Carlos melangkah di antara para karyawan Irawan Group yang berjibaku dengan komputer dan hilir mudik membawa setumpuk berkas. Di tangan Carlos tergenggam sebuah paper bag.
Carlos melirik paper bag itu sekilas, lalu mengulum sebuah senyuman tipis. Langkah kaki Carlos membawanya sampai ke ruangan Aiden dan tanpa diminta, dia duduk santai di sofa.
Sementara sang empunya ruangan itu hanya mendengus sebal sebab kedatangan tamu yang asal masuk dan duduk seenaknya saja.
"Bro, bisa tolong panggilkan Rania? Aku ada perlu dengannya," kata Carlos santai.
"Kamu pikir ruanganku ini cafe yang bisa dijadikan tempat pertemuaan?" sahut Aiden ketus. "Kamu telepon saja Rania!"
"Itu masalahnya, Bro. Aku tidak punya nomornya. Sekarang kamu panggilkan Rania! Setelah aku berbicara dengannya, aku akan pergi dari sini segera."
Aiden mengangkat gagang telepon kantor untuk menghubungi Rania dan meminta wanita itu datang ke ruangannya.
Tak lama, pintu terkuak dan Rania masuk dengan wajah yang keheranan. Terlebih saat melihat Carlos yang sedang duduk memandangnya.
Lantas Carlos pun menepuk ruang kosong di sampingnya. Meminta agar Rania duduk.
Selanjutnya, Carlos memberikan paper bag kepada Rania yang sempat melirik isi paper bag itu, lalu menatap Carlos dengan dahi mengerut.
"Aku belikan gaun untuk kamu pakai di acara makan malam kita nanti," ucap Carlos mengerti akan kebingungan yang dialami Rania.
"Tapi, Tuan…"
"Jangan panggil aku Tuan," Carlos memotong ucapan Rania. "Panggil Carlos saja!"
Rania tersenyum dan berkata, "Baik, terima kasih, Carlos saja."
Sontak perkataan polos Rania itu berhasil membuat Carlos tertawa dan Aiden yang duduk di kursi kebesarannya terlihat mengeratkan rahang.
"Ngomong-ngomong aku tahu kenapa orang tuamu memberi nama Carlos," bibir Rania melengkungkan senyum sedangkan Carlos mengerutkan dahi.
"Why?"
"Karena… saat kamu lahir, orang tuamu kehilangan mobil. Makanya kamu diberi nama Car loss."
Suara tawa yang dipaksakan menggema di penjuru ruangan tapi bukan Carlos ataupun Rania yang tergelak melainkan Aiden dengan sorot matanya yang tajam.
"Tidak lucu," cemooh Aiden.
Carlos sendiri hanya mengangkat bahu dan berpaling pada Rania. Dia lebih memilih mengabaikan Aiden dan kembali melanjutkan pembicaraan dengan Rania.
"Satu lagi!" Carlos mengeluarkan ponsel. "Aku belum minta nomor mu."
Rania menerima ponsel Carlos dan mengetikkan deretan nomor telepon. Setelah itu mengembalikan ponsel kepada sang pemiliknya.
Rania langsung undur diri begitu merasakan hawa mencekam yang memenuhi ruangan. Dengan membawa paper bag yang diberikan Carlos, Rania berjalan dengan langkah yang lebar meninggalkan ruangan.
Sementara itu, senyum sumringah tak pernah pudar dari bibir Carlos. Dia bersiul riang dan menghampiri Aiden.
"Kamu mengajak kencan Rania? Aku tidak menyangka seleramu kini berubah kepada seorang gadis culun, ceroboh dan lugu," Aiden menyeringai mengejek Carlos.
Akan tetapi teman lama Aiden itu justru menghela nafas. Seolah tidak memperdulikan cemoohan Aiden dan sama sekali tidak tersulut emosi.
"Open your eyes, Aiden. Bagiku Rania itu wanita yang cantik, unik, lucu dan yang terpenting…" Carlos sedikit menurunkan kacamata hitamnya untuk memperlihatkan satu mata yang berkedip nakal. "She's still a virgin."
Detik berikutnya, Aiden bangkit berdiri dan meremas kerah jas Carlos sangat kuat. Menarik pria itu untuk lebih mendekat ke wajahnya yang kini mengerut marah.
"Kau! Jangan berbuat macam-macam padanya!" kedua manik mata Aiden menyorot kemarahan dan dia berdesis penuh ancaman. "Or i will kill you!"
Carlos tergelak sekaligus menghempaskan tangan cengkraman Aiden dari kerah jasnya. Dia mengibaskan tangan seperti sedang mengusir lalat.
