tatap mereka bertemu.

"Tidak apa-apa, anggap saja kompensasi karena kamu pingsan setelah menabrak saya," ujarnya lagi tersenyum manis.

"Hmm, satu lagi apa kamu punya saudara kandung perempuan? " tanyanya sambil lekat menatap wajah gadis itu begitu intens dengan jarak yang semakin menipis.

Anindita seperti tersihir, dia hanya menjawab dengan gelengan kepala. Kemudian segera mengedarkan pandangan untuk menghindari kontak mata dengan lelaki itu.

"Oh, baiklah, wajahmu mengingatkan saya pada seseorang. hmm ok, Saya pergi dulu ya." Dengan sopan lelaki itu berpamitan kemudian bergegas meninggalkan ruangan diantar oleh tatapan gadis yang masih tertegun memikirkan pernyataan lelaki itu.

Flashback

Ketika Anindita sedang berusaha mengambil berkas yang tercecer, Tiba-tiba keseimbangannya hilang, terhuyung dan terhempas tak sadarkan diri. Beruntungnya lelaki tersebut berdiri didekatnya. Hingga akhirnya berhasil menangkap tubuh mungilnya.

"Rama, tolong bereskan berkas itu dan simpan ke mobil. Saya harus memastikan wanita ini tidak kenapa - kenapa. Sepertinya dia sedang demam tinggi." Ucapnya yang menyadari jika tubuh wanita yang kini di gendongnya begitu panas.

"Baik Pak Hadi, tapi jangan lama-lama, ingat meeting kita satu jam lagi," ucapnya.

Lelaki muda itu mengangguk, sambil terus berlalu meninggalkan lobi rumah sakit dan meminta petugas membawa tubuh wanita itu ke dalam ruang perawatan. Wajahnya terlihat iba melihat sosok mungil itu terbaring seorang diri.

"Citra, ah kenapa dia sangat mirip denganmu? ataukah mungkin dia saudara yang tak pernah kau perkenalkan padaku? " gumam lelaki itu pada dirinya sendiri sambil menatap lekat wajah manis Anindita yang masih belum sadarkan diri.

Kemudian dia meraih ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Rama, kamu pergi duluan saja dan siapkan berkas untuk meetingnnya. Dan tolong kirim satu supir untuk menjemput saya lagi disini. Oh iya, apa ada kabar dari perkembangan tentang dia?" Setelah menyimak jawaban beberapa saat Kemudian dia menutup teleponnya.

Flashback off.

Anindita masih terbaring dengan tatapan kosong mengantar punggung Hadi menghilang dibalik pintu. Segera dia menyandarkan diri pada ranjang rumah sakit, dan mengambil ponsel dalam tasnya untuk menghubungi seseorang.

"Rin, bisa ke RS Insani ga? Aku dirawat disini" (pesan whatsapp terkirim)

"Hah? Kenapa tiba-tiba sakit? Gegara ditinggal Rio? " (Rinda)

"Sok tauuu... Udah cepetan sini..." (Anin)

"Ok tunggu ya" (Rinda)

Akhirnya Rinda datang setelah dua jam Anin menunggunya. Omelan Anin menyambut kedatangan Rinda yang begitu telat. Hanya dibalas kekehan kecil oleh gadis tomboy itu. Kemudian dengan sigap gadis tomboy itu membantu sahabatnya tersebut keluar dari rumah sakit. Bergegas mereka menuju kontrakan Anin.

Happy Reading

Jangan lupa LIKE, KOMEN dan VOTE nya ya...

