Bu Windarti dengan seksama memperhatikan putranya yang sedari tadi mondar-mandir seperti setrikaan. Faisal terlihat begitu gelisah, sesekali duduk di ruang tengah, masuk ke kamar, pergi ke taman belakang sambil berulang kali melihat jam ditangannya.
"Fay, kamu ada masalah apa? Mamah perhatikan seperti gelisah akut? " sambil duduk di sofa seberang putranya yang kali ini tengah membolak-balikan majalah diruang tengah
"Gak apa-apa kho Mah,"begitu enteng jawabannya sambil menoleh.
"Haish, ya sudah kalau ga mau cerita, oh iya, kemarin mamah sudah ketemu sama ibunya Dewinta, cuma kata ibunya Dewi masih belum ada waktu untuk pertemuan keluarga, maklumlah dokter muda." Bu Windarti berhasil membuat putranya menarik nafas panjang.
"Sudahlah Mah, Fay juga bisa kho nyari jodoh sendiri, bukan zaman siti Nurbaya lagi Mah, mamah tinggal dukung doa saja semoga usaha Fay ga sia-sia." Faisal bergegas berdiri hendak meninggalkan ibunya.
"Okey, kalau begitu Mamah butuh bukti, kalo sebelum masa pertemuan keluarga, kamu sudah berhasil membawa calon mantu Mamah kesini, Mamah berjanji tidak akan memaksakan dengan pilihan Mamah lagi, tapi kalau tidak, kamu harus tetap menikahi Dewinta," tegas Bu Windarti.
"Oke," sambil berlalu menuju kamarnya di lantai atas. Sementara Bu Windarti hanya menggeleng-gelengkan kepala.
"Faisal, mamah cuma takut jika umur mamah tidak cukup untuk menimang cucu kalau kamu masih belum memutuskan dari sekarang," gumamnya sambil berlalu menuju taman belakang.
Sementara di dalam kamar, Faisal tak henti-hentinya memeriksa benda pipih yang sedari tadi tidak lepas dari genggaman tangannya, sampai akhirnya pesan balasan diterimanya.
"Oke Bang, Anin ada waktu, jam berapa mau kesini? " Anindita.
"Jam 7 malam ya, ketemu di restoran A," Faisal.
"Ok, sampai ketemu," Anindita.
***
Anindita sudah bersiap-siap mengenakan setelan kemeja santai dengan celana jeans dibawah lutut yang terkesan sopan. Rambutnya diikat ekor kuda menyisakan bulu-bulu halus mengitari dahinya. Polesan make up tipis membuat wajahnya terlihat fresh dan tidak kentara kalau beberapa hari lalu dia dilanda demam. Bergegas memesan transportasi online untuk menepati janjinya menemui Faisal.
Perjalanan dari kontrakannya cukup tersendat. Apalagi ini sabtu malam dimana muda-mudi sedang hilir mudik menghabiskan waktu di malam weekend ini. Akhirnya gadis itu sampai ditempat yang ditujunya meskipun terlambat hampir dua puluh menit. Bergegas dia memasuki halaman restoran. Sepatu kets membuat langkahnya begitu cepat dan ringan. Sesekali dia mengecheck ponselnya menunggu kabar dari seseorang. Tadi dia baru saja mengabari Rio kalau sore ini tidak bisa video call karena harus bertemu teman. Cuma pesan tersebut masih belum berubah menjadi centang biru.
"Anin, udah sampai? " suara yang familiar menyapanya.
"Eh, Bang Faisal, udah lama? maaf ya tadi Anin kena macet." Gadis itu tersenyum begitu manis.
"Gak apa-apa kho, ayo!" Ajak Faisal sambil mempersilahkan gadis yang ada disampingnya menuju tempat saung-saung lesehan.
"Bang Faisal tumben banget mau ketemu Anin? jadi khawatir ada apa-apa, ibu Anin baik-baik saja kan Bang?" Ujar gadis itu sambil menjejeri langkah panjang Faisal.
"Bu Wanti baik-baik saja kho, malah mungkin akan lebih baik lagi kalau kamu temenin dia, masih banyak kamar yang kosong di rumah Abang Nin." Ujar Faisal sambil menyeringai menggoda Anin.
"Haish, bahas itu lagi," tangan Anin menepuk lengan Faisal sambil cemberut.