"Calm down, Dude! Aku hanya bercanda. Kenapa kamu serius sekali?"
Tanpa perlu mendapat jawaban dari Aiden, Carlos berlalu pergi dengan hati yang bahagia dan tak sabar menunggu waktu malam tiba.
Suasana hati Carlos berbanding terbalik dengan Aiden yang masih menyimpan api amarah di dalam dada. Dia masih berdiri termangu dan kedua tangan terkepal kuat.
Kemudian, hanya dengan satu gerakan, Aiden menghempaskan semua barang-barang yang ada di meja kerja hingga semuanya berjatuhan di lantai.
Abe yang mendengar keributan dari dalam ruangan Aiden pun langsung melesat masuk. Wajah asisten pribadi itu mengerut melihat barang-barang -termasuk laptop mahal dan dokumen penting- berserakan di lantai.
Lalu Abe mendongak menatap Aiden dengan nafas memburu serta dada yang naik turun seperti banteng sedang mengamuk.
Setahu Abe, Rania dan Carlos baru saja keluar dari ruangan. Setelah itu Aiden marah-marah tidak jelas. Sehingga Abe menyimpulkan jika bosnya itu sedang terbakar api cemburu.
"Ada apa, Bos?" Abe memberanikan diri untuk bertanya.
Kini Abe tertular Rania memanggil Aiden dengan sapaan 'Bos' bukan 'Tuan'.
"Tidak," jawab Aiden singkat dengan wajah yang masih menggeram sebal.
"Bos cemburu pada Rania dan Carlos?"
Mata Aiden mendelik seketika dan melempar pandangan pada Abe.
"Siapa yang cemburu? Aku tidak cemburu!"
Kemudian Aiden melesat keluar dan berganti ke ruangan sekretaris. Di sana baik Rania maupun Bella terlonjak kaget saat Aiden masuk dengan membanting pintu.
Langkah kaki Aiden mengarah ke meja kerja Rania. Dia membungkukkan badan dengan memasang wajah penuh amarah.
"Aku memberimu tugas untuk membuat rancangan proyek baru dan harus sudah dipresentasikan minggu besok!" ucap Aiden menatap tajam Rania.
Bella yang ikut mendengar, langsung menyunggingkan senyuman. Pasalnya dia yakin jika Rania pasti akan kewalahan.
Sementara Aiden menyeringai tipis. Usahanya agar Rania gagal berkencan dengan Carlos pasti akan berhasil kali ini.
Rania membalas tatapan Aiden. Lalu mengangguk mantap. Dia sama sekali tidak takut ataupun mengeluh karena bagi Rania ini adalah kesempatan untuk membuktikan jika dia bisa bekerja dengan baik.
*
*
*
Mulai hari itu juga Rania bekerja lembur. Begitu pula Aiden yang sengaja berlama-lama di kantor agar bisa mengawasi Rania.
Namun, tepat pukul tujuh malam, melalui tayangan cctv, Aiden melihat Rania keluar dari ruangannya dan telah memakai gaun yang dibelikan oleh Carlos.
Gaun merah dengan kerah model v-neck yang sangat rendah hingga hampir memperlihatkan belahan dada.
Aiden mendengus kesal. Segera dia pun keluar dari ruangannya untuk menyusul Rania.
Ketika berada tepat di belakang Rania, Aiden memutar bahu gadis itu secara paksa. Membuat Rania memekik kaget.
"Kau tidak boleh pergi dengannya!" titah Aiden mencengkram bahu Rania sangat kuat.
"Kenapa? Bos tidak berhak mengatur kehidupan pribadi saya!" Rania berusaha membebaskan diri namun, percuma.
Tatapan Aiden mendadak berubah nanar. Tapi sayangnya Rania tidak melihat ke arah mata Aiden.
"Rania, kamu jangan terlalu polos atau kamu hanya akan dipermainkan oleh Carlos."
"Apa pedulinya Bos jika aku dipermainkan?" Rania bertanya.
"Karena aku…"
"Rania," panggilan dari Carlos memotong perkataan yang hendak Aiden lontarkan.
Sekaligus mengalihkan perhatian Rania yang kini menoleh dan tetsenyum pada Carlos. Rania buru-buru membebaskan diri begitu cengkraman tangan Aiden melonggar.
Carlos yang berjalan menghampiri Rania, langsung menggandeng tangan wanita itu untuk menuntunnya keluar dari gedung yang telah sepi.
Aiden yang seakan tidak dianggap keberadaannya, menatap dua punggung yang semakin menjauh.
Rania dan Carlos berjalan beriringan sambil mengobrol santai yang entah kenapa membuat dada Aiden terasa panas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
TePe
kannnn
2023-04-25
0