Ch. 7 >> Tatapan berbeda

Bima menepati janjinya. Ia mulai mengantar, serta menjemput Tresi dari kampus. Emi bahkan mulai merasa iri pada sahabatnya sendiri. Melihat wajah murung Emi, ada rasa iba yang membuat Tresi ingin menghiburnya. Namun ia tidak tahu caranya.

"Gue traktir mau gak?" tawar Tresi.

"Traktir apa?" tanya Emi tak semangat.

"Gini, kita udah lama banget, 'kan gak pergi ke club'. Gimana, kalau kita ke club' nanti malam?" ajaknya.

"Terus, lo bawa si Bima? Sama aja boong. Ngenes banget hidup gue sebagai jomblo," raung Emi.

Tresi yang mendengar raungan sahabatnya, tertawa geli. Ia tak menyangka, jika sahabatnya bisa se-iri itu pada dia.

"Gak kok. Kita aja berdua. Gimana? Nanti, kita telepon Bima, untuk jemput aja." Tresi memberikan ide.

"Kalau begitu, gue setuju. Let's go!" teriak Emi bahagia.

Kedua sahabat itu pun berjalan beriringan, disertai canda tawa menuju halaman kampus. Dari sana, mereka akan menaiki taksi. Belum sempat keluar dari kampus, seorang gadis yang terkenal di kampus menghadangnya. Setahu Tresi dan Emi, gadis itu adalah mahasiswi tingkat akhir. Entah apa salahnya, hingga gadis itu menghadang jalannya.

"Siapa di antara kalian, yang bernama Tresi." ucapnya datar.

Tanpa pikir panjang, Tresi menunjuk dirinya sendiri. Gadis itu pun mendekat dan menampar kuat pipi Tresi. Hal itu, disaksikan oleh banyak orang. Membuat Tresi merasa malu.

Tresi memegangi pipinya yang terasa panas. Menatap gadis yang menamparnya tadi dengan tatapan heran.

"Kenapa lo nampar gue?" tanya Tresi.

"Itu pelajaran buat lo, yang suka ngerebut pacar orang!" desisnya.

"Maaf, gue ngerebut pacar orang? Seumur-umur, gue paling gak suka selingkuh apa lagi ngerebut pacar orang!" tegas Tresi.

"Mana ada maling ngaku! Kalau mereka ngaku, dunia akan terasa aman dan damai."

"Percaya atau tidak, itu urusan lo, bukan urusan gue!" Tresi menarik pergelangan tangan Emi untuk pergi dari sana.

Namun, gadis itu tidak melepaskannya dengan mudah. "Lo pikir, segampang itu pergi setelah mengibarkan bendera perang sama gue?"

Kilat amarah di mata gadis itu terlihat berkobar. Gadis itu bahkan segera menjambak rambut Tresi. Emi memekik kaget melihat kejadian itu. Dari jarak jauh, seseorang tertawa bahagia melihat penderitaan Tresi.

"Udah gue bilang, gue gak pernah ngerebut pacar lo! Emangnya siapa, sih pacar lo?" pekik Tresi. Ia mulai kesal mendengar ocehan gadis yang menarik rambutnya ini.

Apa dia salah satu deretan mantan si Bima? Aish, susah emang punya pacar ganteng dengan spek oppa. Mantannya aja gagal move on begini. Lagian, kemarin gue cuma coba-coba aja, kok. Mana gue tahu, dia bakal terima gue, gara-gara dicium? gerutu Tresi dalam hati.

"Gilang!" ucap gadis itu.

Seketika, Tresi mengangakan mulutnya lebar. Ia merasa tidak percaya dengan pendengarannya. "Sorry, siapa tadi? Bisa diulang?"

"Gilang. Gi-lang! Lo gak budek, 'kan?" kesal gadis itu.

Tresi pun terbahak mendengar nama itu. Gue kira ayang mbeb gue, si Bima. Ternyata, si dosen ganjen itu! Tresi pun menarik tangan gadis itu, dan memelintirnya. Membuat gadis itu mengaduh kesakitan.

"Lo denger baik-baik. Gue sama Pak Gilang, gak ada hubungan apa-apa! Hubungan kita itu, sebatas guru dan murid. Paham?" Tresi melepas cekalan tangannya dari gadis itu.

Ia pun mengajak Emi pergi dari sana. Ingin hati memberi gadis itu pelajaran. Namun, ia mengingat pengorbanan kedua orang tuanya saat ia akan melanjutkan kuliah. Dari pada gue kena skors, atau yang lebih parah kena DO, mending gue tinggalin. Lagian, dia duluan kok yang cari masalah.

"Dasar sialan! Lihat saja, gue bakal bikin lo bertekuk lutut, buat minta maaf!" maki gadis itu dengan suara keras.

