My Geeky Secretary
Rania berlari menyeberangi jalan raya yang padat akan kendaraan pagi itu. Dia menerobos jalanan tanpa pikir panjang.
Alhasil, ada satu mobil yang dibuat berhenti mendadak karena ulah gadis berambut panjang dengan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya.
Dia terus berlari menyeberang jalan menuju gedung pencakar langit Irawan Group tanpa memedulikan makian dari sang sopir mobil tadi.
Berpacu dengan waktu, nafas gadis itu terengah seiring dengan langkah kaki yang dipercepat dan tanpa menghentikan langkah, gadis itu melirik jam tangannya.
"Astaga, Rania, tiga menit lagi wawancara kerjamu akan dimulai," desis si gadis pada dirinya sendiri.
Rania pun semakin mempercepat langkah kaki yang kini telah menapaki halaman kantor. Hingga pada saat dia berbelok tiba-tiba…
Bruk.
Rania tak sengaja menabrak seorang pria dan membuat kopi yang dibawa pria itu mengotori jas mahalnya.
"Hai," seru pria yang ditabrak Rania dengan nada kesal.
Lebih kesal lagi karena Rania terus berlari tanpa meminta maaf apalagi bertanggung jawab membersihkan jas yang kotor.
Setelah sempat bertanya pada salah satu karyawan kantor, akhirnya Rania berhasil berada di depan pintu ruangan yang menjadi tempat wawancara para pelamar kerja.
Di luar pintu ada beberapa pelamar yang duduk dengan menggunakan setelan pakaian rapi sambil memasang wajah tenang dan percaya diri. Namun, begitu Rania datang, mereka melirik dengan sorot mencemooh.
Seolah Rania adalah pesaing yang mudah untuk mereka singkirkan dalam mendapatkan posisi kerja.
Rania tak peduli akan lirikan tajam yang didapatkannya. Dia lebih memilih menarik nafas panjang untuk menenangkan diri.
Baru satu detik Rania duduk, pintu ruang interview terbuka menampilkan sosok perempuan bergaya modis. Sesaat perempuan itu melihat kertas berisi daftar nama pelamar kerja lalu berkata, "Adakah di sini yang bernama Rania Anindita?"
“Saya.”
Rania mengacungkan tangan dengan dada yang masih naik turun akibat kelelahan berlari. Lutut Rania terasa lemas dan jangan lupakan peluh sebesar biji jagung mengalir di kening yang belum sempat disekanya.
Kemudian, Rania masuk ke dalam ruangan dan duduk di kursi menghadap ke seorang wanita dengan name tag karyawan bertuliskan Siska.
Siska yang bekerja sebagai HRD itu meneliti penampilan Rania dari atas hingga ke bawah. Lalu menyunggingkan seringai mencemooh, berdecak dan menggelengkan kepala pelan.
Dilihat dari segi penampilan, Siska sudah meyakini Rania tak memenuhi salah satu persyaratan yaitu, berpenampilan menarik.
Ya, bagaimana tidak? Rania hanya memakai kemeja dan rok span sederhana dengan rambut panjang terurai berantakan serta jangan lupakan wajah tanpa polesan make up, ditambah kacamata tebal yang menambah kesan culun pada Rania.
"Jadi, apa Anda memiliki pengalaman kerja sebelumnya?" Siska bertanya.
Sejenak Rania membenarkan kacamatanya yang melorot dan tersenyum memperlihatkan deretan gigi dengan behel yang terpasang rapi.
"Belum."
Siska menghela nafas kasar, menatap jengah pada dokumen yang berisikan data diri calon karyawan Irawan Group.
Brak.
Baik Rania dan Siska terlonjak kaget karena pintu di ruangan tersebut terbuka lebar dan tampak seorang pria berdiri melayangkan tatapan tajam pada mereka.
Manik mata Rania membola saat mengenali sosok pria itu yang tak lain dan tak bukan adalah pria yang tadi dia tabrak. Meski sudah mengganti jas yang kotor, tapi Rania tetap bisa mengenali pria itu.
Seketika Rania berdiri dan berkacak pinggang menantang si pria yang telah berani mengganggu sesi wawancara kerjanya.
"Hai, mau apa kau?" sentak Rania pada pria itu.
Siska melirik Rania dan si pria secara bergantian. Dia juga ikut berdiri dan hendak membuka mulut untuk berbicara.
Namun, pria itu memberikan kode agar Siska diam. Siska pun menurut, menutup bibirnya lalu menelan saliva dengan susah payah.
"Apa kau juga ingin melamar di perusahaan ini. Kalau iya, bisakah Anda antre di luar?" kata Rania berlagak sombong.
Dengan langkah santai, pria itu berjalan menghampiri Rania dan duduk di kursi yang tadi ditempati oleh Siska.
"Hai, kenapa kamu duduk di situ? Enak sekali, berlagak seperti bos saja," ucap Rani sinis.
Pria itu tak peduli akan perkataan Rania. Dia menumpu satu kakinya ke atas lutut dan menyambar dokumen data diri Rania yang tergeletak di atas meja.
Melihat sesi wawancara kerjanya yang terganggu akibat ulang pria itu, Rania pun menarik nafas mencoba bersabar.
"Tuan, saya minta maaf sudah menabrak dan membuat kopi Anda tumpah. Tapi saya mohon, jangan mengganggu sesi wawancara kerja saya. Hidup mati saya dipertaruhkan di sini. Saya sudah lelah mencari pekerjaan ke sana kemari."
Rania mengatupkan kedua tangan di depan dada dan memasang wajah memelas. Dia terus mengoceh agar pria itu keluar dari ruangan.
