Aiden membaca dokumen yang ada hadapannya dengan dahi mengerut. Satu tangannya mengetuk-ketukan pena ke meja.
Brak.
Satu gebrakan meja berhasil membuat Bella terlonjak kaget. Meskipun begitu di dalam hati, Bella tertawa puas.
"Bagaimana kamu tidak seprofesional ini, Bella? Di surat ini banyak sekali kesalahan penulisan. Coba kamu lihat!"
Aiden melempar dokumen di atas meja yang langsung diambil oleh Bella dan turut membaca surat yang harus ditandatangani Aiden.
Bella berpura-pura terkejut begitu menyakinkan.
"Oh, maaf, Tuan Aiden. Saya lupa mengecek hasil ketikan Rania."
"Jadi, Rania yang mengetik surat itu?" tanya Aiden berang.
"Iya, Tuan."
"Panggil dia kemari!" bentak Aiden.
"B-baik, Tuan."
Bella berjalan cepat untuk mencari Rania dengan senyum tipis terukir di bibirnya yang tipis.
Tak lama, Bella kembali lagi ke ruangan Aiden bersama Rania.
Begitu menginjak ruangan Aiden, dapat Rania rasakan aura dingin yang mencekam. Rania mengusap tengkuknya yang tiba-tiba merinding.
Lalu pandangan Rania tertuju pada Aiden yang menatap tajam ke arahnya.
"Bos, bisakah Bos jangan menatapku seperti itu? Aku jadi merinding," Rania bergidik ngeri.
"Kamu tahu apa kesalahanmu?" Aiden bertanya tanpa memperdulikan ucapan Rania yang kini mengernyit.
Dari raut wajah Rania, Aiden sudah tahu kalau sekretaris culunnya itu tak tahu apa kesalahannya.
Tanpa menunggu jawaban dari Rania, Aiden melempar dokumen yang hendak ditangkap Rania tapi sayangnya dokumen itu lebih dulu mengenai muka Rania.
"Baca itu!" titah Aiden dengan sorot mata penuh amarah.
Rania menunduk membaca surat yang sama persis dia ketik. Namun, Rania berani jamin jika itu bukan hasil ketikannya.
"Bos, ini bukan saya yang mengetik," ucap Rania membela diri.
"Jangan lempar batu sembunyi tangan, Rania! Aku tahu kamu membantu Bella mengetik surat itu."
Aiden menyeringai. Dia lebih percaya pada perkataan Bella dan menganggap jika pembelaan Rania hanyalah sebuah kebohongan.
"Iya, itu memang benar, tapi aku yakin sekali ini bukan hasil ketikan saya, Bos."
Aiden berdecak. Jujur dia malas mendengar pembelaan dari Rania.
"Untuk mengetik sebuah surat saja, kamu tidak becus. Sebagai hukuman, gaji pertama nanti akan dipotong," kata Aiden tegas.
Rania tercengang mendengar gaji pertamanya akan dipotong. Padahal dia sudah berjanji akan membelikan hadiah untuk ibu dan adiknya dari hasil gaji pertama.
"T-ta tapi, Bos."
"Tidak ada bantahan. Ingat, Bos selalu benar! Pergi sana! Penampilanmu itu merusak mataku."
Aiden mengibaskan tangan memberi isyarat agar Rania pergi.
Merasa tak ada jalan lain, akhirnya Rania pergi dari ruangan Aiden dengan kepala tertunduk. Baik Rania maupun Aiden tidak melihat Bella yang sedang tersenyum penuh kemenangan.
Sepeninggalan Rania, kini giliran Bella mencuri perhatian Aiden. Dia berjalan mendekat dan memasang wajah secantik mungkin.
"Tuan, saya akan mengetik ulang surat itu sesegera mungkin."
Aiden hanya menjawab dengan suara geraman. Dia tetap berekspresi dingin meski Bella berusaha memancarkan pesonanya.
Sial. Tuan Aiden rupanya bukan orang yang mudah tergoda.
*
*
*
Sore hari ketika jam menunjukan pukul empat sore, dimana jam pulang karyawan telah tiba, Aiden beranjak dari duduknya dan tepat saat itu ponselnya berdering pertanda satu panggilan telepon masuk.
Ponsel yang meraung-raung di tangan Aiden memperlihatkan nama 'Mommy'. Aiden menghela nafas sebelum akhirnya dia mengangkat telepon.
