Ch. 17 >> Membela

"Apa? Tadi, kau bicara apa?" tanya Tresi.

Gadis itu tak bisa mendengar dengan baik, kata-kata terakhir Bima. Karena itu, ia bertanya.

"Apa? Aku bilang aku akan ke hutan beberapa hari lagi," ulang Bima.

Namun, kali ini ia tidak bicara sampai akhir. Biarlah, hanya dirinya yang tahu. Sungguh besar keinginan Bima untuk bisa menjadi manusia seutuhnya dan bersanding dengan Tresi. Semoga saja, takdir mempersatukan mereka.

"Sudahlah. Ayo, masuk."

***

Orang suruhan Raja Alfonso—ayah dari Bima—sudah tiba di istana. Segera, ia menghadap raja werewolf. Kemudian, memberitahukan semua yang dikatakan Bima padanya.

"Salam hormat, Yang Mulia Raja." Pria itu memberi hormat pada raja.

"Bagaimana?"

"Pangeran meminta sedikit waktu. Ia akan menyelesaikan masalah dia lebih dulu," lapornya.

"Keras kepala! Sudah kita biarkan saja dulu!" 

***

Pagi harinya, Bima bersiap untuk kembali ke hutan. Ada rasa tidak rela yang muncul tiba-tiba. Bukan hanya Tresi, Bima pun merasakannya.

"Jaga dirimu baik-baik!" pesan Bima.

"Ehm. Berapa lama kau akan pergi?" tanya Tresi.

"Aku tidak tahu. Mungkin, agak lama. Selama aku tidak ada, kau boleh tinggal bersama dengan Emi."

Tresi menganggukkan kepala mengerti. Bima memeluk Tresi erat. Sepertinya, aku sudah jatuh cinta pada Tresi. Aku sangat tidak rela berjauhan darinya, gumam Bima dalam hati.

"Aku pergi dulu," pamit Bima.

Hanya anggukkan kepala yang Tresi berikan sebagai jawaban. Setelah mendapat persetujuan dari Tresi, Bima segera melesat pergi. Entah untuk berapa lama ia pergi. Yang pasti, ia akan merindukan kebersamaan mereka.

Tidak butuh waktu lama bagi Bima untuk tiba di kerajaan. Sebelum menemui sang ayah, ia mengganti pakaiannya lebih dulu.

"Pangeran," sapa Patrick.

Bima melirik sedikit. "Kau sudah kembali?" tanyanya.

"Sudah, Pangeran." 

"Bagaimana hasil penyelidikanmu?"

"Ada seseorang, yang membuat Rogue berani menyerang secara brutal."

Bima menghentikan langkahnya dan menatap Patrick. "Siapa?" 

Patrick mendekat pada Bima. Ia membisikkan sesuatu pada pria itu. Tidak ada yang mampu mendengar pembicaraan mereka. Termasuk, seseorang yang sejak tadi bersembunyi di antara pilar kerajaan.

"Hem, rupanya dia sengaja memancingku. Baik. Akan kuikuti permainannya," ucap Bima lirih.

Sesekali, Bima melirik ke belakang. Tempat seseorang tersebut bersembunyi. Bersembunyilah dengan baik. Karena, jika aku menemukanmu, maka akan kubunuh kau! ucap Bima dalam hati.

Ia melanjutkan langkahnya menuju ruang utama istana. Tempat itu, biasa digunakan sebagai tempat berkumpulnya para petinggi kerajaan. Baik untuk sekedar rapat, atau penghakiman.

"Salam hormat, Yang Mulia Raja." Bima memberi salam pada sang ayah.

"Lama tidak terlihat. Sepertinya, kau memiliki mainan baru, ya?"

Bima tidak menjawab pertanyaan itu. Ia hanya menundukkan kepala hormat. Sebelum Raja memintanya duduk, ia akan tetap berada di posisi itu.

"Apa kau tahu, akibat dari perbuatanmu?" desis Raja.

Lagi, Bima memilih bungkam. Ia tahu, bila kali ini, adalah salahnya.

"Kau melupakan tanggung jawabmu sebagai salah satu penjaga perdamaian hutan, demi bermain dengan anak manusia yang hina itu!" pekik Raja Alfonso.

Suara raja terdengar menggelegar. Bisa Bima pastikan, bila kali ini, kesalahannya cukup dalam. Bima tak mengeluarkan sepatah kata pun, meski lidahnya gatal ingin membela Tresi.

Raja turun dari singgasananya. Suasana kerajaan mulai menegang. Saat Raja berdiri di depan Bima, satu tamparan melayang keras padanya. Sudut bibir Bima pecah.

"Berani, beraninya kau melalaikan tugasmu!" geram Raja.

"Bima tidak melalaikan tugas, Yang Mulia Raja," ucap seseorang.

Semua mata tertuju pada seseorang yang baru saja bicara dan masuk ke ruang istana. Pria itu berjalan semakin dekat.

"Salam hormat hamba, Yang Mulia Raja." Ia menundukkan sedikit kepalanya.

"Bara, kenapa kau membela dia?" tanya Raja.

"Maaf, Yang Mulia, jika saya sudah lancang. Akan tetapi, Bima sama sekali tidak melalaikan tugasnya," bela pria bernama Bara.

Bima memicingkan mata pada Bara. Entah apa yang terjadi di antara mereka. Saat Bara menoleh, tatapan merendahkan, sinis dan tidak suka ia berikan pada Bima. Belum lagi, senyum miring yang semakin menambah kecurigaan Bima.

