Mila dan Ina yang melihat Nami di antar Yugi segera berhenti. Mereka tidak jadi melangkah masuk dan menunggu perempuan itu.
"Selamat pagi," sapa Yugi. Ina tersenyum saat Yugi mengangguk menyapanya.
"Ya. Selamat pagi," sahut Ina ramah. Yugi pun menyalakan mesin mobil dan pergi di saksikan oleh bola mata ketiga perempuan ini.
"Bagaimanapun dia memang tampan. Rugi kalau kamu sakit hati dapat pria seperti itu," kata Ina mencerca. Nami hanya tersenyum tipis. "Itu apa?" tanya Ina melihat tas yang di bawa oleh Nami.
"Ini oleh-oleh untuk kalian." Nami menyodorkan tas itu ke Ina. Mila ikut melongok ke dalam tas.
"Oleh-oleh?" tanya Mila heran. "Memangnya kalian darimana? Bulan madu?"
"Bukan," jawab Nami seraya menggelengkan kepala.
"Terus itu apa?" tanya Mila lagi.
"Yugi bilang, kalian pantas mendapatkan hadiah." Sebenarnya Nami tidak mau mengatakan ini, tapi entah kenapa bibirnya justru mengungkap semuanya.
"Hadiah?" tanya Ina dan Mila bingung.
"Karena kalian sudah mengantarku kemarin," terang Nami sambil membuang muka. Mila dan Ina pun tersenyum.
"Pasti karena dia cemas kamu enggak mau di jemput. Jadi saat kamu pulang dengan selamat, Yugi lega." Ina menowel pinggang Nami. Perempuan ini sedang menggodanya.
Jika melihat ekspresi pria itu tadi malam, dia memang terlihat lega karena aku datang dengan selamat. Nami jadi teringat dengan secuil kejadian tadi malam. Apa aku ternyata di perhatikan?
...***...
Nami melipat pakaian yang akan di bawa ke rumah mama. Meskipun sempat luruh keinginan berkunjung ke sana, nyatanya malam ini dia tetap ingin berangkat ke rumah mama. Bagaimanapun, itu keluarganya.
"Sudah selesai berkemas?" tanya Yugi.
"Belum. Hampir selesai. Kamu sudah siap?" tanya Nami yang heran melihat pria ini santai.
"Ya ... tinggal berangkat saja," kata Yugi. Nami ingin bertanya lagi karena dia tidak ingin acara ke rumah mama gagal. Namun dia malas untuk bertanya. Nami memilih mengabaikan.
Pria itu duduk di sofa dan bermain ponsel di pangkuannya. Nami yang melipat baju di atas ranjang melirik.
“Teman-teman bilang terima kasih,” kata Nami. Yugi mendongak.
“Oh, ya?”
“Mereka heran tiba-tiba kamu memberi mereka oleh-oleh,” imbuh Nami. Yugi tersenyum. “Apa kamu pernah membawa Vera ke tempat reuni sekolah?” Mungkin karena tidak ada yang di bicarakan lagi, Nami bertanya aneh-aneh. Senyum Yugi perlahan menghilang.
“Seingat ku iya.” Yugi sempat berpikir sejenak tadi.
“Mmm ...” Nami mengangguk-anggukkan kepalanya. Berarti yang mereka bicarakan itu memang Yugi dan Vera adiknya.
“Kenapa tiba-tiba bertanya soal itu?”
“Ha? Oh, tidak. Hanya bertanya.” Nami lupa kalau itu membuat Yugi akan merasa aneh. Pria ini mengerutkan keningnya.
“Apa kamu mendengar sesuatu dari Vera?”
“Tidak. Tidak. Vera jarang bercerita tentangmu. Aku tidak terlalu tahu soal kamu.” Nami menggelengkan kepala.
“Jadi kamu hanya menebak? Kamu ingin tahu apa yang aku dan Vera lakukan dulu?" Tangan pria itu mulai menurunkan ponselnya. Ia menghabiskan apa yang ia kerjakan di ponselnya tadi demi menanyakan hal ini pada Nami.
“Bukan itu. Aku tidak peduli apa yang kalian lakukan,” sergah Nami. Ia pun kembali fokus pada tangannya yang melipat baju. Sebenarnya dia hanya ingin memperjelas bahwa waktu itu, mereka sedang membicarakan dirinya. Para perempuan itu.
Derit ranjang mengagetkan Nami. Yugi yang tadinya duduk di kursi, kini mendekat dan duduk di ranjang. Tepat di sebelahnya.
“Apa?” tanya Nami.
“Kamu ingin tahu tentangku?” tanya Yugi. Nami kebingungan mendapat pertanyaan ini. Dia tidak menduga.
