Sudah ada dua minggu Rania mengamati Bella dan Aiden semakin dekat hari demi hari. Hati Rania seakan teriris kala melihat tatapan penuh damba dari Bella yang tertuju hanya pada Aiden.
Semakin dekatnya Bella dan Aiden, semakin gundah pula hati Rania. Dia menyadari telah jatuh cinta pada Bos galaknya itu meski dia tak tahu sejak kapan.
Dan Rania bukanlah tipe wanita yang menunggu keajaiban datang. Maka dari itu dia berniat untuk mengutarakan perasaannya pada Aiden.
"Setidaknya aku harus mencoba dulu. Supaya Bos Aiden tahu jika aku pun menaruh perasaan padanya," gumam Rania sambil telungkup di atas kasur.
Setengah jam dia lalui hanya berguling-guling di atas tempat tidur, tidak bisa tidur karena terpikirkan terus pada Aiden.
Di membuka ponsel dan mengetik di salah satu aplikasi search engine,
Ide menyatakan cinta secara romantis.
Hanya dalam sekejap, muncul berbagai artikel yang membahas seputar menyatakan cinta. Rania menganggukan kepala dan mengepalkan tangan kuat kala membaca beberapa ide yang terpampang di layar ponsel.
Selama beberapa hari, Rania selalu berlatih menyatakan cinta di depan cermin. Entah cermin di kamarnya, cermin di toilet atau bahkan saat ada cermin di persimpangan jalan.
*
*
*
"Bos."
Aiden menoleh ke belakang. Di mana ada Rania berdiri di sana.
Rania mengepalkan tangan, mengumpulkan semua tenaga untuk mengucapkan empat kata yang menggambarkan perasaan hatinya.
"I love you, Bos," ucap Rania tak bisa menyembunyikan rona bahagia di dalam dirinya.
Aiden mengulum senyuman manis dan sorot matanya begitu hangat memandang Rania. Sesuatu yang jarang terjadi mengingat Aiden selalu memasang wajah galak.
Pandangan mata Aiden dan Rania saling bertemu. Keduanya diam tak ada yang bergeming.
Sampai akhirnya Aiden menjawab, "I love you too."
"Serius, Bos?" Rania membelalak tak percaya.
Aiden mengangguk sebagai jawaban. Perlahan dia memajukan wajah serta bibirnya dan Rania tahu akan apa yang terjadi pun menutup mata.
Brak.
Suara gebrakan meja membuat Rania tersadar dan segera menegakkan punggung. Dia mengusap mulut takut ada iler yang mengalir di pipi.
Rania mendongakkan kepala untuk melihat orang yang telah berani mengganggu mimpi indahnya. Tapi seketika Rania terlonjak kaget kala mendapati Aiden ada di depan meja kerja dengan sorot kemarahan menyala di kedua mata.
"Rania! Kamu tidur di jam kerja?" bentak Aiden dengan melayangkan pandangan penuh amarah.
"B-bos, maaf."
Rania gelagapan tak bisa bicara. Dia mengusap tengkuknya yang meremang akibat aura mencekam terpancarkan dari Aiden.
"Mana berkas laporan yang aku minta?"
Aiden mengulurkan satu tangan. Sejak tadi dia menunggu kedatangan Rania ke ruangannya untuk membawakan berkas laporan tapi gadis itu tak kunjung datang.
Maka dari itu Aiden mendatangi langsung ruang kerja Rania dan mendapati sekretarisnya tidur dengan kepala tergeletak di atas meja serta layar komputer yang tetap menyala.
Rania membenarkan kacamata yang melorot. Lalu tersenyum pertanda dia belum selesai mengerjakan tugas dari bosnya.
Aiden pun menghela nafas kasar. Berusaha sebisa mungkin untuk bersabar menghadapi Rania.
"Kalau kamu masih ingin hidup berkas laporan itu harus sudah ada di mejaku dalam waktu empat menit," bentak Aiden memberi ultimatum.
"Tapi, Bos…"
"Dimulai dari sekarang!"
Aiden memutar badan dan melangkah pergi meninggalkan ruangan Rania yang kini sedang kelabakan. Dia memeriksa sekali lagi berkas laporan, takut terjadi kesalahan lagi.
Setelah yakin semuanya beres, Rania pun berlari menuju ruangan CEO yang di sana ada Aiden duduk di kursi kebesarannya.
"Ini, Bos," Rania menyerahkan berkas ke meja dengan nafas tersengal setelah berlari secepat kilat.
Sambil menunggu Aiden menandatangani berkas, Rania melempar pandangan ke sekeliling dan dia menyadari tak ada siapapun di ruangan itu kecuali Rania dan Aiden.
Menjadikan Rania berpikir jika inilah saat yang tepat untuk mengungkapkan isi hatinya.
Setelah menandatangani berkas, Aiden beranjak dari duduk karena sebentar lagi ada rapat bersama dewan direksi.
