13 Hukuman Rania

Tanpa menunggu jawaban dari Tara maupun Wati, Aiden segera menerobos pintu toilet dan melihat di dalam sana Rania yang sedang menjambak rambut Bella.

Tampak Bella yang kewalahan menghadapi Rania. Dia mengayun-ayunkan tangan untuk mencakar wajah Rania dengan kuku panjangnya.

Abe yang ikut masuk ke dalam toilet langsung menarik Rania. Sementara Aiden memilih mendekati Bella dan sekilas mengamati penampilan sekretarisnya itu yang berubah menjadi berantakan.

"Kamu tidak apa-apa?" Aiden bertanya yang dijawab dengan gelengan kepala oleh Bella. Lalu Aiden melempar pandangan ke arah Rania. "Ada masalah apa ini?"

Rania membuka mulut untuk berbicara tapi Tara lebih dulu menyela.

"Rania tiba-tiba menyerang Bella, Tuan," tuduh Tara melirik sinis pada Rania.

"Tidak seperti itu, Bos!" Rania mengelak sambil menggelangkan kepala. "Tapi Bella dulu yang mematahkan kacamata saya."

"Aku dan Tara yang menjadi saksi, Tuan. Kalau Rania menyerang Bella karena iri kepada Bella yang selalu mendapat pujian dari Tuan Aiden," Wati yang ikut menuduh Rania tersenyum tipis.

Wajah Aiden mengerut marah. Dengan dada yang naik turun karena menahan emosi, lalu Aiden menyeret Rania secara paksa.

Rania berjalan terseret-seret setengah ketakutan karena wajah Aiden yang begitu jelas terlihat marah. Dia bertanya-tanya dalam hati sekiranya hukuman apa yang akan dia terima.

Hingga sampailah mereka di ruangan CEO, Aiden melepaskan cengkeraman tangan Rania yang langsung dikibaskan sebab saat ini pergelangan tangan Rania itu terasa sangat sakit.

"Jadi, ini yang kamu maksud bekerja dengan baik?" bentak Aiden. "Waktumu hanya tersisa 29 hari dan kamu berhasil membuat reputasi kerjamu semakin buruk."

"Bos, aku difitnah. Tara dan Wati, mereka membela sekretaris Bella."

"Aku tidak mau dengar penjelasan darimu. Bagaimana pun juga kamu harus dihukum."

Aiden berjalan untuk mengambil sesuatu di dalam laci meja. Sedangkan di tempatnya berdiri, kaki Rania sudah bergemetar memikirkan hukuman yang akan dia jalani.

Kemudian, Aiden kembali dengan membawa sikat gigi yang membuat Rania mengernyitkan dahi kebingungan. Dia bingung apa yang perlu dia perbuat dengan sikat gigi itu.

"Ambil!" Aiden menyodorkan sikat gigi yang langsung diterima Rania. "Bersihkan semua sudut ruangan ini menggunakan sikat gigi ini!"

"Apa? Tapi, Bos."

"Tidak ada bantahan atau kamu mau aku pecat sekarang juga."

Rania menghela nafas pasrah. Tak ada pilihan lain, dia pun bersimpuh di lantai dan mulai membersihkan ruangan Aiden menggunakan sikat gigi.

Sesekali Rania melirik Aiden dengan tatapan sebal dan mengumpat dalam hati.

Lalu dia kembali pada pekerjaannya sambil meratapi nasib yang seolah sedang mempermainkan Rania. Sudah jatuh tertimpa tangga. Begitulah kiasan yang tepat untuk Rania saat ini.

Waktu terus bergulir sampai tibalah jam pulang kantor. 

Rania menyeka peluh di kening menggunakan punggung tangan. Pekerjaan dia belum selesai sebab sejak tadi Aiden seperti sengaja mengotori bagian lantai yang sudah dibersihkan Rania.

Kadang Aiden akan menumpahkan kopi atau membuang tisu ke lantai. Lalu Rania akan membersihkan kembali tanpa banyak protes.

"Kamu jangan pulang sebelum ruangan ini bersih," ucap Aiden ketika dia hendak pulang. "Dan jangan coba-coba untuk kabur dari hukumanmu, karena aku bisa memantau langsung melalui rekaman cctv."

"Iya, Bos," jawab Rania lesu.

Aiden menarik salah satu ujung bibirnya sebelum akhirnya dia pergi meninggalkan ruangan. Di ambang pintu, Abe sudah menunggu Aiden.

Abe melirik sekilas pada Rania, lalu ikut berjalan mengekori tuannya.

"Tuan, bukankah hukuman Rania terlalu berlebihan?"

Mendadak Aiden menghentikan langkah dan memutar badan menghadap Abe dengan sorot mata tajam. Membuat bulu kuduk Abe meremang seketika.

"Aku bos di sini, Abe. Jadi terserah aku. Lagi pula aku ingin melihat seberapa tangguh gadis itu," kata Aiden dengan nada dingin. Lalu kembali melanjutkan langkah kakinya menuju tempat parkir mobil.

Sementara itu di ruangan CEO, Rania menarik nafas panjang dan meregangkan badan yang terasa pegal di berbagai titik. Dia menghempaskan diri di sofa panjang untuk melepas penat sejenak.

"Istirahat dulu boleh kali ya?" gumam Rania merebahkan diri di sofa yang super empuk itu. "Aku lelah sekali."

