3. Sekretaris Bayangan

"Ibu, Rania pulang."

Rania berteriak saat menerobos pintu depan rumah. Wajah bahagia tak dapat dia sembunyikan dan ingin sekali dia ceritakan pada sang ibu akan apa yang terjadi hari ini.

Langkah kaki Rania menuntunnya menuju ke dapur. Di mana Ajeng, ibu Rania, biasa memasak katering yang menjadi usahanya dalam mencari pundi-pundi rupiah.

Rania langsung memeluk erat Ajeng dari belakang. Tak peduli jika ibunya itu sedang berjibaku dengan bahan masakan.

"Ibu, coba tebak kenapa aku baru pulang?"

Ajeng melirik putri sulungnya sejenak, lalu kembali fokus pada masakan di wajan.

"Apa kamu diterima bekerja?" tebak Ajeng.

"Yups, betul."

Rania berjingkrak girang tapi respons dari Ajeng tampak biasa saja, membuat senyum Rania memudar seketika.

"Apa Ibu tidak senang aku bekerja?"

"Mana mungkin Ibu tidak senang," Ajeng melirik Rania dan membalas senyuman Rania. "Kamu diterima bekerja di mana?"

"Aku bekerja di Irawan Group sebagai sekretaris CEO, Bu," pekik Rania sangat riang sampai kembali berjingkrak seperti anak kecil.

"Selamat ya, Nak. Sebagai hadiah karena kamu tidak lagi menjadi pengangguran, Ibu akan berikan kamu piring kotor. Tolong dicuci ya?"

Seketika Rania memanyunkan bibir. Bukannya makanan enak sebagai hadiah, malah mendapatkan setumpuk piring kotor.

Akan tetapi Rania tak mempermasalahkan hal itu. Sebab dia tahu Ajeng jauh lebih lelah dari dirinya, mengingat sang ibu adalah seorang orang tua tunggal yang harus menafkahi dua orang putri.

"Ah, aku senang, Bu, karena aku bisa membuktikan jika aku bisa bekerja karena kemampuan diriku sendiri. Bukan karena ada orang dalam," tutur Rania saat sibuk menggosok spons ke piring kotor.

Ajeng yang mendengar ucapan anaknya, mendadak menghentikan pergerakan tangan sesaat. Dia melirik Rania dengan tatapan bersalah.

Akan tetapi, Ajeng kembali mengingatkan pada diri sendiri jika semua itu dia lakukan demi kebaikan Rania juga.

Lamunan Ajeng melayang pada pertemuannya dengan ibu Aiden, Kirana, beberapa hari yang lalu. Setelah lama tak berjumpa, mereka tak sengaja bertemu sebuah pusat perbelanjaan.

Di saat itulah, Ajeng meminta bantuan Kirana untuk menerima Rania untuk bekerja di perusahaan milik keluarga Kirana yang kini dipimpin oleh Aiden.

Di waktu yang sama namun berbeda tempat, Aiden melenggang melintasi halaman belakang rumah. Tatapan pria itu selalu sama di mana pun dia berada. Tajam dan dingin.

Bahkan pada seorang wanita cantik yang tengah duduk di bangku taman sambil membaca buku. Wanita itu mendongak, menyadari kedatangan putranya.

"Aiden," panggil Kirana dengan bibir yang merekahkan senyuman.

"Mom, kenapa Mommy memaksa aku memperkerjakan gadis culun, payah, dan bodoh itu untuk bekerja sebagai sekretarisku?" protes Aiden to the point.

Aiden memang selalu tidak suka berbasa-basi pada orang lain. Jika dia ingin mengatakan sesuatu, pasti akan membahas langsung ke inti permasalahan.

Terlebih jika emosinya sedang tidak terkendali seperti saat ini.

Dengan sabar, Kirana masih bisa tersenyum dan menepuk ruang kosong di sampingnya.

"Duduk, Nak!"

Aiden menghela nafas, sebelum akhirnya duduk di samping ibunya.

"Mom, aku tidak mau gadis culun itu menjadi sekretarisku. Pokoknya besok aku akan memecat dia. Titik," protes Aiden penuh penekanan pada setiap katanya.

"Aiden, ibunya Rania pernah menolong Mommy. Dia itu seorang janda dua anak. Mereka hidup pas-pasan, apa kamu tidak kasihan pada mereka?"

Aiden melirik sebal pada Kirana, lalu membuang muka menatap deretan tanaman mawar yang terawat rapi di sampingnya.

"Aku lebih kasihan pada diriku sendiri."

"Rania itu masih perlu banyak belajar. Jadi kamu harus bersabar. Mommy yakin, dia bisa menjadi sekretaris yang bisa kamu andalkan."

Aiden mendengus, tak yakin jika seorang Rania dapat menjadi sekretaris seperti yang Kirana katakan.