“Ee ... Itu ... Tidak.”
“Tidak apa-apa. Aku senang.” Yugi tersenyum. Nami menahan napas. Ia terkejut sudah tergiring dalam situasi berdebar seperti ini. Jantungnya tidak aman.
***
Sekitar jam 8 malam, Nami berangkat ke rumah mama. Namun sebelumnya dia meminta Yugi untuk membelokkan mobilnya menuju outlet buah dan kue. Dia ingin membawa oleh-oleh untuk mama. Nami ingin tidak datang dengan tangan kosong tentunya.
Yugi tampak mengikuti Nami dari belakang dengan memperhatikan tingkah perempuan ini. Dia senang saat melihat bola mata perempuan ini tampak berbinar melihat kue-kue yang cantik di etalase.
Ternyata dia senang dengan kue-kue ini. Yugi tersenyum tipis.
“Kamu menyukai kue?” tanya Yugi tertarik untuk bertanya.
“Ya.” Karena masih terhanyut oleh kue-kue cantik di etalase, Nami menjawab dengan wajah berseri tanpa menoleh. Itu membuat Yugi menemukan ide.
“Sebaiknya kita juga beli.” Yugi mengusulkan. Nami menegakkan tubuhnya. Dia menoleh ke pria ini.
“Kamu ingin beli kue juga?” tanya Nami mengambil kesimpulan.
“Ya.”
“Baiklah. Aku akan pesankan untuk kamu pada pegawai outlet.” Nami bersiap mengatakan pada penjaga outlet untuk menambah pembelian. Namun Yugi menyentuh lengannya untuk menggagalkan rencana itu.
“Tidak. Lebih baik kita makan di sini saja,” usul Yugi. Nami menoleh ke sekitar. Outlet ini juga menyediakan kursi dan meja bagi siapa yang ingin makan kue di tempat. Ada beberapa kursi kosong.
“Di sini?” tanya Nami tidak percaya. Kepala Yugi mengangguk. Meskipun Nami tidak paham Yugi mengusulkan makan kue di tempat, Nami setuju. Karena dia adalah penggemar kue manis.
Nami akhirnya memesan beberapa kue untuk di makan di tempat. Karena Yugi menolak memilih, semua pilihan di serahkan pada Nami. Akhirnya yang di pesan adalah bertemakan cokelat dan keju. Karena itu kesukaan Nami.
“Maaf, aku memilih favorit ku saja.” Nami merasa bersalah karena tidak ada pilihan Yugi di sana.
“Tidak apa-apa. Aku jadi tahu lagi tentang mu yang menyukai manisnya cokelat dan keju," ujar Yugi bahagia. Nami menipiskan bibirnya seraya menunduk.
Tujuan dari perjalanan ini adalah Nami. Yugi sungguh menikmati kebersamaan dirinya dan Nami. Termasuk menikmati kue di tempatnya seperti ini. Ia suka sekali memperhatikan wanita itu. Apalagi saat ada senyum di bibirnya.
“Kenapa diam saja? Kamu enggak mau makan kuenya?” tanya Nami yang baru sadar Yugi hanya memperhatikannya. Bahkan tidak menyentuh sama sekali kue di atas meja.
“Mau.”
“Terus kenapa diam saja? Kalau tahu kamu akan bertingkah begini, lebih baik tadi aku bungkus saja. Tidak usah makan kue di sini. Apalagi, kita mungkin kemalaman ke rumah mama,” kata Nami gusar.
“Tidak perlu. Aku akan makan kuenya.” Tiba-tiba Yugi mendekatkan mulutnya pada tangan Nami yang memegang kue. Lalu tanpa aba-aba, pria itu menggerakkan tangan Nami untuk menyuapinya. “Enak. Apalagi itu dari tangan kamu,” kata Yugi seraya melepas tangan Nami.
Nami tertegun. Apa-apaan barusan?
Bola mata Nami memperhatikan tangannya yang mengambang. Lalu berpindah melihat ke arah Yugi yang sedang mengunyah.
“Kenapa?” tanya Yugi seperti tidak sadar bahwa tindakannya barusan membuat Nami membeku. Nami masih diam. “Belum pernah menyuapi seorang pria, ya?” goda Yugi. Nami mengerjapkan mata mendengar itu.
..._______...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Santa Rina Saragih Rina
owhhh sweat banget kamu Yugi 🥰🥰🥰
2023-03-29
0
☠ᵏᵋᶜᶟ 🥚⃟♡ɪɪs▵꙰ᵃⁱˢ𝐘ᵃ🇭⃝⃟♡🍆
keceplosan deh nami
2022-12-12
0
seru_seruan
baca aja aku jadi gregetan
2022-12-11
1