Ch. 4 >> Hampir Mati

Bima menatap aneh makanan yang Tresi sediakan di hadapannya. Emi dan Tresi yang melihat itu, saling bertukar pandang. Tresi pun berdeham, hingga menarik perhatian Bima.

"Kenapa tidak dimakan? Memangnya, lo gak lapar?" tanya Tresi.

"Ini apa?" tunjuk Bima pada piring berisi nasi, lauk pauk, serta sayuran.

"Lo, nemu di mana orang kaya gini?" bisik Emi.

"Di hutan," jawab Tresi polos.

Melihat kedua wanita di depannya saling berbisik, membuat Bima mendengus. Sebagai manusia serigala, ia bisa mendengar pembicaraan yang dilakukan oleh Emi dan Tresi. Telinganya, cukup peka untuk mendengar hal-hal yang sulit didengar manusia biasa.

"Kau bisa bertanya langsung padaku, tanpa berbisik seperti itu!"

Ucapan Bima, seketika menghentikan bisik-bisik keduanya. Tresi dan Emi tersenyum canggung pada pria itu.

"Silakan dicoba." Emi mempersilakan Bima untuk mencicipi masakannya.

"Begini caranya." Tresi mulai mengambil sendok. Kemudian, mulai memakan hidangan dalam piringnya.

Bima menatap cara Tresi dan Emi makan. Tak lama, ia mulai mempraktekkan cara keduanya menyantap makanan. Saat makanan itu masuk ke mulutnya, Bima mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Sesuatu, yang belum pernah ia rasakan. Tresi dan Emi tersenyum melihat Bima mulai menikmati hidangan di hadapannya.

"Kalau boleh tahu, lo tinggal di hutan udah berapa lama?" tanya Emi, memulai pembicaraan.

Mereka baru saja selesai menikmati makan malam bersama. Kini, ketiganya tengah duduk bersama di ruang tamu. Bima merasa seakan sedang diinterogasi oleh gadis, yang mengaku sebagai sahabat Tresi.

"Sejak lahir," jawab Bima datar.

"Kaya Tarzan aja, tinggal di hutan dari lahir," gumam Emi.

"Pemikiran lo sama kaya, gue. Lo tahu, dia bahkan gak tahu apa itu nasi," kisah Tresi.

"Tidak bisakah kalian tidak menggunjing orang lain? Aku ada di depan kalian, tapi dengan sengaja kalian gunjingkan!" protes Bima.

Lagi-lagi, Emi dan Tresi tersenyum canggung. Merasa tidak enak pada pria yang duduk di depan mereka. Emi berdeham sebelum kembali mengajukan pertanyaan.

"Jadi, apa alasan lo ngajak Tresi pacaran? Bahkan, lo juga ngajak dia tinggal satu rumah sama, lo," cecar Emi.

Bima memajukan tubuhnya, kemudian berbisik, "Karena dia sudah mencuri sesuatu yang berharga milikku!"

Emi menoleh pada Tresi. Memicingkan mata pada sahabatnya itu. Melihat tatapan itu, membuat Tresi meringis. Ia berpura-pura membuang pandangan. Menganggap tidak tahu apa yang mereka bicarakan.

"Apa yang lo curi dari dia?" Emi menyikut lengan Tresi.

"Gak ada, kok. Bener deh," jawab Tresi dengan gelagat aneh.

Melihat gerak tubuh Tresi yang aneh, Emi pun semakin curiga. "Apa yang dia curi dari lo?" Emi pun memilih bertanya pada Bima.

Bima hanya menunjuk pada bibirnya. Tresi yang melihat hal itu, meneguk salivanya dengan sulit. Sementara Emi, menatap Tresi tak terbaca. Keadaan sunyi seketika. Bima hanya menatap kedua gadis di depannya bergantian. Tidak mengerti dengan yang sedang terjadi.

"Ternyata, sobat gue yang tomboy, bisa juga main serobot begitu," ucap Emi datar.

