"Bagaimana kau bisa ada di hutan, bahkan terjatuh ke jurang?" tanya Bima.
Melihat tubuh Tresi yang baik-baik saja dan tanpa luka, membuat Bima berasumsi, jika Tresi datang ke hutan sendiri. Mungkin, ia tidak sengaja terjatuh ke jurang. Namun, jawaban Tresi mengaburkan asumsi Bima tadi.
"Gue gak tahu," ucapnya lirih.
"Apa ada seseorang yang memaksamu?" selidik Bima.
"Entahlah. Gue gak inget apa-apa," jawab Tresi.
Bima menatap wajah Tresi penuh selidik. Namun, tidak sedikit pun Tresi terlihat berbohong. Ia seakan tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Sepertinya, ini memang perbuatan Ursula, ucap Bima dalam hati.
"Istirahatlah," titah Bima sebelum keluar dari kamar Tresi.
***
Tidak terasa, sudah satu Minggu Bima dan Tresi bersama. Hari ini, tepat malam bulan purnama. Sebelum malam tiba, Bima lebih dulu keluar dari rumah. Tresi yang kebetulan menuju ke dapur, melihat Bima pergi.
"Mau kemana dia?" tanyanya entah pada siapa.
Keesokan harinya, Tresi tak melihat keberadaan Bima. Entah kemana pria itu pergi. Gadis itu tak terlalu memperdulikan keberadaan Bima. Ia pun menghubungi Emi. Mengajak sahabatnya itu menginap ditempatnya saat ini.
"Lo sama Bima, sebenarnya pacaran gak, sih? Kok, gue lihat kalian gak ada mesra-mesranya?" tanya Emi pagi itu.
Sengaja gadis itu menginap di tempat Tresi tinggal saat ini. Ia merasa kesepian setelah Tresi pindah bersama Bima.
"Entahlah. Gue juga gak tahu!" jawab Tresi santai.
"Lo, gak bisa bujuk Bima, biar kita tinggal bertiga?" tanya Emi saat mereka sedang makan malam di warung pinggir jalan langganan mereka.
"Nanti gue coba ngomong sama dia. Beberapa hari ini, dia pergi gak tahu kemana. Udah gitu, gak pulang-pulang," jawab Tresi.
"Dia kemana, sih, sebenarnya?"
Tresi mengendikkan bahu tak peduli. Di tengah obrolan mereka yang mengasyikkan, seorang wanita mendatangi meja mereka. Tresi dan Emi saling bertukar pandang. Seakan bertanya siapa dia.
"Kamu cewek yang tinggal bareng sama Bima, 'kan?" tanya wanita itu.
"Lo, siapanya Bima?"
Bukan Tresi yang bertanya, melainkan Emi. Tresi hanya menyimak obrolan mereka. Namun, wanita itu hanya tersenyum. Melihat senyum itu, Emi mulai menggenggam tangan Tresi. Ia terkejut dan menatap Emi.
"Kelihatannya, dia berniat jahat sama lo!" bisik Emi.
Wanita itu semakin tersenyum menyeramkan. Saat melihat itu, Tresi meneguk salivanya. Ada rasa takut yang tak bisa Tresi jelaskan, timbul dalam hatinya.
"Tinggalkan Bima!" Wanita itu bicara dengan lirih. Namun, penuh penekanan.
"Kalau gue gak mau?" tantang Tresi.
Air wajah wanita itu terlihat semakin menyeramkan. Emi mengeratkan genggamannya pada lengan Tresi. Keringat dingin bahkan mengucur deras di punggung gadis itu.
"Lo, nekat banget, sih? Kenapa gak lo lepasin aja si Bima itu?" Emi bicara dengan cara berbisik.
Tresi tak menggubris ucapan sahabatnya. Matanya tetap menatap penuh tantangan pada wanita di depannya. Tanpa ragu, wanita itu mencekik Tresi. Emi yang ingin membantu sang sahabat, terhempas hingga jarak cukup jauh dari Tresi.
Emi merasa seluruh tubuhnya remuk. Belum lagi, meja dan kursi di sana sudah terserak berantakan. Sementara Tresi, terpojok dengan leher yang tercekik.
"Jangan coba-coba menantangku. Kau pikir, aku tidak bisa membunuhmu?"
Wajah Tresi semakin memerah. Pasokan udara di sekitar, seakan menipis. Namun, wanita yang mencekiknya, tidak berniat melepaskan Tresi. Terlihat dari urat yang menonjol di tangannya.
"Le-lepas," berontak Tresi.
Ia bahkan memukul tangan wanita itu sekuat tenaga. Namun, wanita itu tetap berdiri tegak. Emi kembali menyerang wanita itu. Sayangnya, lagi-lagi ia terhempas.
"Tresi!" pekik Emi.
"Dengar baik-baik! Aku adalah tunangan Bima! Kau sudah merebut calon suamiku. Maka kau, harus mati di tanganku," geramnya.
Tresi semakin terbatuk dengan napas tersengal. Saat Tresi kembali hampir mati, tubuhnya terlepas dari cengkeraman wanita tadi. Ia terbatuk hebat seraya memegang lehernya yang terasa sakit.
"Kau tidak apa-apa?"
Suara itu, begitu terdengar familiar di telinga Tresi. Ia mengangkat pandangannya. Melihat Bima di sana, air mata Tresi jatuh tak tertahan. Pria itu kembali menyelamatkan hidupnya.
