Rania terpaku di tempat. Dia masih belum sadar akan apa yang telah terjadi. Khususnya ucapan Abe sebelum pria itu pergi.
Dahi Rania mengerut, berpikir sejenak. Lalu dia tersentak setelah menyadari satu hal.
"Itu artinya, aku dan Bos Aiden jadian? Kami resmi pacaran? Ini bukan mimpi kan?" Rania bertanya pada diri sendiri dengan nada tak percaya.
Lantas Rania menampar pipinya sendiri untuk membuktikan jika apa yang sedang terjadi bukanlah mimpi.
"Aw, sakit. Berarti ini bukan mimpi. Yes."
Rania berjingkrak riang, senyum merekah di bibir dan rona bahagia terpancar dari wajahnya. Sungguh Rania tak menyangka jika Aiden menyambut cinta darinya seperti apa yang selalu Rania impikan.
*
*
*
Sementara itu, di ruang rapat, semua orang fokus pada jalannya rapat kecuali Aiden yang termenung dengan tatapan kosong dan sesekali memijat pangkal hidungnya. Dia tak habis pikir akan ciuman yang dia berikan pada Rania.
Bagaimana bisa aku mencium gadis culun itu? Bahkan aku melakukannya dua kali. Tidak. Tidak mungkin aku jatuh cinta pada Rania.
Aiden terus membatin, memikirkan kejadian tadi.
"Jadi, bagaimana pendapat Anda terkait ini, Tuan Aiden?" tanya Bella yang duduk di samping Aiden.
Aiden termangu. Tak sadar jika Bella bertanya dan juga tatapan semua orang tertuju padanya.
Hingga akhirnya Bella menepuk pelan lengan Aiden yang membuat pria itu sedikit tersentak kaget. Seketika Aiden tersadar dan sekilas melirik ke semua orang yang menatap dengan penuh keheranan.
Bella tahu jika Aiden sejak tadi tidak fokus dalam mengikuti rapat dan pasti sedang ada yang dipikirkan oleh tuannya.
"Tuan, ada apa? Apa Tuan Aiden sakit?" tanya Bella penuh perhatian.
Aiden menggelengkan kepala tanpa berbicara apapun.
Abe yang juga berada di ruangan itu, mengerti apa yang menyebabkan Aiden tidak fokus pada rapat kali ini. Dia tahu karena dia juga pernah mengalami rasanya jatuh cinta dan kasmaran.
Tuan Aiden pasti masih terngiang-ngiang ciumannya dengan Rania tadi. Gumam Abe dalam hati sambil mengulum senyum tipis.
Melihat Aiden yang terdiam, membuat Abe mengambil inisiatif memimpin jalannya rapat. Sementara Aiden hanya menanggapi dengan anggukan kepala tanda dia menyetujui apapun yang menjadi hasil rapat.
Jujur, Aiden sama sekali tidak bisa fokus pada rapat kali ini. Pikirannya melayang membayangkan betapa rakus dia mencium Rania.
Hingga akhirnya rapat berakhir, Aiden langsung bangkit dari duduk dan menjadi orang pertama yang keluar dari ruangan itu dengan Bella mengekor di belakangnya.
Bella harus berjalan setengah berlari untuk mengimbangi langkah panjang Aiden menuju ruangannya.
"Tuan Aiden, apa Tuan baik-baik saja? Tampaknya Tuan sedang tidak sehat. Apa perlu saya panggilkan dokter pribadi keluarga Abimanyu?" Bella bertanya penuh perhatian.
Sementara Aiden hanya diam tak menanggapi sama sekali. Bahkan perkataan Bella itu seperti tidak didengar oleh Aiden.
"Suruh Rania ke ruanganku sekarang!"
Hanya itu yang Aiden katakan sebelum akhirnya dia masuk ke ruang kerja. Meninggalkan Bella yang terpaku di tempat.
Dahi Bella mengerut. Mendengar nama Rania disebutkan, Bella menyimpulkan jika gadis culun itu pasti membuat ulah lagi.
Bella pun menghela nafas dan pergi ke ruangannya yang di sana ada Rania sedang duduk sambil senyum-senyum sendiri. Perlahan Bella mendekati Rania dengan raut wajah terheran.
"Rania, ada apa denganmu?"
Rania tersentak, menyadari ada Bella di samping meja kerjanya, lalu dia pun kembali tersenyum.
"Aku senang sekali karena aku bisa berpacaran dengan Bos Aiden," tutur Rania dengan senyum tak pernah pudar dari bibirnya.