Entah itu pujian atau ejekan, Tresi tidak tahu. Ia hanya tersenyum kaku pada sahabatnya itu.

"Jadi, apa aku bisa membawa Tresi pergi dari sini sekarang?" tanya Bima dengan wajah datar.

Kedua gadis itu menoleh cepat. Menatap Bima dengan terkejut.

***

Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya Emi mengizinkan Bima membawa Tresi. Di sinilah mereka sekarang. Di sebuah rumah yang cukup besar, lebih besar dari rumah yang ditempati Tresi dan Emi.

"Rumah ini terlihat sangat tua. Berapa lama tempat ini kosong?" Tresi berbalik menatap Bima.

"Entah. Baru kali ini aku menginjakkan kaki di kota." Bima menatap ke sekeliling rumah itu.

"Kamar mana yang akan kau pilih?" tanya Bima, seraya membalik tubuhnya menghadap Tresi.

Tresi terdiam sesaat. Kemudian, "atas," jawab Tresi.

Bima mengangguk. Tanpa kata, pria itu segera melangkah ke kamar yang telah dipilihnya. Tresi hanya menghela napas dalam, sebelum akhirnya melangkah menuju kamar.

Pagi hari, Tresi bangun lebih awal karena jarak tempat tinggalnya sekarang cukup jauh dari kampus. Tresi mengambil buku dan tas yang sudah disiapkannya.

"Kau mau kemana?" tanya Bima saat melihat Tresi turun dari kamarnya.

"Kuliah." Tresi melangkah ke dapur.

"Apa itu kuliah?"

Tresi menyemburkan air yang ada di mulutnya. Ia bahkan sampai tersedak air yang ia minum.

"Wah, gue lupa kalo lo lama tinggal di hutan." Tresi terlihat sedang berpikir.

"Intinya, tempat kita belajar."

Bima mengerutkan keningnya bingung. Apa lagi itu belajar? tanya Bima dalam hati.

Melihat ekspresi yang Bima tunjukkan, membuat Tresi menghela napas berkali-kali. Ia pun menarik kursi dan duduk di meja makan. Dengan isyarat matanya, ia meminta Bima duduk di seberang menurutinya isyarat yang Tresi berikan. Secara perlahan, Tresi menjelaskan secara singkat, mengenai apa itu belajar dan kuliah. Meski Tresi tidak yakin, jika Bima mengerti akan ucapannya.

"Jadi, udah ngerti?" tanya Tresi memastikan.

Namun, jawaban Bima membuat Tresi terdiam. Pria itu menjawab dengan gelengan kepala. Tresi pun memijit pelipisnya yang terasa berdenyut.

Gimana caranya gue ngejelasin, ya? ******* napas kasar terdengar dari dirinya.

"Nanti gue jelasin. Sekarang, gue jalan dulu." Tresi segera berlalu meninggalkan Bima.

Bima menatap punggung Tresi hingga menghilang. Kemudian, menghela napas dalam.

"Apa manusia harus belajar? Untuk apa? Apa seperti kami, untuk bertahan hidup?" Entah pada siapa Bima bertanya.

***

Tiba di kampus, Tresi dan Emi segera menuju kelas. Mengikuti pelajaran selama kurang lebih dua jam. Saat istirahat, Tresi menceritakan kejadian pagi tadi pada Emi. Mendengar cerita dari sahabatnya, Emi bersedia membantu mengajari Bima yang mereka anggap mirip dengan kondisi Tarzan dalam dongeng.

"Tapi, gue masih penasaran, loh. Apa si Bima itu emang seperti Tarzan? Terus, tahu dari mana dia namanya? Kan, gak mungkin hewan di hutan bisa bicara? Semua kejadian ini, gak masuk akal," ungkap Emi panjang-lebar.

"Lo, bener. Sayangnya, kita gak bisa cari tahu. Gue masih trauma, gara-gara dikejar serigala kemarin."

"Gaya aja tomboy, sama serigala keok," ejek Emi.