Badan Rania sangat lelah hingga dalam hitungan menit saja dia sudah terlelap di sofa. 

*

*

*

Drt… drt… drt…

Kirana mengalihkan perhatian dari buku yang sedang dia baca untuk melirik layar ponsel yang berdering dengan nama Ajeng terpampang di layar.

Segera Kirana mengangkat telepon dari Ajeng sebab setiap kali teman lamanya itu menelepon pasti ada sesuatu yang penting.

"Halo, Kirana, maaf mengganggu malam-malam. Tapi aku ingin tanya kepada Aiden, kenapa Rania belum juga pulang ya?"

Seketika Kirana tersentak dan menegakkan duduknya. Dia melirik jam dinding yang menggantung di salah satu sudut ruangan.

"Apa? Rania belum pulang? Tapi ini sudah jam sembilan malam, Ajeng," ucap Kirana sangat cemas.

"Iya itu masalahnya, Kirana. Aku khawatir. Rania ditelepon juga tidak diangkat. Jadi aku mau memastikan saja apa Rania ada pekerjaan lembur?"

Di seberang sana Ajeng tengah berjalan mondar-mandir di ruang tengah. Pikiran Ajeng tidak tenang sejak siang tadi, terlebih begitu mendapati Rania belum pulang.

Biasanya Rania takkan pulang sampai selarut ini dan pasti selalu memberi kabar jika pulang malam.

Ditambah lagi gelagat Rania pagi hari yang menunjukan kalau putri sulung Ajeng itu sepertinya memiliki masalah di kantor. Semua hal itu membuat Ajeng tidak bisa tenang sebelum tahu Rania ada di mana.

"Kamu tunggu sebentar ya? Aku coba tanyakan pada Aiden dulu. Nanti akan aku kabari lagi," kata Kirana yang kini sudah dapat berbicara dengan nada tenang.

"Iya, terima kasih Kirana."

Setelah menutup telepon, Kirana berjalan menuju kamar Aiden. Dia mengetuk pintu tapi tak ada sahutan.

Sehingga Kirana masuk saja ke dalam dan mendapati Aiden yang sudah terlelap di bawah selimut tebal. Kirana menghela nafas, menyibak selimut, lalu mengguncangkan tubuh putranya.

"Aiden. Wake up, Son."

Aiden melenguh. Dengan mata setengah terbuka, dia menoleh pada Kirana.

"Apa sih, Mom?" keluh Aiden yang kemudian memiringkan badan mencari posisi enak untuk kembali tidur.

"Son, dengarkan Mommy! Rania belum pulang ke rumah. Apa kamu memberi tugas lembur pada Rania?" kata Kirana dengan suara yang ditinggikan.

Aiden hanya menggeram tak jelas. Membuat Kirana sekali lagi mengguncang tubuh Aiden.

"Aiden, jawab pertanyaan Mommy! Kenapa Rania belum pulang?" kali ini Kirana berteriak dan berhasil membuat Aiden tersadar sepenuhnya.

Mata Aiden yang tadinya tertutup rapat seketika membelalak dan segera bangun terduduk di atas tempat tidur. 

Aiden baru menyadari satu hal jika dia sudah menyuruh Rania untuk jangan pulang sampai ruangannya bersih. Itu artinya sampai saat ini Rania masih ada di kantor menjalankan hukuman.

Tanpa menjawab pertanyan Kirana, Aiden secepat mungkin menyambar kunci mobil dan juga ponsel, lalu berlari keluar kamar dengan masih memakai piyama tidur berwarna biru tua.

"Aiden, kamu mau ke mana?" Kirana berteriak melihat putranya hendak pergi dari rumah.

Namun, Aiden tak memperdulikan teriakan Kirana yang berulang kali memanggil namanya. Dia terus berlari menuju bagasi dan masuk ke dalam mobil.

Tepat saat menyalakan mesin mobil, sejenak Aiden termenung. Mendadak dia menjadi bimbang untuk menjemput Rania atau tidak.

Kalau aku menjemput Rania, nanti dia kira aku perhatian padanya. Gumam Aiden di dalam hati.

Setelah beberapa saat berlalu, Aiden memutuskan untuk mematikan kembali mesin mobil, lalu menelepon Abe.

"Abe, kamu jemput Rania di kantor dan antar dia sampai rumah!" perintah Aiden begitu telepon terhubung.

"Kenapa tidak Tuan sendiri yang menjemput Rania?" Abe bertanya dengan suara sangat pelan.

Sebenarnya Abe hanya sedang menggumam pada dirinya sendiri tapi tak disangka kalau Aiden mendengar ucapannya.

"Hai, aku dengar itu, Abe!" teriak Aiden dengan mulut berada persis di depan layar ponsel.

"I-iya, maaf, Tuan. Saya akan segera laksanakan tugas dari Tuan Aiden."

Tut.

Aiden keluar dari mobil setelah menutup telepon. Bersamaan dengan Kirana yang datang menghampiri.

"Rania akan diantar oleh Abe. Jadi Mommy tidak perlu khawatir," ucap Aiden bernada malas. Lalu melangkah melewati Kirana.

Terpopuler

Comments

Novianti Ratnasari

Novianti Ratnasari

bentar lagi juga bucin

2022-12-09

1

Yurniati

Yurniati

lanjut thorr,,,,,
tetap semangat thorr

2022-11-05

1

Yurniati

Yurniati

buat bucin thorr Aiden nya,,,,,

2022-11-05

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!