Pria itu mendongak dari dokumen yang sedang dia baca saat mendengar Rania berhenti bicara. Lalu menatap Rania begitu dingin dan menusuk.
"Sudah selesai bicaranya?"
Rania mengangguk.
"Apa kamu tahu siapa CEO di perusahaan yang sedang kamu lamar?"
“Tuan Aiden Abimanyu,” jawab Rania.
“Kamu pernah melihat orangnya?”
Rania menggelengkan kepala.
Pria itu mendengus, mencemooh Rania dan bergumam, "Sudah aku duga."
Kemudian pria itu mengambil sebuah majalah bisnis yang tergeletak di atas meja bersama tumpukan sebuah berkas. Kemudian menyodorkan majalah yang langsung diterima oleh Rania.
Di sampul majalah itu, terpampang foto pria dengan rambut tersisir rapi, hidung mancung, dagu runcing serta manik mata hitam menyorot tajam. Tubuh tegap yang terbalut setelan jas abu-abu itu menambah kesan tampan dan tegas.
Rania membaca headline dari majalah tersebut.
...Aiden Abimanyu dinobatkan sebagai pengusaha paling sukses tahun ini....
“Wow, hebat sekali calon bos besarku,” gumam Rania.
Detik berikutnya Rania menyadari ada satu hal yang terasa mengganjal. Dia melempar pandangan pada pria yang duduk di hadapannya, lalu kembali menunduk menatap sampul majalah.
“Tunggu. Kenapa wajahmu mirip dengan Tuan Aiden ya?” ucap Rania pada si pria.
Berulang kali Rania melirik pria itu dan sampul majalah secara bergantian. Kemudian mulut Rania terbuka lebar saat menyadari jika pria yang di hadapannya adalah Aiden Abimanyu.
Tak salah lagi. Sebab wajah pria itu sama persis dengan foto Aiden yang ada di sampul majalah.
Siska yang sejak tadi menonton, memberanikan diri untuk maju satu langkah dan berkata, “Rania, inilah Tuan Aiden Abimanyu, CEO Irawan Group.”
Deg.
Seketika tubuh Rania lemas dan majalah di tangannya jatuh ke lantai. Rania tercengang dengan manik mata melotot saking terkejutnya mendengar penjelasan Siska.
Matilah kau, Rania.
Rania tertawa kaku, menggigit bibir bawah dan meremas ujung pakiaan untuk sedikit meredakan tubuhnya yang gemetaran.
Gadis itu tertunduk lesu. Sudah dapat dipastikan dia akan tolak bekerja di Irawan Group setelah apa yang dia perbuat tadi.
Sedangkan Aiden yang melihat wajah frustrasi Rania, hanya bisa menarik salah satu ujung bibirnya.
"Kau yakin ingin bekerja di sini?" Aiden bertanya sambil menatap lekat wajah Rania.
"S-saya yakin dan siap, Tuan. Saya sudah ditolak bekerja sebanyak dua puluh sembilan kali dan kalau ini gagal berarti sudah ada tiga puluh perusahaan menolak saya."
Rania terisak mengingat betapa sialnya dia dalam hal karier. Namun, isakan Rania tak memberi efek apa pun pada Aiden.
Bahkan pria itu semakin menilai Rania sebagai wanita yang lemah.
Aiden berdecak sambil membanting berkas data diri Rania ke meja. Dia berdiri beranjak dari duduk lalu berjalan hendak meninggalkan ruangan.
Melihat Aiden yang berjalan meninggalkannya tanpa sepatah kata apapun, membuat Rania yakin jika dirinya ditolak.
Akan tetapi, mendadak Aiden menghentikan langkah dan berbalik.
"Kenapa kamu diam saja? Kamu ingin bekerja atau tidak?" gertak Aiden pada Rania yang menggarukan kepala bingung.
"Saya diterima bekerja di Irawan Group, Tuan?" Rania balik bertanya untuk memastikan.
"Ya. Kamu akan bekerja sebagai sekretarisku."
Seketika Rania mengorek kedua lubang telinganya menggunakan jari kelingking. Takut jika dia salah dengar.
"Tapi, Tuan Aiden."
Siska maju satu langkah memberanikan diri untuk buka suara. Pasalnya Siska kurang setuju mengingat Rania tidak memenuhi kualifikasi sebagai seorang sekretaris.
Namun, suara Siska seakan tersangkut di tenggorokan ketika Aiden menatap tajam dirinya. Dia tak mampu bersuara jika sang bos besar menatapnya begitu.
"Ikut aku! Hari ini juga kamu akan mulai bekerja."
Aiden langsung melangkah keluar tanpa menunggu Rania yang masih terpaku di tempat.
"Yes!"
Rania bersorak sambil mengapalkan kedua tangan. Lalu meraih tasnya dan berjalan dengan langkah penuh semangat.
Setelah sekian lama dia menjadi pengangguran, akhirnya dia dapat merasakan seperti apa itu dunia kerja.
Rania mengekori Aiden hingga mereka sampai di sebuah pintu.
Sejenak Aiden melirik Rania yang kini berdiri di sampingnya.
"Ini tugas pertamamu sebagai sekretaris. Mau tidak mau kamu harus siap.”
Rania mengangguk dan berkata dengan tegas, "Baik, Bos. Aku siap."
Kemudian, satu tangan Aiden mendorong pintu itu hingga terbuka lebar dan Rania pun tercengang dengan pemandangan yang ada di depannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Uthie
Nemu genre cerita yg ku suka 👍🤗
2023-09-26
0
Novianti Ratnasari
mampir kak
2022-12-09
1
𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓
kak, aku mampir...
jangan lupa mampir juga karya aku makasih
2022-12-06
0