Ayesha menuju mobilnya Diva dan langsung masuk ke mobilnya. Di dalam sudah ada Nara dan juga Alika.
Sesuai kesepakatan memang selalu begitu, setiap hari Senin dan Sabtu mereka pergi ke sekolah bersamaan dengan satu mobil. Sekarang gilirannya Diva, sabtu mungkin Ayesha, Senin depannya Nara atau Alika begitu seterusnya.
"Anjayyy, Echa masuk sekolah baruu," goda Alika setibanya Ayesha di mobil. "Gue harap gue betah aja deh, kalau gak betah ya kali gue pindah sekolah lagii."
"Kata gue mah pasti betah, yakin gue nih. Lagian kan ada gue, Dipa sama Ciaa, dijamin betah," jawab Nara bersemangat. "Ceileehhh, gaya lo, Naa."
"Tapi jujurly gue khawatir nih sumpah," sahut Diva menggantung perkataannya. "Khawatir kenapa pulaa??"
"Masalah kemarin? Yang lo gak sengaja nabrak ituu?" tanya Alika. Diva mengangguk, "Iya ituu. Takut ajaa cokk."
"Gue yang jotos malah biasa aja. Calm down mamen! Ada bunda Echa di sinii," sahut Nara tersenyum lebar. "Lah? Gue jugaa. Gue masih muda nyett, gak cocok di panggil bundaa."
"Muda nyalinya. Kita udah sampeee," ujar Diva menyadarkan temannya. "Cepat amat busett?"
"Dipsi kalau naik mobil kagak bisa pelan, Chaa. Mentang-mentang punya SIM hasil nembak," sahut Nara blak-blakan. "Diem tohh, mak. Jangan di bilang hasil nembakk." Nara cengengesan.
"Btw, tenang aja, Na, Dip. Kita gak bakal kenapa-napa kok, santai bee," kata Ayesha menenangkan. 'Yeeu, kagak tau aje lo yang kemaren siapa, Chaa. Kagak bisa tenang ini gue,' batin Diva ketar-ketir.
Diva menghela nafas panjang. "Yaudahlah, ayok." Mereka berempat pun turun, terlihat seperti anak kembar yang berasal dari pabrik yang sama.
"Cakep jugaa sekolahnyaa. Salah satu dari korang, anterin gue ke ruangan kepsek dongg," pinta Ayesha lembut. "Ya ayok barengan ajaa semuaa."
"Gue minta salah satu malah mau semua kalian, jadi sayaangg dehh." Mereka menatap julid komuk Ayesha barusan, "Agak laen."
"Kepentok pintu mobil atau abis kerasukan ni anak?" tanya Nara bingung. "Yang iyanya abis di ruqiyah."
"Kamprett lo padaa!"
"Awokawok. Jadi kagak ke ruang kepseknya? Adu bacot muluu gue liatt," kata Alika gak sabar. "Jadi dongg. Ayokk," ajak Nara, mereka pun melangkahkan kaki bersamaan menuju ruangan kepsek.
Mereka berjalan dengan santai, tapi lain halnya dengan Diva. Mukanya terlihat sedikit panik dan tidak tenang. "Lo kenapa deh, Dip? Tenang aja tenang, santai."
"Maunya gitu, tapi gak bisaa."
"Memang siapa sih cowok yang semalam?" tanya Ayesha penasaran. "Semacam salah satu anggota rombongan geng gitu di SMA. Mereka itu, ada tujuh ntah delapan orang. Empat di antaranya ada di kelas gue, Nana, sama Dipsi," jelas Alika.
"Jahat gitu?"
"Di bilang jahat enggak, baik juga enggak. Yang penting jangan nyenggol duluan sama merekaa," sahut Nara. Ayesha berohria. "Pantesan pucet muka ibukni. Tenang be, Dipp."
"Hadehh, kagak bisa. Tetep gak tenang gue, soalnya yang mulai gue. Gue ga—"
"Udah sampe, Cha," kata Alika memotong perkataan Diva. Ayesha mendekati Diva, menepuk pundaknya. "Jangan nyalahin diri lo sendiri. Bukan salah lo, lo juga gak sengaja nabrak dan lo udah minta maaf. Udah, gak usah dipikirin. Ada mak Nana yang siap berantem."
"Siiipp, gue juga tumbalnyaa," Ayesha nyengir. "Kalian nunggu atau duluan ini? Kalau mau duluan, duluan aja gak masalah."