Seakan tak peduli dengan makiannya, Tresi terus melanjutkan langkahnya. Dalam hati, ia merutuki kegilaan Gilang, dosen ganjen yang menggodanya itu. Liat aja. Sampai gue kena hukuman gara-gara dia, gue pasti bakal bikin pelajaran yang gak akan bisa dia lupakan! tekad Tresi dalam hati.

***

Tiba di club', Tresi dan Emi menuju meja bartender. Memesan minuman paling murah, untuk mereka nikmati. Setelah itu, keduanya menuju lantai dansa. Menari sesuka hati, sampai tak menyadari, beberapa pria mendekati mereka.

Tresi yang mengetahui keberadaan orang lain didekatnya, mulai tak suka. Ia mengajak Emi kembali ke kursi depan bartender. Sebelum Emi menyadarinya, gadis itu terus memberontak, saat Tresi menyeretnya kembali.

"Oh, ternyata ada bapak-bapa gendut dan mesum, ya," ejek Emi.

"Sstt, jangan berisik. Nanti kita kena masalah di sini gimana?" protes Tresi.

Emi tertawa mengejek sahabatnya.  "Masa preman kaya Lo takut sama mereka? Gue yakin, Lo pasti bisa ngalahin mereka. Kalau perlu, Lo bakal bikin mereka patah tulang!" oceh Emi lagi.

"Lo apaan, sih!" Tresi menarik Emi lagi.

Kali ini, Emi menuruti Tresi. Namun, ternyata para pria bertubuh tambun itu, tidak terima dengan ucapan kasar Emi.

"Mulut kalian perlu dibordir sepertinya. Berani sekali kalian menghina kami! Bawa mereka!" titah salah seorang dari mereka.

Tresi tidak segan untuk melawan ketiga orang itu. Namun, pengaruh alkohol yang ia minum, membuatnya sulit untuk fokus. Beruntung, Bima kembali datang menolong mereka.

"Hentikan!" ucapnya datar dengan nada penuh intimidasi.

Setiap orang yang melihat kehadiran Bima, tak mampu bergerak. Seketika, ruangan itu berubah hening. Termasuk ketiga pria itu.

"Siapa kau! Jika kau menginginkan mereka, maka kau harus anti terlebih dulu. Aku yang mendapatkannya pertama!" ucap seorang dari mereka, yang mungkin adalah bos.

"Kalau aku tidak mau, apa yang akan kalian lakukan?" 

"Tentu saja membunuhmu! Tapi, setelah kami menikmati gadis-gadis ini!" Pria itu tertawa terbahak.

Bima mengepalkan tangannya dan menghajar ketiga orang itu. Dalam waktu singkat, mereka jatuh terkapar. Tak lama, mereka pergi dengan terbirit-birit. Pandangan Bima beralih pada dua gadis pembuat masalah dalam hidupnya.

Jika bukan karena mutiaraku, sudah kubiarkan kalian dibawa mereka! Menyusahkan! dengusnya kesal.

Bima pun membawa mereka. Satu di sebelah kirinya, satu lagi sebelah kanannya. Saat sudah berada di tempat sepi, Bima melesat cepat ke rumah Emi. Kemudian, merebahkan gadis itu di sofa. Emi, sudah hampir tak sadarkan diri. Bima pun segera melesat pulang.

Kok, dia larinya cepat banget, ya? Apa gue terlalu mabuk? Ah, dasar gue aja yang punya toleransi alkohol rendah. Meski minum dikit, ya, bakal mabuk!

Emi merebahkan tubuhnya dan tertidur. Sementara itu, Bima baru saja tiba di rumah. Ia membopong tubuh Tresi ke kamarnya. Merebahkan tubuh gadis itu di atas ranjang. Kemudian, menyelimuti tubuhnya. Bima menatap Tresi dari atas hingga ke bawah.

Entah mengapa, pria itu meneguk salivanya dengan berat. Matanya menatap lapar pada Tresi. Ia pun mendekat, dan menatap bibir Tresi penuh minat. Tanpa sadar, ia mendaratkan bibirnya di sana. Namun, bukan sebuah ciuman yang ia berikan. Bima justru melahap bibir Tresi, seakan melahap daging segar.

Merasakan sakit di bibirnya, Tresi membuka mata dan mendorong Bima. Benar saja, bibir Tresi sudah mengeluarkan darah segar.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Tresi dengan nada tinggi.

"Ma-maaf!" ucap Bima lirih.

Keringat dingin mengucur deras di tubuh Bima. Ia pun memilih meninggalkan rumah itu, untuk sementara. Bima bahkan harus melangkah tertatih. Di bibirnya, masih tersisa darah Tresi. Sekuat tenaga, Bima mencoba keluar.

Tidak! Dia bukan mangsaku. Kenapa aku tiba-tiba merasa lapar melihatnya? Apa ini efek ketidakadaan mutiara itu juga?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!