Tanpa sadar, Tresi memeluk Bima erat. Menangis dalam pelukan pria itu. Bima hanya diam tanpa membalas pelukan Tresi. Sedetik kemudian, ia mengalihkan pandangannya pada wanita yang hampir membunuh Tresi.
***
Bima baru saja kembali dari hutan. Saat tiba di rumah, ia mendapati rumah dalam keadaan kosong. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Tresi di sana. Bima pun melangkahkan kakinya ke kamar. Saat pintu kamar terbuka, langkahnya terhenti.
"Tresi," gumamnya.
Ia berbalik dan berlari seperti angin. Dalam beberapa detik, ia sudah tiba di dekat Tresi.
"Ursula!"
Kedua mata Bima berkilat marah. Dengan kekuatannya, pria itu mendorong Ursula, hingga wanita itu terlempar. Cekikannya di leher Tresi pun terlepas. Setelah Ursula terlempar, Bima segera mendekati kekasihnya. Menanyakan kondisi gadis itu.
Ia tak menyangka, jika Tresi akan memeluknya seberat itu. Bahkan, gadis itu menangis dalam pelukannya. Tak tahu harus berbuat apa, Bima memutuskan untuk diam dan tak bergerak.
"Tres, lo baik-baik aja, 'kan?" tanya Emi.
Emi segera mendekati Tresi, saat melihat Bima di sana. Tresi pun melepaskan pelukannya dan menjawab pertanyaan Emi dengan anggukan.
Sementara Ursula, mengepalkan tangannya kuat. Tak lama, ia melesat meninggalkan mereka di sana.
***
Kali ini, Bima membiarkan Tresi tinggal di tempat Emi. Ia tak suka, jika harus berada satu ruangan dengan manusia. Tresi, adalah pengecualian. Setelah memastikan Tresi tertidur dan aman, Bima kembali ke rumah yang ia tinggali bersama Tresi.
Sepertinya, Ursula sudah menyadari keberadaan Tresi. Dia masih tidak terima dengan keputusanku. Tapi, aku tidak mungkin memberitahunya, alasanku tinggal dengan gadis manusia ini, gumam Bima seraya menatap langit-langit kamarnya.
Entah sudah berapa kali pria itu menghela napas kasar. Merasa pusing memikirkan masalahnya sendiri.
Belum selesai masalah yang satu, muncul lagi masalah yang lain. Seandainya Tresi mati sebelum mutiara itu kembali, apa mutiara itu akan keluar dengan sendirinya atau justru, ikut musnah bersamanya?
Bima mengusap wajahnya kasar. Ia tidak tahu, bagaimana menghadapi masalahnya saat ini.
Di rumah Emi—setelah kepergian Bima—Tresi kembali membuka mata. Ia mendudukkan dirinya di atas ranjang. Tak lama, Emi masuk.
"Lo, baik-baik aja, 'kan?" tanya Emi. Dari nada bicaranya, ia terlihat sangat khawatir.
"Gue baik-baik aja, kok," jawab Tresi.
Gadis itu tersenyum menenangkan pada sahabatnya. Emi menghambur ke dalam pelukan Tresi. Keduanya saling menguatkan satu sama lain.
"Apa lo kenal sama cewek tadi?" tanya Emi setelah mereka merasa tenang.
Tresi menggelengkan kepala sebagai jawaban. "Tapi, dia tadi bilang sesuatu yang gak masuk di akal."
Emi mengerutkan dahinya dalam mendengar ucapan Tresi. "Maksud lo?"
"Dia bilang, dia itu calon istrinya Bima. Pertanyaannya, kalau Bima punya calon istri, kenapa dia ngotot mau tinggal bareng gue dan jadi pacar gue?"
Emi dan Tresi terdiam. Pikiran mereka menerawang mencari jawaban. Sayangnya, mereka pun tidak tahu jawabannya.
"Mungkin, lo harus ngomong dulu sama Bima. Kalian harus membicarakan semua ini. Seandainya benar mereka putus karena lo, apa lo bakal ninggalin Bima?"
Tresi terdiam. Pandangannya tertunduk. Sejujurnya, gue juga gak tahu. Tapi, sebagian hati gue, gak terima kalau harus putus dari dia. Apa gue udah jatuh cinta sama dia?
"Heh! Kenapa malah bengong?"
Tresi hanya tersenyum kecil pada Emi. "Tidur, yuk! Udah malam," ajak Tresi.
Gadis itu merebahkan tubuhnya. Emi pun ikut merebahkan diri di samping Tresi.
***
Keesokkan harinya, Tresi menemui Bima. Ia harus mengkonfirmasi ucapan wanita yang hampir membunuhnya. Tepat saat Tresi tiba, Bima akan keluar dari rumah.
"Kau datang?"
Tresi menganggukkan kepala perlahan. "Gue pengen ngomong penting sama lo!"
Bima mempersilakan Tresi untuk masuk. Mereka memilih duduk di ruang tamu.
"Ada apa?" tanya Bima.
"Wanita semalam, mengatakan sesuatu yang bikin gue gak percaya."
Tanpa sebab, jantung Bima mulai berdetak kencang. Namun, sebisa mungkin ia mengendalikan dirinya. Sementara Tresi, menunjukkan raut wajah serius. Bima sampai menahan napas, menunggu pertanyaan yang akan Tresi ajukan.
"Dia bilang, lo itu calon suaminya. Apa itu benar?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments