Ch. 19 >> Semakin buruk

Pertarungan antara Bima dan Bara akhirnya berhenti. Pria yang menghentikan pertarungan mereka mendekat. Dia, adalah Raja Alfonso. Ayah dari Bima dan Bara. Bila Bima menundukkan pandangannya, maka Bara justru membuang muka.

"Kali ini, apalagi yang kalian rebutkan sampai melakukan pertarungan?" tanya Raja.

Tidak ada yang menjawab. Keduanya memilih bungkam.

"Bukankah gadis itu sudah memilih Bima? Apa kau tetap menginginkannya?" tanya Raja lebih lanjut.

"Tidak, Ayah," elak Bara.

"Raja! Kita, sedang berada di luar rumah. Kau tidak bisa seenaknya menyebutku 'ayah'!" Raja alfonso memperingatkan Bara.

"Maaf," ucap Bara lirih.

Di tengah obrolan antara ayah dan kakaknya, Bima merasa ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Ia mencoba tetap bertahan, meski sejujurnya, terasa sulit.

Keringat sebesar bulir jagung, mengalir deras di punggung pria itu. Beruntung, dia menundukkan wajah, hingga tak ada yang bisa melihat wajahnya.

Sial! Apa yang terjadi dengan tubuhku? Tidak mungkin hanya karena pukulan Bara. Apa sesuatu terjadi pada Tresi? Tidak! Semoga saja, hanya perasaanku.

Namun, semakin lama tubuhnya semakin melemas. Sampai pada akhirnya, Bima jatuh tersungkur.

"Patrick, bawa Bima ke tempat para tetua. Aku akan menyusulmu," titah Raja.

"Baik, Raja."

Patrick segera membawa Bima ke tempat yang diperintahkan oleh Raja Alfonso. Tidak butuh waktu lama, mereka tiba di pondok para tetua. Ia pun meletakkan Bima di atas dipan yang tersedia di sana. Wajah Bima terlihat pucat. Seakan, ia tengah merasakan sakit yang teramat sangat.

Sementara itu, ditempat yang berbeda, Emi masuk ke kamar yang Tresi tempati. Membawakannya makanan. Gadis itu semakin mengkhawatir kondisi Tresi. Dari hari ke hari, tubuh Tresi semakin lemah. Wajahnya pun, terlihat pucat.

"Tres, bangun. Makan dulu, ya," pinta Emi.

Tresi membuka matanya dan mengerjap perlahan. "Em, gue kenapa, ya? Badan gue gak ngerasain sakit, tapi kenapa lemas begini, ya?" tanyanya lirih.

"Ya udah, kita ke dokter lagi, ya. Biar dokter bisa lihat kondisi Lo," bujuk Emi.

"Sekarang ayo bangun. Makan dulu."

Tresi berusaha mendudukkan diri dibantu oleh Emi. Melihat kondisi sahabatnya yang lemah, membuat Emi berinisiatif untuk menyuapinya.

Makan, biasa. Tidur, juga biasa. Tapi, kenapa Tresi bisa sakit begini, ya?

Semangkuk bubur ayam, sudah berpindah ke dalam perut Tresi. "Terima kasih, ya, Em," ucap Tresi tulus.

"Sama-sama. Ayo, gue bantu siap-siap." Emi membantu Tresi mengganti pakaian.

Selesai bersiap, mereka segera mengunjungi dokter. Untungnya, tidak banyak orang yang berobat di sana, hingga Tresi tak harus menunggu lama. Emi, merasa lega.

***

"Dari hasil pemeriksaan, tidak ada yang salah dengan tubuh, Nona," ucap dokter yang memeriksa Tresi.

"Lalu, kenapa teman saya seperti ini, ya, Dok?" Emi semakin bingung melihat keadaan Tresi.

Dokter sudah memeriksa tubuh sahabatnya, tetapi tidak ada yang salah. Ada apa ini?

"Sepertinya, kita harus mengobservasinya. Jika tidak keberatan, biarkan Nona Tresi menginap beberapa hari."

Emi terlihat dilema. Pasalnya, ia pun harus menghadiri kuliah. Namun, demi kesehatan Tresi, Emi akan membiarkannya di rawat. Setelah mengurus segala administrasi, Tresi pun dipindahkan ke ruang rawat. Seorang perawat memasangkan infus di lengan Tresi.