"Emh segitunya, disini saja duduknya Nin," Faisal melepas alas kakinya dan segera duduk diikuti gadis berambut ikal itu.
Gadis itu bergegas duduk. Faisal menyodorkan menu makanan padanya, sementara dia pun membolak balikan buku menu.
"Mau pesen apa Nin?" tanyanya.
"Boleh bebas pesen nih Bang? Anin mau pesen yang banyak lho kalo ditawarin kek gini," kelakar gadis itu sambil terkekeh.
"Asal dihabisin saja gak apa, boleh pesen sepuasnya," senyum Faisal.
"Becanda Bang, perut Anin bukan karung goni lah," ujar gadis itu seraya mengedik santai sambil tersenyum.
Tak berapa lama mereka memanggil waitress untuk memesan makanan yang sudah mereka pilih masing-masing. Sesekali terlihat mereka tertawa ditengah obrolan sambil menunggu makanan datang. Kalau dilihat dari jauh, mereka sudah seperti dua sejoli yang tengah berkencan di malam minggu. Meski umur Faisal sudah menginjak kepala tiga tetapi dari tampangnya tidak jauh berbeda dengan Anindita yang notabene masih berumur kepala dua.
Akhirnya makanan mereka datang. Terlihat gadis itu sudah sibuk menyantap makanannya, sambil terus menelisik alasan Faisal ngajak ketemuan malam ini.
"Sebenernya ada apaan sih Bang? " Untuk kesekian kalinya dalam obrolan mereka, Anindita dengan lugas melemparkan pertanyaan tersebut.
"Ceh, pertanyaan ke sepuluh yang sama, sekali lagi bertanya nanti dapat hadiah istimewa," ujar Faisal dengan santai. Sebentar jeda sambil terlihat berpikir kemudian dia melanjutkan lagi kalimatnya.
"Kalau Abang bilang, mau ngajak kamu kencan, kamu percaya? " sambungnya dengan ekspresi serius yang seketika membuat gadis itu terbelalak tak percaya. Dia terbatuk-batuk karena terkaget dengan jawaban dari lelaki yang ada didepannya. Faisal segera menyodorkan air minum untuk Anin sambil tertawa melihat tingkah konyol gadis itu.
"Tuh kan, baru bilang mau ajak kencan udah tersedak, gimana kalau bilang Abang mau ngelamar kamu," ujarnya sambil tertawa.
"Iiih, makin ngelantur jawabannya," gadis itu mencebik gemas mendengar jawaban yang seperti asal-asalan terlontar dari pemuda yang ada di depannya. Sama sekali tak terpikir kalau sebenarnya pernyataan itu merupakan pengakuan yang jujur dari seorang Faisal.
Pemuda itu hanya terkekeh, tak mungkin baginya untuk menyatakan perasaannya secara langsung pada gadis di depannya itu. Mengingat ini baru langkah pendekatan pertama setelah perubahan sikapnya sebelum kepergian Anindita untuk mengontrak, bersyukur kecuekan gadis itu membuat pertemuan pertama ini menjadi tidak canggung. Lagipula masih ada seseorang yang pastinya masih selalu ditunggu oleh gadis itu. Seseorang yang merupakan rivalnya dalam diam. Faisal sudah bertekad untuk merebut hati Anindita dari Mario. Pemuda yang saat ini sedang ditunggu balasan chatnya oleh gadis itu.
Trrrrtt trrrttt
Ponsel Anindita berbunyi, seketika nama Rio muncul pada layar panggilan video. Anindita bergegas menekan tombol hijau dan mengarahkan kamera itu ke wajahnya.
"Haiii," seseorang terdengar menyapanya.
"Haiii Rio!" dengan sumringah nya Anindita mengangkat panggilan video dari seseorang yang ditunggu nya. Tanpa dia sadari tatapan mata tidak suka sudah begitu menyala dari pemuda yang duduk didepannya.
***
JANGAN LUPA LIKE, COMENT & VOTE NYA YA GAESSS... Author mengucapkan terimakasih karena sudah mampir di cerita ini 😇😇😇
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
___
hai kak, aku mampir nih bawa boom like8+rate5, mampir juga yu ke karya pertama novel ku judul nya "aku dan CEO tampanku " ditunggu ya kehadiran nya...
semangat👍
2020-09-18
1