"Gue penasaran, kalau lo yang dikejar serigala, apa akan sama dengan gue kemarin?" Tresi menatap ke arah Emi dengan senyum jahatnya.

"Sialan, lo!" maki Emi kesal.

Emi beranjak meninggalkan Tresi di kantin sendiri. Tresi yang melihat raut ketakutan pada wajah Emi, tertawa terpingkal. Apa lagi, wanita itu segera pergi setelah mendengar ucapan Tresi.

Tak lama setelah kepergian Emi, seorang wanita cantik menghampirinya. Tresi menatap wanita itu.

"Ikut saya!" titah wanita itu penuh penekanan.

Seakan terhipnotis, Tresi mengikuti langkah wanita yang tidak dikenalnya itu. Tida ada yang melihat kepergian Tresi. Mereka keluar dari area kampus. Seperti hembusan angin, wanita itu membawa Tresi ke tepi jurang.

"Berani sekali kau merebut Bima dariku!" geram wanita itu.

Tresi tak menjawab. Pandangannya terlihat kosong tanpa ekspresi.

"Kau tahu, kau adalah makhluk hina, yang tidak pantas bersama tunanganku. Jadi ... sebaiknya kau mati!"

Wanita itu mendorong Tresi, hingga ia terjatuh. Saat itulah, Tresi menyadari dirinya akan segera mati. Ia pun berteriak sekencang mungkin. Kali ini, gue pasti mati. Bima, tolong! jerit Tresi dalam hati.

***

Di siang hari yang terik, Bima sengaja keluar dari dalam rumah. Ia ingin melihat, apa saja yang manusia lakukan setiap hari. Berjalan di tengah kota, melihat banyaknya orang yang berlalu lalang. Membuat Bima mempelajari cara manusia berinteraksi dan lain sebagainya.

Di tengah kegiatannya, Bima menghentikan langkah. Jantungnya berdebar sangat kencang tanpa sebab. Apa yang terjadi? Mutiara itu … dalam bahaya, gumam Bima.

Ia segera mencari tempat yang sepi. Setelah memastikan tidak ada manusia yang akan melihat aksinya, Bima segera melesat secepat kilat. Mengikuti insting yang menuntunnya. Tepat saat ia menatap ke atas, ada sesosok tubuh yang melayang.

"Tresi," gumamnya.

Bima menumpukan kedua kakinya, kemudian melompat tinggi dan menangkap tubuh Tresi yang melayang. Wanita itu terlihat menutup kedua matanya. Tak lama, Bima dan Tresi saling menatap satu sama lain.

"Kau baik-baik saja?" tanya Bima saat mereka sudah menginjakkan kaki di tanah.

Ada aroma makhluk lain dari tubuh Tresi yang Bima rasakan. Aroma yang tidak asing bagi pria itu. Ursula, kau kah yang melakukan ini? tanya Bima dalam hati.

"Gue gak apa-apa." Tresi mencoba meredakan detak jantungnya yang tak beraturan.

"Bim, makasih," ucap Tresi, saat Bima akan meninggalkannya.

Bima yang akan mengejar Ursula, menghentikan langkahnya. Ia menatap kondisi Tresi yang seakan sangat terguncang. Bima pun berbalik dan menuntun Tresi untuk pulang ke rumah.

Akan ku selidiki nanti.

Terpopuler

Comments

Aditya HP/bunda lia

Aditya HP/bunda lia

aku mau bawa si Bima pulang deh modelan nya kayak gitu siapa yang gak bakalan syukaaa sama mas Bima ... 🤭🤭

2022-12-30

1

Mom Dee🥰🥰

Mom Dee🥰🥰

apa itu belajar 🤣🤣🤣 pengen tak bawa plg si bima rasanya 🤭🤭

2022-11-16

1

Dewi

Dewi

Bima polos banget ya, pengetahuan mengenai aktivitas manusia serasa asing baginya

2022-11-10

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!