"Duluan aja deh, nanti itungan telat pula gara-gara kelamaan nunggu lo." Ayesha mengangguk, "Yaudah tiatii. Kalau ada apa-apa, call gue!!" ujar Ayesha, mereka mengacungkan jempol lalu pergi. Ayesha pun masuk ke ruangan kepala sekolah sendirian.
Diva, Alika dan Nara itu satu kelas. Kini mereka berjalan bersama menuju kelas. "Dip, muka lo kusut banget serius. Tenang dongg tenang! Kan gue yang ngejotos," kata Nara gregetan.
"Iya tapi gara-gara gue, Naaa."
"Yaelah, Dip, gak perlu gak enakan gitu kali. Woles aja woles, kan ada gue, Nara, sama satu lagi ada si Echa sekarang. You knowlah Echa gimana, gak bakal diem aja dia kalau kita di apa-apain. Lagian, Bryant kan susah inget muka orang," sahut Alika. Diva menghela nafas lagi.
Mereka pun terus berjalan sampai tiba di kelas. Tepat beberapa menit kemudian bel sekolah berbunyi, tanda pelajaran akan segera dimulai. Pak Erik, selaku wali kelas XI IPS 4 masuk bersamaan dengan seorang siswi baru.
"Silakan, perkenalkan diri kamu," suruh Pak Erik.
"Halo semua. Gue Ayesha Fianabelle, kalian bisa panggil gue Yesha atau panggil apapun terserah," ujar Ayesha terkesan tak ikhlas.
"Panggil sayang boleh?"
"Arsyad, kamu ini. Pantang liat cewek cantik yaa?" tegur Pak Erik meledek. "Ya siapa tau dia mau, pak?" Erik menggelengkan kepalanya.
"Sudah. Kamu bisa duduk di samping Bryant," titah Pak Erik. Bryant yang sedang main game tembak-tembakan dan mabar bersama Branden dan Khansa tidak mendengarkan sama sekali.
For you information, Bryant, Khansa, Branden, dan Frans satu kelas di XI IPS 4. Sedangkan Naufal tidak bergabung dengan mereka, dia berada di kelas XI IPS 2.
Mereka semua adalah berandalan yang berprestasi, mereka tau mana yang perlu di jotos dan mana yang tidak, mereka hanya menjotos orang yang suka cari masalah. Contohnya berandalan lain di dalam sekolah itu. Para berandalan yang bisanya menindas kaum serba kekurangan.
Bryant dan temannya biasanya sering ikut turnamen, turnamen apapun itu. Termasuk turnamen game. Yaa intinya mereka pandai memanfaatkan yang bisa dimanfaatkan.
"Bryant! Branden! Khansa!! Saya sudah di kelas kenapa kamu masih main game?!" tanya Pak Erik kesal. Inilah mengapa kepala sekolah menyuruh guru pria menjadi wali kelas di XI IPS 4, karena kebanyakan murid laki-laki dari pada murid perempuan.
"Bryant Narendra!" teriak Pak Erik sambil menjewer telinga Bryant. "Aduhh... paakkk!!"
Ayesha yang kebetulan sudah duduk di samping Bryant menggelengkan kepala. Meja mereka itu berada di tengah, tidak terlalu di depan tidak terlalu di belakang.
Selisih dua meja di sebelah kanannya, ada Nara dan Alika yang duduk bersamaan. Dan selisih dua meja sebelah kiri Ayesha, ada Diva yang duduk dengan Branden. Selebihnya Ayesha belum kenal.
"Pak ampun, pak, sakit ini telinga saya! Saya laporkan kasus KDK ya bapak!" ancam Bryant. "KDK apa, Ryan?!"
"Kekerasan dalam kelas."
"Ngaco bangett. Hukuman buat kamu, lari lapangan lima puluh kali sekarang!" perintah Pak Erik tegas. "Sendiri, pak?"
"Waduh,jangan gila gitu dong, pak. Lapangan kan gede ituu, masa iya lima puluh kali? Khansa sama Branden gak di suruh juga, pak?" Kedua siswa yang merupakan temannya menatap tajam, "Kagak usah ngajak lo!"
"Ya biar adill."
"Kamu dalangnya ya, Ryan. Udah gak usah banyak alasan, mau lari atau saya sita ponsel kamu sekarang?" tawar Pak Erik. "Gak ada pilihan lain, pak?"
