4. Bella Bermuka Dua

"Maksudnya sekretaris bayangan?" Wajah Rania mengerut kebingungan.

"Jangan banyak tanya! Cepat buatkan aku kopi!"

Wajah Rania semakin bingung. Pasalnya sudah ada wanita tadi yang sedang menyiapkan kopi, kenapa dia juga harus membuat kopi juga?

"Bos, bukankah kopinya sudah disiapkan sama wanita tadi? Hmm, siapa namanya ya? Aku belum tahu." Rania menggaruk kepala yang tidak gatal.

"Jangan banyak tanya! Cepat lakukan saja apa yang aku perintahkan!"

Rania menarik nafas, mengisi paru-paru dengan udara, lalu menghembuskannya lewat mulut. Andai saja bosnya itu tidak tampan, mana mungkin Rania bisa bersabar.

Di pantry, ketika Rania tengah memasukan sesuatu yang dianggap gula ke dalam cangkir, manik matanya melirik ke wanita cantik yang kini mau tak mau harus berbagi profesi dengannya.

Mata Rania tertuju pada nama si wanita yang tertera pada name tag karyawan. 

Tertulis di sana, 'Bella H.'

"Ada apa? Kenapa kamu melihatku seperti itu?"

Sontak Rania segera membuang muka dengan gelagapan. Dia malu setengah mati karena kepergok sedang memperhatikan Bella.

"Tidak apa-apa. Aku hanya memperhatikan wajahmu yang mirip dengan seseorang yang aku kenal," Rania berbohong dengan tangan yang sibuk mengaduk cangkir kopi.

"Oh, begitu."

Bella selesai dengan kopinya dan jujur dia sangat malas berhadapan dengan gadis berpenampilan culun seperti Rania.

Sehingga segera Bella pergi meninggalkan Rania sambil membawa kopi buatannya sendiri dan menyuguhkan kopi yang masih mengepulkan uap tipis itu ke hadapan Aiden.

Tak lama, Rania juga menyusul dengan kopi yang sama. Lalu dia berdiri di samping Bella.

Pertama, Aiden menyeruput kopi buatan Bella. Pria itu hanya menaikan kedua alisnya sambil menganggukan kepala perlahan.

"Manisnya pas. Aku suka. Setiap pagi buatkan aku kopi yang seperti ini."

Kemudian Aiden beralih ke kopi buatan Rania. Dia tampak ragu memandang cangkir kopi di tangannya.

Dan ketika diminum, benar saja, rasanya asin. Sontak Aiden memuntahkan kembali kopi itu.

"Hoek, apa-apaan ini? Ini kopi atau air comberan?" tanya Aiden penuh amarah menatap Rania.

"Itu kopi, Bos," jawab Rania yang masih bisa bermuka polos.

"Tapi kenapa rasanya seperti air comberan?"

Bukannya meminta maaf atau apa, Rania justru balik bertanya, "Kenapa Bos bisa tahu rasa air comberan? Apa mungkin Bos pernah meminum air comberan?"

Aiden menarik nafas panjang, berusaha untuk tetap sabar menghadapi sekretarisnya yang kelewat polos itu.

"Kopi ini rasanya asin. Apa yang kamu taruh ke dalam kopi?" tanya Aiden dengan nada menyentak.

Sejenak Rania mengingat kembali saat dia membuat kopi dan dia langsung terlonjak saat menyadari sesuatu.

Dengan matanya yang tajam, Aiden tahu Rania telah sadar akan kesalahannya. Lalu dia pun bertanya, "Sudah kamu ingat apa yang kamu taruh ke dalam kopi?"

Rania mengangguk. "Sudah, Bos."

"Apa?"

Rania mengusap tengkuknya yang mendadak merinding begitu melihat tatapan membunuh dari seorang Aiden Abimanyu. Manik mata Rania bergerak tak tentu arah, pertanda dia sedang gelisah dan salah tingkah.

Teringat betul ketika Rania membuat kopi dirinya malah sibuk melirik ke arah Bella, hingga dia juga tidak tahu apa yang ditaruh ke dalam cangkir kopi.

"Sepertinya saya menaruh garam, Bos," kata Rania polos.

"RANIA!" teriak Aiden yang telah habis kesabarannya. Bahkan suara teriakan Aiden sampai menggema ke penjuru ruangan.