Tak lama kemudian, Tresi kembali jatuh tertidur. Emi mendesah lelah. Ia tidak tahu cara menghubungi Bima tentang kondisi Tresi. Mendatanginya ke hutan, hanya akan dianggap menyerahkan diri sebagai santapan para serigala liar.

"Gimana caranya gue bilang ke Bima, ya?"

***

Di pondok tempat para tetua tinggal, Patrick masih menunggu tetua memeriksa Bima. Terdengar helaan napas kasar, dari salah seorang di antara para tetua.

"Tinggalkan saja. Pangeran Bima, butuh pengobatan cukup lama," pinta seorang tetua.

"Baik, Tetua." Patrick segera berlalu dari sana.

Setelah memastikan Patrick menjauh, tetua itu membangunkan Bima. Perlahan, Bima membuka matanya.

"Di mana aku?" tanyanya.

"Di pondok," jawab tetua yang tengah menuangkan air.

"Minum ini!"

Bima menerima air itu dan menenggaknya hingga tandas. Bima mengernyit, saat merasakan pahit di mulutnya.

"Sejak kapan kau kehilangan mutiaramu?"

Bima tertegun sesaat. Ia tak menyangka, para tetua bisa mengetahuinya secepat itu.

"Beberapa bulan yang lalu. "

"Bagaimana bisa mutiara itu berpindah?"

"Aku sendiri tidak tahu. Apakah tetua memiliki cara mengambilnya kembali?"

"Sayangnya, orang yang mengambil mutiaramu, harus mati. Baru mutiara itu kembali padamu."

Bima terperanjat. Mungkinkah Tresi akan mati karena mutiara itu? Rasa cemas mulai melandanya. Bima ingin kembali. Namun, ia tak bisa. Kondisi tubuhnya pun, sedang tidak baik-baik saja.

Tresi, apa kau baik-baik saja? Kenapa aku begitu merindukanmu? Firasatku pun tak enak. Tresi, kumohon bertahanlah sampai aku datang, doa Bima dalam hati.

Bima menitikkan air mata, tanpa ia ketahui. Pertanyaan dari tetua, membuatnya tersadar dari lamunan.

"Apa yang mengambilnya dari kelompok Rogue?"

"Bukan," jawab Bima lirih.

Para tetua saling bertukar pandang. "Lalu?" tanya salah satu dari mereka.

"Manusia biasa."

Keempat tetua yang ada di sana membelalak kaget. "Bahaya! Manusia itu pasti akan mati. Jika sudah lewat tiga bulan, maka saat ini energinya pasti sudah terkuras habis. Hanya tinggal menanti akhirnya saja."

"Tidak! Itu tidak mungkin!" Bima seakan tak rela, bila Tresi mati karena dirinya.

"Sayangnya, itu benar!"

Bima menangis kencang, mendengar pernyataan dari para tetua. Ia tak menyangka, takdir akan memisahkan mereka dengan kejam. Kenyataan bahwa mereka berbeda saja, sudah membuat Bima frustasi. Kini, Bima harus mendengar, bahwa waktu Tresi, tidak akan lama lagi.

"Tetua, tolong pulihkan aku secepatnya. Aku harus bertemu dengannya," pinta Bima dengan mengiba.

"Kau tidak akan pergi kemana-mana!"

"Tidak, Raja. Aku harus menemui dia. Aku tidak bisa kehilangan dia!"

Bima menentang keinginan Raja. Baginya, Tresi jauh lebih penting dari kerajaan saat ini.

"Kalau kau ingin dia mati, pergilah!"

***

Sambil nunggu aku up, mampir ke karya ini yuk

Dewi Arumi adalah seorang Dewi yang sangat cantik, pintar dan mempunyai ilmu sihir yang bisa merubah bentuknya sesuai apa yang diinginkannya dan bisa merubah benda mati menjadi hidup sesuai yang diinginkan oleh Dewi Arumi.

Hingga suatu ketika Dewi Arumi melakukan kesalahan besar hingga dirinya di sihir menjadi Putri Pokemon dan di buang ke bumi.

Dewi Arumi bisa berubah wujudnya asalkan melakukan 1000 kebaikan tanpa menggunakan sihir. Apakah usahanya berhasil?

Ikuti yuk novelku yang ke 33

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!