2. Tugas Pertama

Bagaimana tidak tercengang? Ini kali pertama Rania berada secara langsung di sebuah ruangan rapat maha luas dengan dinding kaca yang memperlihatkan pemandangan gedung-gedung bertingkat.

Aiden hanya melirik dengan pandangan mencemooh pada Rania yang mulutnya menganga lebar dan segera Aiden melangkahkan kaki memasuki ruangan.

Para karyawan yang sejak tadi menunggu Aiden, serempak berdiri dan menganggukkan kepala sebagai tanda hormat.

Rania terus mengekori Aiden hingga pria itu duduk di kursi kebesarannya yang terletak di ujung meja. Lalu dia duduk di kursi kosong yang sempat ditunjuk oleh Aiden.

Begitu pula para peserta rapat yang juga kembali duduk di kursinya masing-masing.

"Tugasmu kali ini mencatat hasil rapat kita bersama tim marketing," kata Aiden menatap Rania yang sedang dilanda gugup.

"Baik, Bos."

"Kalau begitu kita langsung saja mulai rapat hari ini."

Rapat pun dimulai. Semua orang mengikutinya dengan serius, kecuali Rania.

Sebab gadis itu masih belum percaya dirinya menjadi seorang sekretaris CEO dan ditambah lagi dia diizinkan untuk langsung bekerja.

Rania bertopang dagu sambil terus melengkungkan senyuman. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Rasa takjub tak bisa Rania sembunyikan dari wajahnya.

Dari tempat duduknya, Rania hanya perlu melirik ke jendela untuk melihat pemandangan arus jalanan kota yang berada tepat di bawah sana.

Kalau ruang rapat saja sudah sebagus ini, bagaimana dengan ruangan CEO ya? Gumam Rania dalam hati.

Sudah dapat dibayangkan gaji Rania yang pasti bernilai fantastis. Membayangkan saja sudah membuat Rania senyum-senyum sendiri.

Pikiran Rania melayang entah ke mana hingga dia tak sadar jika sejak tadi tak mencatat satu pun kata dari rapat yang sedang berlangsung. Bahkan Rania seolah mengabaikan orang-orang yang berada di ruangan itu.

Telinga Rania seolah tuli, tak mendengar apa pun kecuali suara Aiden yang sesekali menanggapi presentasi karyawannya.

"Ehem,"

Suara deheman mengganggu lamunan Rania. Dia terkesiap dan menoleh pada Aiden yang menatap tajam padanya.

Sontak Rania sadar jika saat ini dirinya menjadi pusat perhatian semua orang di ruang rapat.

Kemudian, Rania pun menerbitkan senyum, memamerkan giginya yang memakai behel, untuk menutupi rasa gugup yang melanda.

"Rania, bacakan hasil rapat kita kali ini!" perintah Aiden membuat jantung Rania berdegup kencang.

Seketika Rania menunduk melihat buku catatan yang terbuka lebar tapi tak ada satu kata pun di atas kertas.

Rasa gugup semakin melanda hingga rasanya Rania ingin sekali berteriak mengutuki kebodohannya.

"Ayo, cepat bacakan hasil rapatnya, Rania!" bentak Aiden menaikkan nada suaranya satu oktaf.

Rania tergugu tak dapat berbicara.

"Sejak tadi kamu tidak mencatat?" Aiden bertanya yang dia sendiri tahu jawabannya karena dari tempat duduknya dia dapat melihat buku catatan Rania yang kosong melompong.

Tak dapat bersuara, menjadikan Rania hanya menggelengkan kepala.

Brak.

Aiden menggebrak meja menjadikan semua orang terlonjak kaget. Seketika suasana di ruangan menjadi hening mencekam.

Semua karyawan peserta rapat tahu jika Tuan Aiden sangat tidak suka adanya kesalahan dalam bekerja meskipun itu hanya kesalahan sepele.

Aiden mengibaskan tangan memberi isyarat pada Rania agar gadis itu mengikutinya.

Kemudian, Aiden membawa Rania ke ruangannya, di ruangan paling atas gedung Irawan Group. Di sana sudah ada seorang pria yang menundukkan kepala begitu Aiden masuk.

Rania tak tahu dia siapa tapi satu yang pasti dia juga seorang bawahan dari Aiden Abimanyu.

"Beritahu dia, apa saja tugas seorang sekretaris!" kata Aiden terkesan cuek sambil menghempaskan diri di kursi kerjanya.