Tak mau kehilangan kesempatan, Rania pun segera meraih lengan Aiden, menahan pria itu sejenak agar jangan pergi terlebih dahulu.
Aiden yang tidak suka disentuh sembarangan pun melirik tajam melalui ekor mata. Membuat nyali Rania menciut tapi tidak melepaskan cengkraman tangannya.
"I love you, Bos," ucap Rania mantap.
Dia menatap intens wajah Aiden untuk melihat reaksi Aiden. Namun, pria itu hanya bermuka datar yang membuat Rania tak bisa memahami seperti apa perasaan Aiden sekarang.
"Apa kamu bilang?"
"I love you," ulang Rania mengulum senyum.
Aiden pun menghempaskan tangan agar terbebas dari cengkraman Rania dan berniat untuk pergi sebab rapat akan diadakan sebentar lagi. Rania yang merasa belum mendapatkan jawaban pasti pun mengejar Aiden.
"Bos, tunggu!"
Di saat mengejar Aiden, kaki Rania tersandung meja. Sontak Rania menjerit kala tubuhnya limbung. Tepat saat itu, Aiden berbalik untuk melihat Rania.
Secara refleks, Aiden berlari menahan tubuh Rania tapi Aiden justru kehilangan keseimbangan dan yang terjadi justru mereka berdua jatuh ke lantai dengan posisi Aiden menindihi Rania.
Dan jatuhnya tubuh merek ke lantai membuat bibir mereka tak sengaja bertabrakan.
Baik Rania maupun Aiden membelalakan mata saat keadaan bibir mereka saling menempel. Mereka berdua sama-sama terkejut, terlebih Aiden saat indra penciumannya menangkap aroma harum bunga.
Meskipun culun tapi kenapa dia begitu wangi? Batin Aiden.
Terbuai oleh wangi yang menyeruak dari tubuh Rania, membuat Aiden seperti terhipnotis. Dia me-lu-mat bibir Rania dengan mata terpejam, meresapi ciuman hangat itu.
Berbeda dari Aiden, Rania justru semakin membelalakan mata kala lidah Aiden merasuki rongga mulut. Rania tidak tahu apa yang harus dia lakukan karena ini adalah ciuman pertama baginya.
Beberapa saat Rania diam tak mengerti, tapi pada akhirnya dia mengikuti naluri untuk menggerakan lidah juga. Meskipun gerakan lidah Rania masih terkesan kaku.
"B-bos, t-tadi itu… tadi itu kita…" kata Rania terbata-bata saat mereka melepas ciuman.
"Kita berciuman," Aiden melanjutkan perkataan Rania dengan tatapan yang sulit diartikan.
Bahkan Aiden sendiri tidak tahu perasaan apa yang bersemayam di hatinya kini. Namun satu hal pasti, Aiden sangat terkejut akan perbuatannya.
Beberapa saat mereka terdiam, hanya deru nafas yang terdengar di antara mereka, lalu Aiden kembali menjatuhkan kepala untuk mendaratkan kecupan di bibir Rania.
Entah apa yang membuat Aiden mencium Rania untuk yang kedua kali.
Rania mulai dapat mengimbangi ciuman dari Aiden. Meskipun tetap Aiden yang mendominasi. Mereka saling menyesap, memilin, dan bertukar saliva.
Lalu tiba-tiba…
Tok. Tok. Tok.
Suara ketukan pintu menghentikan aktivitas Rania dan Aiden. Seketika mereka saling memisahkan tautan bibir, dan bangkit berdiri.
"Masuk!" kata Aiden dengan pipi yang masih merah.
Perlahan pintu terbuka, menampilkan Abe yang melirik Aiden dan Rania secara bergantian.
"Tuan, dewan direksi sudah menunggu Anda di ruang rapat," lapor Abe sambil manik matanya tetap mengamati gelagat Aiden dan Rania.
Sebagai pria yang pernah menjalin asmara dengan banyak wanita, Abe tahu apa yang telah terjadi antara tuan dan sekretarisnya itu.
Dengan tanda-tanda yang sudah jelas di depan mata. Nafas Aiden dan Rania sama-sama terengah, pipi memerah, dan jangan lupakan bibir Rania yang bengkak.
Lantas Abe pun mengulum senyum, semantara Aiden menghela nafas, mengusir perasaan aneh yang menguasai tubuhnya dan melangkah melewati Abe.
"Rania, selamat ya? Jangan lupa pajak jadiannya," Abe berbisik sambil tersenyum mengedipkan mata tanda minta ditraktir makan. Lalu Abe meninggalkan ruangan, berjalan menyusul Aiden.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
💗vanilla💗🎶
nyali nya rania besar jg 😁
2023-09-10
0
Yurniati
semangat thorr
2022-11-02
1
Yurniati
lanjut thorr
2022-11-02
1