20 Bertemu Ajeng

"Mom, cepat sedikit! Aku malu ada di sini," desis Aiden penuh amarah sambil manik matanya yang menelisik ke sekeliling.

Saat ini Aiden tengah menemani Kirana berbelanja di sebuah toko pakaian dalam. Aiden hanya bisa menunduk mengiris malu.

Awalnya, Kirana hanya meminta Aiden menemaninya jalan-jalan ke mall. Tapi begitu melihat gerai pakaian dalam, Kirana berinisiatif membeli lingerie baru untuk menyenangkan hati suaminya yang bernama Raka.

"Perasaan Mommy sudah beli lingerie minggu lalu."

Kirana menghela nafas, "Semuanya sudah rusak, dirobek oleh Daddy mu."

Aiden berdecak kesal. Dia mengamati sejumlah wanita yang meliriknya dan terkekeh malu-malu. 

Pasti para wanita itu sedang membicarakan aku. Batin Aiden mendengus kesal.

Kemudian Aiden berniat untuk menunggu Kirana di luar toko. Namun, baru dua langkah dia beranjak, tiba-tiba seorang wanita paruh baya menabraknya. Membuat wanita itu mengaduh dan perhatian Kirana pun teralihkan.

Kirana mendekat untuk bisa melihat wajah wanita yang menabrak Aiden.

"Maaf, saya tidak sengaja," ucap wanita itu.

"Ajeng?" pekik Kirana tak percaya.

Begitu pula Ajeng sontak membelalakan mata, sama tidak percaya dengan sosok yang berdiri di depannya.

"Kirana? Wah kebetulan sekali kita bertemu di sini. Apa kabar?"

Aiden menghela nafas panjang dan memutar bola mata malas kala melihat Ajeng dan Kirana yang saling ber cipika-cipiki ala ibu-ibu muda setiap kali bertemu.

"Aku baik. Aku sedang ditemani Aiden," Kirana melirik putra sulungnya yang sejak tadi menekuk wajah. "Kamu sendiri datang sama siapa?"

Mendadak senyum yang mengembang di bibir Ajeng perlahan memudar. Dia melirik Kirana dan Aiden secara bergantian.

Melihat perubahan ekspresi pada Ajeng, membuat Kirana mengetahui ada sesuatu yang mengganjal di hati teman lamanya itu.

Lantas Kirana mengusap punggung Ajeng dan bertanya, "Ada apa, Jeng?"

"Begini, Kirana. Sudah beberapa hari ini aku mendapati Rania selalu pulang malam," Ajeng mengusap tengkuknya dan tersenyum kecut. "Aku hanya ingin tanya apakah di kantor Rania selalu mendapat tugas lembur?"

Kirana melirik pada Aiden dan berkata dengan nada penuh selidik. "Son, kamu tidak memberikan tugas yang berlebihan pada Rania kan?"

"Rania itu sekretarisku. Jadi aku bebas mau memberikan tugas apapun padanya," sahut Aiden super santai.

Tak mau melihat Aiden yang disalahkan, Ajeng buru-buru meluruskan maksud ucapannya.

"Kirana, aku tidak masalah Rania mendapat tugas lembur. Aku hanya mempermasalahkan Rania yang selalu pulang larut malam. Aku sebagai ibu sering khawatir dan berpikir yang tidak-tidak. Takut Rania terbawa pergaulan bebas," terang Ajeng.

Sementara Aiden mengerutkan kening mendengar penuturan Ajeng yang mengatakan bahwa Rania selalu pulang larut malam. Padahal selama ini Aiden mengawasi Rania, gadis itu selalu keluar dari kantor di setiap jam pulang kantor.

Kalau Rania selalu sampai ke rumah tengah malam, lantas ke mana Rania pergi?

Detik berikutnya, tanpa disadari oleh Kirana maupun Ajeng, Aiden langsung mengepalkan tangan dan mengetatkan rahang begitu terlintas satu nama pria yang beberapa hari ini selalu menjemput Rania.

Carlos. 