Sementara itu, diam-diam Bella tersenyum tipis kala melihat amarah Aiden yang begitu besar pada Rania.

Abe yang kebetulan ada di ruangan itu, langsung mengambil tindakan dengan membawa Rania dan Bella ke ruangan sekretaris.

Dari melihat wajah Aiden saja, Abe tahu jika tuannya itu sedang sangat marah dan perlu menenangkan diri terlebih dahulu.

Kini Bella dan Rania berada di ruang sekretaris yang sudah ditata sedemikian rupa sehingga ada dua meja kerja di sana.

Dan sudah ditebak kalau dua meja kerja itu untuk Rania dan Bella karena di masing-masing meja sudah tergeletak papan nama.

Rania duduk di kursi meja kerjanya yang tak banyak tersimpan barang-barang seperti pada meja Bella. Di meja wanita cantik itu, banyak sekali berkas-berkas yang menumpuk.

Abe hanya memberi pengarahan sedikit yang langsung dimengerti oleh Bella. Wanita itu menganggukan kepala setelah mendengar penjelasan Abe lalu mulai mengetik sesuatu di komputer.

"Abc, tunggu!" seru Rania saat Abe hendak melangkah keluar.

"Iya, kenapa Rania?"

"Boleh aku tahu, apa pekerjaan yang harus aku lakukan?"

"Kamu sudah tahu kan, kalau kamu itu sekretaris bayangan. Jadi tugasmu adalah membantu Bella," tutur Abe sambil melirik Bella yang tengah berjibaku dengan pekerjaannya.

Kemudian asisten pribadi itu melangkah meninggalkan Rania dan Bella di ruangan itu. Sepeninggalan Abe, Rania menatap dan mulai berjalan ke samping kursi Bella.

"Kak Bella, apa ada sesuatu yang bisa aku kerjakan?"

Setelah tadi mengamati Bella, Rania dapat memastikan jika rekan kerjanya itu berusia kurang lebih dua tahun di atas Rania dan untuk alasan pengalaman kerja yang jauh lebih unggul, membuat Rania memutuskan untuk memanggil Bella dengan sapaan kakak.

Bella mendongak dari pekerjaannya, memandang Rania sejenak lalu tangannya bergerak mengambil sebuah dokumen.

"Bisa bantu aku membuat surat kontrak kerja? Contohnya seperti yang ada di dokumen ini," ucap Bella menyodorkan tumpukan kertas.

Dengan senang hati Rania pun menyanggupi perintah atau lebih tepatnya permintaan dari Bella. Dia kembali lagi ke mejanya dan mulai mengetik di komputer.

Selang satu jam, semua tugas yang diberikan Bella telah selesai Rania kerjakan. Gadis itu meregangkan tubuhnya yang terasa pegal dan tak lupa dia membetulkan kacamata yang selalu saja melorot.

"Kak Bella, sudah selesai. Lalu apalagi?"

"Sudah cukup, Rania. Tolong kamu print, lalu biar aku saja yang akan meminta tanda tangan Tuan Aiden."

"Oke."

Rania mencetak lembaran dokumen yang sudah dia ketik dan kemudian meletakan di atas meja kerja Bella.

"Kak, coba periksa dulu, aku ingin ke toilet sebentar."

Bella hanya menganggukan kepala tanpa mengalihkan perhatian pada layar komputer.

Ketika punggung Rania menghilang di balik pintu, barulah Bella mengambil berkas hasil ketikan Rania. Bella tersenyum tipis dan tiba-tiba…

Bret.

Bella merobek semua kertas-kertas itu sampai menjadi kepingan kecil dan membuangnya ke tempat sampah.

"Maaf, Rania, aku sangat tidak suka berbagi peran denganmu. Hanya aku yang pantas menjadi sekretaris Tuan Aiden."

Bella bangkit dari duduknya sambil membawa dokumen sama seperti yang diketik oleh Rania namun, sudah Bella siasati agar Rania kembali mendapat amukan dari Aiden.

Terpopuler

Comments

Sunarti

Sunarti

Bella luna niat yg jahat utk menjatuhkan Rania

2023-10-24

0

widya

widya

Jahat banget nih si bella

2022-11-28

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!