"Apa maksudmu? Jelas, jelas dia tidak ada di wilayah hutan atau kerajaan selama beberapa bulan terakhir. Kau masih membelanya?"

"Maaf, Yang Mulia, hamba melihatnya sendiri. Beberapa kali, kami bertemu di pondok yang dia dirikan," jelasnya.

Raja mendengus keras. "Aku sudah mencarinya ke sana. Berkali-kali aku mencoba menunggu, tetapi anak ini tak juga menampakkan batang hidungnya! Apa kau masih ingin membela anak ini?"

"Sekali lagi saya mohon maaf, Yang Mulia. Saat, Yang Mulia mengunjungi Bima, saat itu juga saya sedang mengajaknya keluar."

Apa maksudmu membelaku? Apa yang kau inginkan? Bukankah lebih mudah jika kau menjatuhkan ku? Berbagai pertanyaan muncul dalam benak Bima.

"Hah. Bagaimana menurut kalian? Apa ucapan Bara bisa kita terima?"

Para petinggi kerajaan mulai saling berdiskusi satu dengan yang lain. Bima masih tenggelam dalam berbagai pertanyaan pada sosok sang kakak. Ia tidak terlalu peduli, pada hasil keputusan petinggi kerajaan dan ayahnya.

"Kami percaya, Yang Mulia." Salah satu dari petinggi kerajaan mewakili.

"Baik. Kali ini, aku bebaskan kau dari segala tuduhan. Pergi! Jalankan tugasmu dengan baik!" titah sang Raja.

"Baik, Yang Mulia." Bima menundukkan sedikit kepalanya sebelum berlalu.

Bara pun mengikuti Bima hingga mereka sudah berdiri tak jauh dari kamar Bima. Keduanya menghentikan langkah dan saling bertatapan.

"Terima kasih, karena kau mau membelaku," ucap Bima tulus.

"Jangan senang dulu! Aku membelamu, jelas menginginkan sesuatu!" Senyum licik Bara terlihat jelas.

Sudah kuduga. Kau tidak akan mau membantuku secara cuma-cuma. Sudah pasti, kau akan membuatku membayar mahal atas bantuanmu.

"Katakan, apa yang kau inginkan?" tanya Bima to the point.

Pria itu cukup malas berbasa-basi dengan Bara. Sekalipun mereka saudara kandung, tetapi Bara selalu menganggapnya sebagai musuh. Entah apa salahnya, hingga Bara tak pernah menganggapnya adik.

"Bara!" 

Suara itu menginterupsi pembicaraan mereka. Keduanya menoleh dan mendapati Bagas di sana. Bagas, adalah kakak kedua Bima. Mereka adalah anak dari Raja Alfonso.

"Ada apa," jawab Bara ketus.

"Kali ini, apa yang kau inginkan?" tanya Bagas.

"Tidak perlu ikut campur urusanku, Anak Lemah! Pergi dan latihlah dulu kekuatanmu!" Bara berlalu meninggalkan mereka.

Baru beberapa langkah, pria itu berhenti. "Aku tunggu kau di hutan. Kau tahu tempatnya, 'kan?"

"Ya," jawab Bima.

Bara pun berlalu meninggalkan tempat itu. Bima pun mengalihkan tatapan pada kakak keduanya. Menatap pria yang tidak pernah marah sekalipun, meski selalu dihina oleh Bara, saudara kandungnya yang lain.

"Kau yakin, tidak apa-apa?" tanya Bima.

"Memangnya, aku kenapa?"

"Sudah lupakan."

"Bukankah sudah kubilang, jika dia mengetahui sesuatu tentang kalian? Kenapa kau tidak menyembunyikan manusia itu dengan baik? Kau justru membawanya ke hutan, tempat yang seharusnya tidak ia datangi!" 

Bima tak bisa menjawab. Ia hanya terdiam. Tidak mungkin Bara tahu, jika mutiara keabadianku berpindah pada Tresi.

"Sayangnya, aku harus melakukan itu," jawab Bima.

"Kau tidak menganggap dia sebagai Luna-mu, 'kan?"

Bima menoleh cepat. "Bagaimana kalau, iya? Hanya dia yang mampu mengendalikan diriku. Ursula yang kalian pikir sebagai Luna-ku, tidak bisa melakukan itu."

"Itu tidak mungkin, Bima. Dia hanya manusia! Hanya bangsa serigala yang bisa menjadi Luna-mu!" tegas Bagas.

"Terserah. Jika dia tidak bisa jadi Luna-ku, maka aku yang akan menjadi seperti dirinya!"

***

sambil menunggu aku up, baca juga punya author keren satu ini.

Adrian Devano adalah anak sekolahan yang sering di jauhi karna baunya yang seperti ikan busuk.

Di tambah lagi kantung matanya yang gelap seperti ikan mati menambah kesan menjijikkan dari pria muda tersebut.

Berbeda dengan anak anak di tempat tinggalnya yang menginginkan pekerjaan di kota besar dan modern. Adrian justru bercinta cita menjadi seorang nelayan sukses.

Saat sedang memancing di tengah laut pasifik, Adrian yang di timpa kesialan tak sengaja menemukan sebuah kotak aneh berwarna biru laut dan mendapatkan sistem dari sana.

Dengan bantuan sistem misterius yang ia beri nama "Sea" Mampukah Adrian mewujudkan impiannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!