7. Badut Sirkus

Rania melenggang melintasi lobby. Sepanjang dia melangkahkan kaki, semua orang berbisik sambil sesekali melirik pada sekretaris itu.

Selanjutnya, mereka akan terkekeh pelan tapi tak berbicara apapun pada Rania.

Hingga sampailah Rania di ruangan Aiden. Di sana, seperti biasa sudah ada Bella dan juga Aiden.

Rania heran pukul berapa Bella berangkat ke kantor. Meskipun kali ini Rania tidak terlambat, tapi tetap saja dia yang selalu menjadi orang yang paling kesiangan.

"Kali ini saya berangkat tepat waktu, Bos," kata Rania percaya diri.

Aiden yang sedang menunduk membaca laporan, tidak melihat ke arah Rania. Dia melirik jam di ponselnya yang menunjukan pukul delapan tepat.

Ya, Rania benar. Dia berangkat tepat waktu atau bisa dikatakan tepat jam delapan. Tidak kurang, tidak lebih.

Semantara itu, Bella ingin sekali tertawa melihat wajah Rania. Namun, sebisa mungkin dia mempertahankan sikap anggunnya.

Aiden mendongak dari laporan yang sedang dia baca untuk menatap Rania dan detik berikutnya, Aiden terlonjak kaget akan penampilan sekretaris culunnya itu.

"Apa yang kamu…" Aiden tak bisa melanjutkan ucapan saking terkejutnya.

Sedangkan Rania melirik Aiden dan Bella secara bergantian dengan tatapan heran.

"Kenapa, Bos? Aku mencoba untuk merias wajahku dan membuktikan kalau aku itu tidak jelek," Rania tersenyum penuh percaya diri.

Bahkan Rania mencondongkan tubuhnya agar wajahnya semakin jelas di penglihatan Aiden.

"Bagaimana penampilanku hari ini, Bos?"

"Kamu benar-benar tidak punya kaca di rumah, hah?" sentak Aiden.

Segera Aiden menarik dagu Rania untuk mengarahkan wajah gadis itu ke cermin yang menggantung di salah satu sudut ruangan.

Rania mengamati riasan wajahnya. Dia memang mengakui belum terlalu mahir dalam memakai make up, tapi riasannya itu sudah sesuai dengan tutorial yang semalam dia tonton.

Bibir dipoles lipstik merah, alis tebalnya semakin jelas oleh pensil alis berwarna hitam dan tidak ketinggalan sapuan blush on pink merona di kedua pipi Rania.

"Riasan wajahmu patut dipakai badut sirkus ketimbang seorang sekretaris," cemooh Aiden yang membuat Bella menyembur tak bisa menahan tawanya.

Seketika Rania tertunduk dan terdiam. Maksud hati ingin menampilkan wajah cantik dan mendapat pujian dari Aiden, dirinya malah dimaki serta ditertawakan.

"Lihat alismu itu! Seperti ulat bulu yang menempel di atas matamu," kata Aiden bergidik geli.

Bella tertawa puas. Dia sudah lupa apa itu bersikap anggun di depan Aiden.

Dengan bibir memberengut, Rania menatap sedih pada bayangan dirinya di cermin. Lalu beralih pada Aiden yang sedang berkacak pinggang.

"Riasan saya semakin membuat saya jelek ya, Bos?" 

"Masih tanya lagi. Ya tentu saja kamu jelek."

"Kalau begitu, perempuan cantik itu yang seperti apa, Bos?"

Aiden menghela nafas. Sungguh dia kesal dengan sikap Rania yang polosnya kelewatan.

Aiden mengarahkan jari telunjuk pada Bella yang sudah kembali ke mode anggun bak model internasional.

"Kamu lihat Bella! Dia baru perempuan cantik yang pintar memakai make up. Kamu harus banyak belajar pada Bella," ucap Aiden pada Rania.

Aiden tidak melihat rona bahagia di wajah Bella yang mendengar bosnya itu menyebut sebagai perempuan cantik.

Tekad yang kemarin sempat runtuh begitu tahu Aiden pulang bersama Rania, kini mulai terbangun lagi. Bella percaya dia dapat meluluhkan hati Aiden dan menjadikan pria itu miliknya.