*

*

*

Ketakutan terbesar Rania adalah berdiri di depan umum dan menjadi pusat perhatian. Keringat dingin pasti akan muncul di kening, gugup melanda dan membuat dia berbicara terbata-bata.

Seperti itulah yang terjadi saat sekarang.

Rania berdiri mempresentasikan ide proyek di hadapan Aiden dan para dewan direksi lainnya.

Meski saat ini demam panggung Rania tengah menguasai tubuhnya, namun, Rania berusaha untuk tenang. Terlihat beberapa kali wanita berambut lurus sebahu itu menarik nafas panjang dan menghembuskannya melalui mulut.

Sedangkan Aiden yang duduk di kursinya, menatap tajam Rania, dan menyeringai senyum tipis. 

Tak menyangka Rania yang selama ini selalu dipandang sebelah mata, ternyata memiliki ide yang sangat inovatif dan peka terhadap peluang bisnis masa kini.

Tepuk tangan menggema di penjuru ruangan kala Rania mengakhiri presentasi.

"Selamat, Rania. You did well," kata Abe saat berjabat tangan dengan Rania

"Terima kasih, Abc. Ini juga berkat bantuan darimu. Oh, bagaimana sebagai gantinya aku traktir makan siang?"

"Tidak bisa."

Mendadak Aiden menyela. Rania dan Abe pun serempak menoleh pada Aiden yang telah berdiri dengan tatapan tajam menghunus seperti biasa.

Tangan Aiden bergerak menarik lengan Rania. "Kamu harus makan siang denganku."

"Tapi, Bos."

"Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan."

Tak mau mendengar penolakan, Aiden langsung membawa Rania berjalan melewati Abe. Setelah sepuluh menit menaiki mobil, mereka tiba di restoran dan duduk di kursi yang menjadi tempat favorit Aiden.

Sampai pesanan mereka disajikan tak ada satu pun kata yang keluar dari mulut Aiden. Pria itu tetap diam dan menikmati makanannya.

"Apa yang ingin Bos bicarakan?" Rania bertanya.

"Makan dulu!"

Bukannya menuruti perintah Aiden, Rania justru mengambil ponsel, mengetikan sesuatu dan kemudian terlihat dia menoleh ke sekeliling.

Aiden yang menyadari Rania sedang mencari sesuatu, akhirnya membantak, "Aku bilang, makan! Bukan tengok kanan kiri seperti maling ayam."

"Maaf, Bos. Tapi aku sedang menunggu seseorang," ungkap Rania dengan manik mata yang masih menelisik ke penjuru ruangan.

Aiden mengerutkan kening. "Siapa?"

"Rania?"

Sebuah suara bariton terdengar dari belakang punggung Rania. Membuat si pemilik nama memutar duduknya agar bisa menatap Carlos yang telah berdiri dengan membawa buket bunga mawar merah muda.

Sorot mata tak mengenakan dari Aiden langsung mengenai Carlos tapi sayang pria itu tampak tidak menyadari keberadaan Aiden. Sebab kedua mata Carlos hanya tertuju pada Rania.

"Aku bawa bunga untukmu."

Carlos menyerahkan buket bunga mawar merah muda dan langsung diterima oleh Rania dengan senyum merekah di bibir.

"Bagaimana presentasinya tadi?" tanya Carlos saat menjatuhkan bokongnya di kursi.

"Ya… lumanyan baik," Rania memaksakan diri untuk tersenyum.

Rania tak akan menyangka jika Carlos akan menemuinya. Beberapa menit yang lalu dia mendapat pesan dari pria itu yang menanyakan keberadaan Rania sekarang.

Hanya dalam hitungan menit setelah Rania membalas pesan dari Carlos, dia datang dengan membawa buket bunga.

"Kalau begitu selamat ya, Sayang."

Tanpa aba-aba satu, dua, tiga, Carlos memajukan wajahnya dan mendaratkan kecupan di bibir Rania.

Tindakan spontan Carlos itu menjadikan baik Rania maupun Aiden membelalakan mata. Terlebih Aiden yang kini mengepalkan tangan di bawah meja.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!