Ch. 12 >> Kembali pada Bima

Bima menghampiri Tresi dan Emi. Kedua gadis itu memaksa senyum mereka. Tresi bahkan merasa sedikit gemetar melihat Bima yang semakin dekat.

"Hai," sapa Bima.

"Hai." Tresi dan Emi menyapa Bima kembali dengan nada lirih.

"Maaf, ya. Beberapa hari lalu, aku pergi begitu saja," ucap Bima.

Pria itu belum menyadari, bila Tresi sudah mengetahui identitas Bima yang sebenarnya. Karena itulah, Bima masih bersikap biasa saja.

"Maaf, aku mau bawa Tresi pergi dulu, ya." Bima mengambil jemari Tresi. Kemudian, menariknya pelan.

"Bim, aku masih ada tugas. Nanti aku langsung pulang, kok," tolak Tresi halus. Ia pun menarik tangannya dari genggaman Bima.

Jika Emi mengerti maksud tersirat dari kata-kata Tresi, maka Bima sebaliknya. Yang ia tahu, kekasihnya itu mengatakan yang sebenarnya.

"Ya, udah. Aku duluan, ya. Jangan pulang terlambat! Aku akan masak untuk kamu." Bima menoleh ujung hidung Tresi sebelum pergi.

Tresi mengedipkan matanya cepat. Merasa tidak percaya dengan yang ia dengar. Pasalnya, Bima tidak pernah sekali pun memasak. Pria itu, terbilang tidak pernah menyentuh bagian dapur.

Setelah kepergian Bima, Tresi dan Emi menuju kantin untuk sekedar mengisi perut.

"Jadi, waktu lo pergi dari sana, Bima gak tahu?" tanya Emi.

Mereka tengah menunggu makanan yang dipesan.

"Gue, 'kan udah cerita, kenapa mesti diulang?" Tresi merasa kesal, lalu menatap sahabatnya tajam.

Emi hanya tersenyum kikuk. "Sekarang kita tahu, alasan dia kelihatan bodoh. Itu karena dia, emang bukan manusia," ujar Emi.

"Ah, iya juga, ya. Pantesan dia kenal nasi, mau makan aja, liatin cara gue makan dulu," gumam Tresi.

"Terus, sekarang gue harus gimana, Em?"

"Udah, ikutin saran gue. Mending lo balik dulu ke sana. Kita harus tahu alasan dia nahan lo untuk tetap di dekat dia," ujar Emi.

"Kalau dia nerkam gue gimana?" Tresi masih merasa ketakutan. Apalagi, saat mendengar Bima melolong.

"Dodol, lo! Kalau dia mau nerkam lo, kenapa baru sekarang, kenapa gak dari dulu?"

"Iya juga sih," jawab Tresi lirih.

"Oke deh!" Dari raut wajahnya, Tresi terlihat terpaksa.

***

Tiba di rumah yang ia tempati bersama Bima, Tresi menarik napas dalam dan menghelanya berkali-kali. Mencoba menetralkan rasa takut yang kembali menderanya.

Dengan langkah perlahan, Tresi memasuki rumah itu. Ia melangkah lebih dalam. Aroma masakan, menyapa indera penciumannya. Membuat Tresi meneguk salivanya. Tresi mulai mengendus aroma itu, hingga tiba di dapur.

Melihat Bima yang masih serius dengan masakannya, membuat Tresi kembali merasa takut. Belum sempat gadis itu melarikan diri, Bima lebih dulu menyapanya. Membuat wanita itu menghentikan langkahnya.

"Kau sudah datang?" tanya Bima saat melihatnya.

"Ya," jawab Tresi dengan senyum kaku.

Bima mendekatinya. Menuntun gadis itu untuk duduk dan menunggu di meja makan. Bima kembali melanjutkan pekerjaannya. Tidak sampai sepuluh menit, masakan yang dibuat Bima selesai. Pria itu pun menatanya di hadapan Tresi.

Tresi menatap takjub pada makanan itu. Bima, bukan hanya memasak satu jenis makanan, melainkan bermacam-macam.

"Ini, kamu sendiri yang masak?" tanya Tresi.

"Iya. Ayo, kita makan!" Bima mengambil piring Tresi,lalu mengisinya dengan nasi, sayur dan lauk.

"Silakan, dicoba." Bima tersenyum padanya.

Gadis itu mengambil sendok. Mulai menyuapkan makanan ke mulutnya. Tak bisa ia pungkiri, meski ini pertama kalinya bagi Bima memasak, tetapi rasanya cukup enak.

"Bukannya kamu gak pernah masak, ya?" tanya Tresi.

"Iya. Gak enak, ya?"

"Enak, kok."