"Dia terlalu bodoh untuk diajari."

Kirana hanya menanggapi dengan senyuman, lalu dengan santai menjawab, "Ingat kesepakatan kita Aiden, jika kamu memecat Rania, maka Mommy akan…"

Aiden berdecak. Dia tahu Kirana pasti akan membahas masalah yang satu ini.

"Ya, ya, aku tahu," sejenak Aiden menarik nafas. "Baik, aku tidak akan memecat Rania tapi lebih tepatnya membuat dia mengundurkan diri. Aku tidak suka jika ada tindakan nepotisme di perusahaan Irawan Group."

Aiden bangkit dari duduknya, melangkah melintasi taman belakang, dan masuk ke dalam kamarnya.

Di kamar, Aiden berjalan mondar-mandir dengan sesekali mengacak rambut memikirkan cara agar sekretarisnya bukan lagi Rania. Lalu tiba-tiba Aiden menjentikkan jari pertanda dia menemukan sebuah ide cemerlang.

Segera Aiden menyambar ponsel yang ada di atas nakas untuk menghubungi Abe.

"Abe, perkerjakan seseorang yang berkompeten untuk menjadi sekretarisku. Mulai besok dia sudah harus bekerja di kantor."

Tut.

Tanpa perlu mendengar jawaban dari Abe, panggilan telepon sudah dimatikan terlebih dahulu oleh Aiden.

Kemudian, pria bermanik mata hitam itu bisa sedikit bernafas lega dan melangkah menuju kamar mandi.

Keesokan paginya.

"Rania, kamu dipanggil ke ruangan Tuan Aiden," ucap Abe saat Rania baru saja melewati pintu masuk gedung Irawan Group.

"Ada apa? Apa karena aku terlambat bekerja?" Rania melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan.

Ya, dia memang terlambat bekerja sepuluh menit sebab tadi dia harus mengantar katering pesanan ibunya.

Abe hanya mengangkat bahu yang mengartikan jika dia pun tidak tahu.

Dengan rasa penuh gelisah di setiap langkah, Rania berjalan menuju ruangan Aiden. Rania membuka pintu dan mendapati di ruangan itu Aiden sedang bersama seorang wanita cantik.

Harus Rania akui wanita itu sangat cantik dengan rambut panjang yang digelung rapi serta setelan blazer yang juga tak kalah rapi.

Melihat penampilan wanita itu membuat Rania refleks melirik pada penampilannya sendiri. Di mana dia hanya memakai kemeja putih polos dan rok hitam selutut yang kusut belum sempat disetrika.

Belum lagi flatshoes butut yang dipakai Rania sungguh memperburuk penampilannya. Berbeda dari sepatu hak tinggi mengkilap yang terpasang di kaki jenjang wanita itu.

"Kau terlambat dua belas menit tiga puluh dua detik," kata Aiden yang sedang duduk di kursi kebesarannya, memandang Rania penuh ancaman.

"Berarti sejak tadi, Bos menungguku?" Rania bertanya mengembangkan senyum lebar dan merasa tersanjung karena Aiden memperhatikannya.

"Aku peringatkan jika kamu terlambat lagi, kamu akan dipecat!" bentak Aiden yang kemudian menghempaskan punggung ke sandaran kursi.

"Baik, Bos. Aku akan berusaha tepat waktu. Tadi itu saya…"

"Aku tidak butuh alasan. Sekarang, buatkan aku kopi!"

"Baik, Tuan. Saya akan buatkan kopi untuk Anda."

Bukan Rania yang menyahut, melainkan wanita cantik yang sejak tadi bersama Aiden. Lantas wanita itu pun berjalan keluar ruangan untuk membuatkan kopi seperti apa yang diperintahkan.

Rania melirik pada punggung wanita cantik sebelum akhirnya menghilang di balik pintu. Kemudian, sambil mengerutkan alis, Rania melempar pandangan pada Aiden.

"Bos, siapa wanita itu?"

"Dia sekretarisku."

Wajah Rania semakin mengerut bingung.

"Kalau dia sekretaris, lalu aku apa?" Rania menunjuk dirinya sendiri.

Sejenak Aiden diam melayangkan tatapan tajam yang beradu dengan sorot mata penuh tanda tanya dari Rania.

"Apa itu artinya aku dipecat, Bos?"

Aiden tersenyum tipis namun penuh arti, dan berkata, "Posisimu di sini hanya sekedar sekretaris bayangan."

Terpopuler

Comments

Sunarti

Sunarti

sekretaris bayangan trs kerjanya gimana

2023-10-24

0

💗vanilla💗🎶

💗vanilla💗🎶

br mampir ni thor 😁

2023-09-10

1

TePe

TePe

seru nihh

2023-04-25

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!