"Ada. Traktirin teman sekelas kamu makan selama seminggu," jawab Pak Erik tanpa pikir panjang. "Ya Allah si bapak mah. Masa hukuman saya ngasih mereka makan, gak ada korelasinya, pakk. Tapi gak masalah deh, saya ambil hukuman yang terakhir ya, pak."
"Oke di mulai hari ini traktirannya."
"Alhamdulillah! Makan gratis seminggu!!" sorak teman-temannya senang. "Semoga berkah ya anak-anak. Oh iya, Panji, kalau dia tidak menjalankan tugasnya, lapor ke saya."
"Oke siap, pak!" Pak Erik melepas jeweran Bryant dan kembali ke meja guru. Telinga Bryant memerah akibat jeweran Pak Erik.
Bryant mengusap usap telinganya sembari menoleh ke samping, betapa terkejutnya Bryant saat melihat Ayesha duduk di sana. "Astaghfirullahalazim.. Eh, lo?!"
'Anjirrr, cokkk? Aduh kasian si Echaa,' batin Alika.
'Ini apa responnya si Echa ya?' tanya Nara sedikit panik.
'Duh, kan, udah gue duga Bryant pasti kenal sama Echa. Bola mata Echa ada ciri khasnya,' pikir Diva dalam hati.
Ayesha sendiri melihat sekilas ke arah Bryant, setelah itu tidak memperdulikannya lagi.
"Pak, bentar, ini dia salah kelas apa gimana, pak? Nyasar kahh?" tanya Bryant sebelum pelajaran di mulai.
"Tidak, dia siswi baru pindahan." Bryant sedikit terkejut mendengarnya namun berusaha biasa aja agar tidak membuat heboh yang lain.
"Baiklah. Mari kita mulai pelajaran sekarang."
...●●...
Jam istirahat pertama telah tiba, rombongan sirkus —Bryant, dan kawan-kawannya— sudah berada di kantin tempat biasa mereka makan. Dari posisinya, ia terus memperhatikan Ayesha yang tertawa ria bersama dengan temannya yang lain.
'Perasaan gue tadi di kelas cuek banget, kenapa sama temannya beda ya?' tanya Bryant dalam hati.
"Bryant? Woi, Ryan!!" panggil Branden ngegas. Bryant tersadar dari lamunannya. "Eh? Apaan?"
"Lo budek banget, setan!" Bryant nyengir, "Maaf maaf, gue pesennya samain ajaa." Branden pun pergi memesan makanan.
"Lihatin apaan lo daritadi?" tanya Khansa kepo. Tidak mendapatkan jawaban, Khansa mengikuti pandangan Bryant sebelumnya. "Siswi baru yang tadi? Lo demen?"
"Ngaco anjayy."
"Eh, tunggu, gue heran nih, kok lo bisa kenal itu orang?" tanya Frans ikutan kepo. "Itu yang gue ceritain kemaren, lihatin aja ciri-cirinya."
"Ohh, jadi yang ngejotos lo si Nara, yang nabrak lo si Diva? Yang misahin Alika? Gitu? Kenapa lo kagak kenal mereka Bryant Narendraaaa?" tanya Frans gemas. "Kagak tau juga gue, susah ingetnya."
"Terus kenapa lo bisa ingat itu cewek yang siswu baru?" tanya Branden sudah selesai memesan. "Matanya coklat, ada ciri khasnya sendiri. Jadi gue inget," jawab Bryant.
"Oalaaahh..."
"Lagian lo tu sakit apaan dah? Aneh, masa iya gak bisa ingat muka orang lain selain kita?" sahut Khansa. "Tau dah, gue juga bingung kenapa jadi gini. Nyokap gue bilang ini bukan bawaan lahir, bukan penyakit juga btw."
"Biarin aja dah, skip. Yang penting gak lupain kita aja dah gak masalah tuu," kata Frans menengah. "Pinter, Frans!"
"Woiit!" Mereka berempat serentak menoleh. 'Bos besar' mereka datang bersama dua temannya yang lain. "Anjayy, welcome back, bos besarr!"
"Hahaha. Thank you, thank you." Mereka bertosria ala-ala pria gentle. "Pesan makanlah, bang. Makanan hari ini di traktir Bryant, makan aja sepuasnya," kata Naufal dengan senyuman.