Tresi kembali menyuapkan makanan itu, hingga habis. Ia bahkan tak ingin menatap Bima terlalu lama. Bima sampai melirik pada dirinya sendiri. Tidak ada yang aneh dengannya. Pria itu bahkan terlihat tampan malam ini. Namun, Tresi masih merasa takut. Bayangan bima yang berubah menjadi seekor serigala, membuat Tresi ingin menjauh dari sana secepatnya.

"Aku … duluan ke kamar, ya," pamit Tresi.

"Iya. Biar aku yang beresin semua."

Tresi melangkah cepat meninggalkan Bima. Pria itu segera membereskan meja makan. Mencuci peralatan masak dan makan sendiri, sebelum akhirnya kembali ke kamar.

Di kamarnya, Tresi segera mengunci pintu. Tubuhnya bergetar hebat. Rasa takut masih menguasai dirinya.

"Gimana caranya biar gak takut, coba?" gerutu Tresi.

Tresi naik ke atas ranjang. Mencoba untuk menutup mata dan tertidur. Berharap esok hari, ia melupakan tentang kejadian beberapa hari yang lalu. Sampai jam menunjukkan pukul tiga pagi, Tresi tak jua mampu menutup matanya. Ia dilanda rasa cemas berlebih.

Sial! Gue gak bisa tidur, gumamnya dalam hati.

Kembali, gadis itu mencoba untuk tidur. Sampai akhirnya, ia terlelap saat jam menunjukkan pukul 04.00. Bunyi alarm yang begitu memejamkan pun tak ia pedulikan. Bahkan, panggilan dari Emi tak ia gubris.

Emi pun memutuskan datang ke rumah itu. Mencari tahu, apakah Bima sungguh melahap Tresi? Gegas, ia menuju ke sana. Tiba di sana, jantung Emi berdegup cepat. Lagi, ia menghubungi Tresi. Rasa khawatir semakin menderanya. Emi pun melangkah masuk.

"Hai, Em," sapa Bima.

Pria itu baru saja akan keluar. Saat membuka pintu, Emi sudah berdiri di sana. Raut wajahnya terlihat begitu terkejut.  Bima terkekeh melihatnya.

"Hai. Tresi ada?"

"Tresi, kayanya masih tidur deh. Aku sudah coba bangunin dia dari tadi. Tapi, gak bangun juga." Bima seakan bisa menebak maksud kedatangan Emi.

"Oh, ok. Biar gue yang bangunin," ucap Emi.

Sama seperti Tresi, Emi pun merasakan ketakutan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Emi pun masuk ke dalam. Menuju kamar yang ditempati Tresi. Pintu kamar sahabatnya itu terkunci.

Ia pun mengetuk pintu kamar itu. "Tres, Tresi," panggil Emi.

Tidak ada sahutan dari dalam sana. Emi mulai merasa cemas. Bima menghampiri Emi.

"Belum bangun juga?" tanya Bima.

Hanya gelengan kepala yang Emi berikan. Lo, beneran gak makan sahabat gue, 'kan? Sayang, Emi tak mampu menyuarakannya.

Bima menatap pintu di depannya ini. "Sebentar." Bima turun kembali ke bawah.

Tak lama, pria itu kembali dengan beberapa anak kunci di tangannya. Ia pun mencoba memasukkan salah satu anak kunci tersebut.

"Tidak bisa masuk," ucap Bima lirih.

Semua anak kunci yang ia pegang sudah dicoba. Akan tetapi, tidak satu pun cocok di pintu itu.

"Kayanya, kunci di dalam masih nempel. Jadi, lo gak akan bisa buka dari luar," jelas Emi.

"Oh, begitu, ya. Apa kita masuk dari jendela aja?" pikir Bima.

Bima pun melangkah ke arah balkon. Kemudian, merambati dinding untuk sampai ke jendela kamar Tresi. Ia segera membuka jendela itu, lalu melompat masuk. Benar saja, Tresi masih terlelap di sana. Kondisi kamar gadis ini, terlihat sangat mengenaskan.

"Tresi," panggil Bima.

Pria itu menghampiri Tresi. Berniat ingin membangunkan gadis itu.

"Bangun, Tres. Emi sudah menunggumu di depan," ucap Bima lembut di telinga Tresi.

"Hmm." Hanya gumaman yang terdengar.

"Ayo, bangun. Sudah siang!" seru Bima.

Perlahan, Tresi mulai membuka matanya. Tatapannya terhenti pada sosok Bima yang duduk di pinggir ranjang. Pria itu, menatapnya lembut. Jangan lupakan senyumnya yang manis.

Namun, Tresi justru menjerit kuat. Hal itu, membuat Bima ikut panik. Emi yang berada di depan pintu pun, ikut merasa panik.

"Keluar dari kamar, gue!" pekik Tresi.

Terpopuler

Comments

Aditya HP/bunda lia

Aditya HP/bunda lia

nah lho tresi selow yang ada si babang jadi kaget tuh ...

2022-12-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!