Berbeda dari Bella yang sedang berbunga-bunga, Rania justru sebaliknya. Dia memajukan bibir dengan wajah tertunduk sedih.

Meskipun begitu, tak ada air yang mengalir di kedua manik matanya.

"Kamu lihat Bella! Dia cantik, pintar, dan yang paling penting dia bekerja dengan benar. Selayaknya seorang sekretaris. Tidak sepertimu."

Perkataan Aiden semakin membuat hati Bella melambung tinggi dan Rania semakin menundukkan kepala.

Melihat Rania yang diam saja, Aiden pun berteriak, "Kamu mengerti tidak?"

"Iya, Bos. Saya mengerti," teriak Rania tak kalah kencang sambil mengangkat kepala.

"Sekarang hapus makeup mu itu! Mataku sakit melihat penampilanmu," perintah Aiden menunjuk pintu keluar.

Rania menghela nafas sejenak. Lalu melangkah pergi menuju toilet untuk menghapus riasan wajahnya.

Ketika Rania tiba di toilet, ada segerombolan karyawati yang kemarin sempat memotret Rania pulang bersama Aiden. Mereka cekikikan sambil melirik Rania.

"Rania, kamu habis ikut karnaval?" tanya salah satu karyawan dengan maksud menyindir.

"Tidak," sahut Rania singkat karena sejatinya dia enggan berurusan dengan gerombolan karyawati itu.

Rania terlebih dahulu melepas kacamata sebelum akhirnya dia menundukan kepala ke wastafel untuk membasuh muka.

Setelah itu, ketika Rania menatap cermin…

"Aaarrghhh!"

Rania berteriak kaget karena bukannya hilang polesan make up di wajah, tapi malah semakin membuat wajah Rania menakutkan dengan kelopak mata hitam akibat maskara yang luntur.

Gerombolan karyawan yang belum pergi dari toilet pun tertawa puas melihat Rania. Salah satu dari mereka memberikan botol berisi cairan bening dengan tulisan micellar water.

"Rania, pakai ini!"

"Wah, terima kasih ya," ucap Rania saat menerima botol itu tanpa menaruh curiga sama sekali.

Sementara gerombolan itu terkekeh dan segera pergi dari toilet meninggalkan Rania yang sedang memercikan air di dalam botol ke segumpal kapas.

Dan ketika mengusapkan kapas itu ke wajah, mendadak Rania terasa perih dan panas di seluruh bagian wajah yang teroles kapas.

"Aw, perih. Hai, kalian sebenarnya ini air apa?" Rania berteriak pada gerombolan karyawan yang berlari kencang.

"Ah, sial. Wajahku…" raung Rania melihat bayangannya di cermin.

*

*

*

"Tuan, hari ini pukul 10.25 kita ada pertemuan dengan Mr Thomas di Taurus Hotel." kata Bella mengingatkan Aiden yang langsung melirik jam di ponselnya.

Aiden mengangguk. Lalu beranjak dari duduk.

"Kamu siapkan semua berkas yang diperlukan, kita pergi sekarang."

"Baik, Tuan."

Tepat ketika Bella berbalik, Rania masuk ke ruangan Aiden dengan wajah semerah buah tomat akibat iritasi. Bola mata Bella membelalak dan rasanya ingin kembali tertawa terpingkal-pingkal.

Berbeda dengan Aiden yang tampak biasa saja. Dia mulai terbiasa dengan sikap Rania yang ceroboh.

"Bos, apa aku boleh ikut ke pertemuan dengan Mr Thomas?" Rania bertanya.

"Kamu? Dengan wajahmu yang seperti itu?" 

Rania menganggukan kepala.

"Bos bilang aku harus banyak belajar dari Bella."

Aiden tak mau ambil pusing selama Rania tidak membuat ulah. Dia pun mengibaskan tangan memberi isyarat mengizinkan Rania ikut.

"Yes."

Rania berjingkrak dengan kedua tangan terkepal.

Sementara, Bella menyeringai melirik sebal pada Rania. Di dalam hati, Bella yakin Rania itu bukan apa-apa di banding dirinya yang sudah berpengalaman bekerja sebagai sekretaris.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!