"Lo nambah beban otak gue ya, Nopalll?!" Naufal tersenyum menampakkan deretan giginya, "Berbagi itu indah, Ryann."
"Bacottt!"
"Dah udah, gak usah ribut. Gue yang traktir nanti. Gue denger ada siswi baru di kelas kalian, mana orangnya?" tanya Danial sambil membuka botol minuman.
"Itu."
Danial yang tadinya sedang meneguk air malah tersedak karena terkejut. Seketika ia berdiri dari kursinya lalu menghampiri arah yang di tunjuk Bryant.
"Adek, lo ngapain?"
"Adekk??" beo siswa-siswi yang mendengar. Bryant beserta temannya ikut terkejut, namun mereka masih diam.
"Bang kudanil ngapain di sini?" tanya Ayesha linglung. Alika, Diva dan Nara yang berada di sana pun ikutan kebingungan. "Ini... siapa lo, Chaa?" tanya Diva.
"Ini abang gue coy, Bang Danial."
"Hahh? Abang??!"
"Jadii... Bang Danial yang sering lo ceritain ke kita itu Bang Febri?" tanya Nara terkejut.
Yaa, meskipun mereka sudah berteman lama, mereka belum pernah melihat Danial. Danial itu pria yang sibuk ngurusin kerjaan, jadi mereka hanya tau wajah papa-mamanya Ayesha.
"Gimanaa?" tanya Ayesha bingung. Detik berikutnya Ayesha baru tersadar, di tengah nama abangnya ada nama Febrian. "Iyaa dia, emang kenapa?"
"Wahh... Anjirr..."
"Ini lo ngapain di sini, dekk?" tanya Danial lagi. "Numpang makan! Ya gue sekolah di sini, bangg."
"Jadi lo sekolah di sini?" Ayesha mengangguk. "Emang kenapa? Lo ngapain di sini?" tanya Ayesha gantian.
"Gue sekolah di sini juga egee, liat nih seragam guee," jawab Danial gak nyantai. "Oooh.. lah kok? Kok kita satu sekolah malah gak tau?!"
"Nah ituuu! Mama papa gak ada bilang ke gue kalau lo sekolah di sini jugaa." Ayesha menggaruk jidatnya, "Gak tau dah gue bingung. Sana pergi, hushh. Jadi pusat perhatian gue gara-gara lo."
"Sangat tidak sopan ya kamu ini, ngusir abangnya sembarangan!" dumel Danial. "Lagian lo—" mulut Ayesha langsung ditutup tangan Danial.
Ayesha memberontak, ia menggigit telapak tangan Danial. "Aduhh, Fiaaaa...." Danial menjauhkan tangannya dan merengek kesakitan. "Mau bunuh gue kan lo? Gue bilang papa lo, bang, ntar liat aja."
"Eh kamprett, lo yang gigit tangan gue ya. Ya walaupun gue duluan yang mulai. Yaudah gini aja, lo mau beli apaan? Gue bayarin," bujuk Danial. "Gak mood lagi gue."
"Jangan ngelunjakk. Woii, sinii! Duduk di sini aja," teriak Danial pada ke tujuh temannya. Bryant, Branden, Khansa, Naufal, Frans, dan dua sisanya teman sekelas Danial, Ikhsan dan Revin, datang menghampiri.
"Ngapain lo panggil temen lo ke sinii, abaanggg? Goblokk banget abang gue, gak liat noh rame yang ngelihatt, gue risihhhh," keluh Ayesha berbisik. "Udah diem lo."
"Dip, Naa, Ciii. Cabut yok, anti gue. Ini banyak banget cowoknya anjirr," ajak Ayesha. "Gak ada cabut cabut, diem di situ, ntar gue beliin apapun yang lo mau."
"Apapun ya? Janjii?" Danial berdehem. "Oke, deal!"
"Disogok begituan baru anteng ya, Cha?"
..._______________...
...Revisi, Maret 2023...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Sandisalbiah
seneng sih.. abang ama adek bisa kompak, akur gini... ya.. walau pun brisik dan banyak dwbat tp teyep saling sayang dan peduli.. dan bamg Danil itu gak jaim nunjukin adiknya ke temen² nya..
2023-09-08
0
Fitriani
masa2 sekolah memang menyenangkan 😊
2021-03-14
0
Kanjeng Netizzen
kekocakan yg hakiki
2020-12-17
0