Pria yang diperintahkan Aiden mengangguk, melempar pandangan pada Rania dan tersenyum sambil mengulurkan tangan.

"Sebelumnya perkenalkan aku Abe, asisten pribadi Tuan Aiden."

Rania menerima uluran tangan Abe dengan senyum merekah di bibir.

"Aku Rania. Aku tahu siapa nama panjangmu?"

Abe mengerutkan alis tak percaya. "Sungguh?"

Rania menganggukkan kepala mantap. "Nama panjangmu pasti Abe… cdefghijklmnopqrstuvwxyz."

Gelak tawa langsung pecah dari mulut Abe tapi berhenti seketika saat menyadari Aiden menatap tajam padanya.

"Siapa yang mengizinkan kamu tertawa?" Aiden bertanya dengan mata mendelik.

Abe pun menggelengkan kepala. Sebelum urusan semakin panjang, dia segera mengambil berkas yang berisikan job desk seorang sekretaris.

Kemudian diserahkan berkas itu pada Rania untuk dibaca dan dipahami.

“Baca dan hafalkan dalam waktu tiga menit!” titah Aiden dari tempat duduknya.

“Hah? Lima menit? Tapi Bos...” Rania terkesiap dan ingin protes.

“Dimulai dari sekarang!” kata Aiden yang tidak mau mendengar protes dari Rania.

Tak ada pilihan, Rania pun membaca cepat berkas yang di tangannya. Rasa gugup langsung melanda tapi Rania mengambil nafas sejenak.

Secara keseluruhan, tugas sekretaris yang tercatat di berkas itu sama seperti tugas seorang sekretaris pada umumnya. Sehingga Rania hanya mengangguk setelah paham akan konsep.

“Waktu habis,” Aiden berkata sambil melirik jam tangan. Lalu mengalihkan pandangan pada Rania. “Sekarang sebutkan apa saja tugas sekretaris?”

Dengan percaya diri, Rania menjelaskan tugas sekretaris dengan kata-kata yang dia rangkai sendiri tanpa mengubah inti dari berkas yang tadi sudah dia baca.

Aiden melengkungkan satu sudut bibirnya. Dalam hati dia cukup puas dengan daya ingat Rania meski dia tak mau mengatakan secara langsung.

“Baik, karena kemampuanmu kamu masih bisa bekerja di sini,” ujar Aiden begitu Rania selesai berbicara. “Tapi kamu harus tetap bertanggung jawab karena telah membuat jas kesayanganku kotor.”

“Oh kalau masalah jas, saya pasti akan bertanggung jawab membersihkan jas milik Bos.”

Rania mengulurkan tangan siap menerima jas biru tua yang telah kotor akibat kecerobohannya.

Namun, bukannya menyerahkan secara baik-baik, Aiden justru melemparkan jas itu yang kemudian mendarat tepat di kepala Rania.

Sabar, Rania, sabar. Bos mu itu memang menyebalkan tapi jangan sampai kamu menyerah, karena mencari pekerjaan itu susah.

Rania membatin menyemangati dirinya sendiri. Dia menarik nafas panjang untuk meredakan emosinya sekaligus membuat dia mencium semerbak aroma parfum dari jas Aiden.

Kemudian Rania pun menyingkirkan jas itu dari kepalanya.

“Bersihkan dan jangan buat rusak! Karena uang gajimu selama satu bulan pun tidak dapat mengganti jas itu,” Aiden berkata yang hanya dimaksudkan agar Rania berhati-hati dengan jas kesayangannya.

Ish, sombong sekali dia itu. Untung saja dia tampan. Kata Rania yang hanya diucapkan dalam hati.

“Hai, kamu dengar tidak?” Aiden membentak ketika melihat Rania yang diam saja.

“I-iya, Bos. Saya dengar.”

Detik berikutnya, Aiden membuang muka dengan menerbitkan seringai di bibir. Jujur dia malas memiliki sekretaris seperti Rania.

Kalau bukan karena Mommy, aku tidak sudi punya sekretaris culun seperti dia. Ck, abaikan saja. Nanti juga dia akan menyerah dengan sendirinya.

Terpopuler

Comments

Sunarti

Sunarti

blm apa " sdh menyepelekan Rania dan memandang rendah

2023-10-24

1

Arya Adikara

Arya Adikara

hahahaha.... kirain akan di siksa dulu spt membersihkan ruangan /kamar madi dan lainya ternyata dugaanku salah... kirain seperti novel" lain. akan ku lanjutkan membaca siapa tau lebih seru

2023-07-23

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!