Dahi Bella semakin mengerut. Tentu saja, Bella tak percaya begitu saja akan penuturan Rania. Malah Bella menganggap Rania hanya sedang berhalusinasi.
Mana mungkin Aiden bisa pacaran dengan Rania. Wanita culun seperti dia? Yang pantas menjadi pacar Aiden itu hanya aku. Tidak ada yang lain lagi. Batin Bella memandang sebal Rania.
"Oh ya, kamu dipanggil ke ruangan Tuan Aiden," kata Bella bernada malas.
Rania terperanjat senang. "Sungguh? Baiklah aku akan ke sana."
Langkah kaki Rania begitu ringan saat melenggang menuju ruangan Aiden. Pintu ruangan itu terbuka setengahnya sehingga dia langsung masuk tanpa mengetuk pintu.
Dilihatnya Aiden tengah membelakangi Rania. Pria berpostur tegap itu tengah berdiri di dekat jendela kaca sambil menatap pemandangan gedung-gedung tinggi.
Rania berjalan perlahan tanpa menimbulkan suara dan seketika menutup mata pria itu dari arah belakang. Senyum terpatri di bibir Rania, mengira Aiden akan menyambut hangat dirinya.
Namun, senyum Rania sirna seketika saat Aiden justru menghempaskan tangan Rania dengan kasar.
Aiden berbalik menatap Rania. Sorot mata tajam dia layangkan pada Rania yang kini mengerut ketakutan seperti kelinci hendak diterkam harimau.
"Jangan bersikap lancang! Aku bos di sini," bentak Aiden hingga terlihat jelas urat di lehernya.
"Maaf, Bos. Bukan maksud saya bersikap lancang, tapi bisakah kita tidak terlalu kaku? Kita berpacaran bukan?"
Aiden mendengus kasar bersamaan dengan seringai yang terbit di bibir tebalnya.
"Pacaran?"
Rania tetap menganggukan kepala secara perlahan meski di dalam hati dapat dia merasakan sesuatu yang tidak mengenakan.
"Kapan aku mengatakan kalau kita pacaran?" tanya Aiden begitu dingin.
Memang Aiden tidak berkata mereka resmi pacaran, tapi ciuman yang terjadi beberapa jam yang lalu telah mengungkapkan semuanya. Atau mungkin Rania yang terlalu cepat menyimpulkan.
Rania terdiam, hanyut dalam pikirannya sendiri. Dia pun juga bingung akan kejelasan status hubungan mereka.
"Aku tidak mencintaimu. Sampai kapanpun. Jadi, jangan pernah menganggap kamu adalah pacarku," Aiden berkata dengan penuh penekanan di setiap kata.
Rania tergugu dan manik matanya mulai berkaca-kaca. Dia menggigit bibir bawahnya pertanda sedang menahan perasaan sakit yang tak tertahankan di dada.
"Lalu apa arti ciuman tadi, Bos?"
"Ciuman tadi tidak ada artinya sama sekali," ucap Aiden tegas.
Rania mendongak memandang sorot mata tajam yang satu detik pun tak berubah. Kemudian dia menarik nafas panjang agar dapat mengontrol emosinya. Meski itu berat sekali.
"Tapi itu ciuman pertamaku, Bos," Rania berkata dengan suara parau ingin menangis.
"Iya, aku juga tahu itu pertama bagimu," Aiden menyeringai lalu mencemooh. "Ciumanmu itu terasa jelas kaku dan tidak berpengalaman."
Rania tak bisa lagi menahan gejolak di dalam dada. Dia mengepalkan tangan yang sesungguhnya ingin sekali dipakai untuk menampar Aiden.
Satu bulir bening jatuh dari ujung mata Rania melintasi pipi dan bermuara di rahang. Rania maju satu langkah membalas tatapan tajam pria yang telah membuat hatinya hancur berkeping-keping.
"Bagaimana bisa Bos mengatakan ciumanku kaku sementara Bos sendiri menikmatinya?" tanya Rania tanpa melepaskan tatapan dari wajah Aiden.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
cccc
Author, apa Rania tdk diperlihatkan ada susi baiknya y? misalnya cekatan, pintar atau baik hati walaupun tdk cantik, tdk kaya. Jgn dibuat jelek semua sifatnya dong...biar ada sisi positifnya jg.
2023-09-26
0
Sulaiman Efendy
TUNGGU AZA LO AIDEN, NTAR LGI LO BUCIN & POSSESIF...
2023-02-15
0
Yurniati
lanjut thorr
2022-11-03
1