"Hello, Mom. Ada apa?" Aiden bertanya dengan ekspresi datar.
"Aiden, pulang kerja kamu antar Rania sampai rumah ya?"
"What? No, Mom. Apa kata orang nanti kalau aku memberi tumpangan pada gadis culun seperti Rania?" protes Aiden melototkan mata.
"Aiden, jangan panggil Rania seperti itu."
"Memang dia gadis culun, Mom. Apalagi sebutan yang pas untuk Rania."
"Terserah kamu saja. Pokoknya kamu antar Rania pulang ke rumahnya. Titik," perintah Kirana tegas pada sang putra lalu memutuskan panggilan telepon secara sepihak.
Aiden berdecak kesal. Andai orang yang menyuruhnya bukanlah Kirana, sudah dipastikan orang itu ditendang dan dikirim ke kutub utara oleh Aiden.
Mau tak mau, Aiden melangkah keluar mencari keberadaan Rania dan gadis berkacamata tebal itu ternyata juga baru keluar dari ruangannya.
Tanpa berbicara apapun, Aiden langsung menarik tangan Rania yang alhasil membuat gadis itu terkejut sekaligus terheran. Meskipun begitu jauh di dalam lubuk hati Rania, seperti ada sesuatu yang menari-nari kala tangannya digandeng Aiden.
Baru beberapa menit tersanjung, tiba-tiba Rania menabrak punggung Aiden karena pria itu berhenti mendadak.
Aiden menyadari tatapan para karyawan lain yang melirik ke arahnya bersama Rania. Sontak Aiden pun melepas genggaman tangan, tak mau bila ada gosip yang beredar jika dia memiliki hubungan spesial dengan Rania.
"Bos, kenapa Bos menarik tanganku?" Rania bertanya sembari mengusap pergelangan tangannya yang sakit.
"Pulang."
"Iya, ini juga aku mau pulang," Rania membetulkan kacamata dengan bibir manyun.
Dia sedikit kecewa karena Aiden menarik tangannya hanya untuk menyuruh pulang. Padahal tanpa disuruh pun Rania akan pulang.
Aiden memutar badan menatap Rania. "Pulang bersamaku!"
Seketika manik mata Rania melebar, pipinya bersemu semerah buah tomat dan jangan lupakan jantung yang seperti ingin melompat dari tempatnya saat mendengar Aiden mengajaknya pulang bersama.
Aiden tak peduli pada Rania yang menatapnya penuh pesona. Malah Aiden membuang muka tak mau melihat wajah konyol yang ditunjukan Rania.
Aiden sengaja memperpanjang langkah kakinya agar cepat sampai ke mobilnya, meninggalkan Rania yang berjalan setengah berlari di belakang Aiden.
"Cepat sedikit, Keong!" sentak Aiden menyindir Rania yang menurutnya berjalan terlalu lambat.
"Iya, iya, Bos," sahut Rania dengan nafas tersengal seperti habis lari marathon.
Masuklah Aiden dan Rania ke dalam mobil bugatti berwarna hitam tanpa menyadari jika ada segerombol karyawati yang memotret kedekatan mereka melalui ponsel pribadi.
Gerombolan karyawati itu terkekeh saat melihat kembali hasil jepretan mereka setelah mobil milik Aiden pergi. Kemudian Bella yang juga akan pulang tak sengaja melewat.
"Kalian sedang menertawakan aku?" tanya Bella berkacak pinggang serta memasang wajah galak pada gerombolan karyawati yang menjadi bawahannya itu.
"Bukan, Bu Bella. Tapi kita sedang menertawakan ini."
Salah seorang menunjukkan layar ponsel yang terpajang foto Aiden dan Rania masuk ke dalam mobil.
Melihat foto itu, bola mata Bella melotot seketika, tangannya terkepal kuat dan dia mengendus marah.
Kenapa mereka bisa sedekat itu? Kenapa Rania yang diajak pulang oleh Tuan Aiden? Kenapa bukan aku? Apa aku kurang menarik?
Sederet pertanyaan memenuhi isi pikiran Bella. Dengan wajah tertekuk, dia bertekad tidak akan kalah dari Rania.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Sunarti
di ancam sang mama
2023-10-24
0
Mbak Nung
di tunggu selanjutnya
2022-10-30
1