makasiiihhhhh

Episodes
1 Bab 1 - Selamat Jalan Ayah
2 Bab 2 - Menghilang
3 Bab 3 - Menyambung Hidup
4 Bab 4 - Mencari Pekerjaan
5 Bab 5 - Pekerjaan Baru
6 Bab 6 - Menjaga jarak
7 Bab 7 - Gundah
8 Bab 8 - Makan Malam
9 Bab 9 - Dokter Cantik
10 Bab 10 - Manager Baru
11 Bab 11 - Apakah Layak Untuk Ditunggu?
12 Bab 12 - Selesai
13 Bab 13 - Kampung Halaman
14 Bab 14 - Dilamar
15 Bab 15 - Menginap
16 Bab 16 - Permintaan Maaf
17 Bab 17 - Diterima
18 Bab 18 - Kembali Ke Kantor
19 Bab 19 - Meeting Dengan Klien
20 Bab 20 - Cokelat
21 Bab 21 - Nonton
22 Bab 22 - Customer Complain
23 Bab 23 - Teh Lemon Hangat
24 Bab 24 - Makan Malam
25 Bab 25 - Pindah Rumah
26 Bab 26 - Cemburu
27 Bab 27 - Video Call
28 Bab 28 - Kunjungan Tak Terduga
29 Bab 29 - Sierra
30 Bab 30 - Meluruskan Kesalah Fahaman
31 Bab 31 - Sosok Misterius
32 Bab 32 - Niat Jahat
33 Bab 33 - Salah Sasaran
34 Bab 34 - Pesta Pernikahan
35 Bab 35 - Kembalinya Murod
36 Bab 36 - Fardan Andra Dinata
37 Bab 37 - Memastikan
38 Bab 38 - Pencarian
39 Bab 39 - Bertemu Saingan
40 Bab 40 - Menentukan Tanggal Pernikahan
41 Bab 41 - Kebaya Pengantin
42 Bab 42 - Mengetahui Kebenaran
43 Bab 43 - Mengetahui Kebenaran 2
44 Bab 44 - Menuju Hari Pernikahan
45 Bab 45 - Hari Pernikahan (Session 1 Selesai)
46 Visual Versi Author
47 PTDC2 - Mandi
48 PTDC2 - Tidur
49 PTDC2 - Shubuh pertama
50 PTDC2 - Masa Lalu
51 PTDC2 - Dua Wanita
52 PTDC2 - Memberi Jalan
53 PTDC2 - Resepsi
54 PTDC 2 - Hamil
55 PTDC2 - Resign
56 PTDC2 - Takdir dan Cinta (End)
Episodes

Updated 56 Episodes

1
Bab 1 - Selamat Jalan Ayah
2
Bab 2 - Menghilang
3
Bab 3 - Menyambung Hidup
4
Bab 4 - Mencari Pekerjaan
5
Bab 5 - Pekerjaan Baru
6
Bab 6 - Menjaga jarak
7
Bab 7 - Gundah
8
Bab 8 - Makan Malam
9
Bab 9 - Dokter Cantik
10
Bab 10 - Manager Baru
11
Bab 11 - Apakah Layak Untuk Ditunggu?
12
Bab 12 - Selesai
13
Bab 13 - Kampung Halaman
14
Bab 14 - Dilamar
15
Bab 15 - Menginap
16
Bab 16 - Permintaan Maaf
17
Bab 17 - Diterima
18
Bab 18 - Kembali Ke Kantor
19
Bab 19 - Meeting Dengan Klien
20
Bab 20 - Cokelat
21
Bab 21 - Nonton
22
Bab 22 - Customer Complain
23
Bab 23 - Teh Lemon Hangat
24
Bab 24 - Makan Malam
25
Bab 25 - Pindah Rumah
26
Bab 26 - Cemburu
27
Bab 27 - Video Call
28
Bab 28 - Kunjungan Tak Terduga
29
Bab 29 - Sierra
30
Bab 30 - Meluruskan Kesalah Fahaman
31
Bab 31 - Sosok Misterius
32
Bab 32 - Niat Jahat
33
Bab 33 - Salah Sasaran
34
Bab 34 - Pesta Pernikahan
35
Bab 35 - Kembalinya Murod
36
Bab 36 - Fardan Andra Dinata
37
Bab 37 - Memastikan
38
Bab 38 - Pencarian
39
Bab 39 - Bertemu Saingan
40
Bab 40 - Menentukan Tanggal Pernikahan
41
Bab 41 - Kebaya Pengantin
42
Bab 42 - Mengetahui Kebenaran
43
Bab 43 - Mengetahui Kebenaran 2
44
Bab 44 - Menuju Hari Pernikahan
45
Bab 45 - Hari Pernikahan (Session 1 Selesai)
46
Visual Versi Author
47
PTDC2 - Mandi
48
PTDC2 - Tidur
49
PTDC2 - Shubuh pertama
50
PTDC2 - Masa Lalu
51
PTDC2 - Dua Wanita
52
PTDC2 - Memberi Jalan
53
PTDC2 - Resepsi
54
PTDC 2 - Hamil
55
PTDC2 - Resign
56
PTDC2 - Takdir dan Cinta (End)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!