Pesta telah usai. Sekarang ballroom tempat di laksanakan resepsi pernikahan yang tadi menjadi sangat sepi. Semuanya berantakan karena banyaknya tamu yang datang. Hanya ada orang-orang membersihkan property pesta yang akan di usung pulang.
Pengantin di boyong ke kamar pengantin yang sudah di pesan. Kamar hotel ini indah dan bagus. Nami suka suasana kamar hotelnya, tapi semua itu tidak membuat wajahnya bahagia. Nami suka hotel ini tapi tidak dalam keadaan sekarang. Situasinya sekarang tidak tepat untuk menikmati hari-hari menyenangkan di hotel ini. Ini mimpi buruk. Bahkan kalau di pikir-pikir, ini bukan mimpi. Ini kenyataan.
Tidak ada pembicaraan apapun saat Nami dan Yugi masuk ke dalam kamar pengantin yang harum ini. Nami langsung duduk di atas sofa. Yugi melirik. Perempuan itu menghela napas berat.
Tangan Yugi membuka kancing jas berwarna abu-abu yang melekat di tubuhnya. Setelah itu melipatnya rapi dan di letakkan di atas ranjang. Dia melepas kancing di ujung lengan kemeja, lalu melipatnya.
Pria ini melakukan itu seraya memandang ke arah Nami yang masih diam di atas sofa dengan pakaian pengantinnya. Tidak ada yang salah di antara mereka berdua. Keduanya berada di sini karena keegoisan orang lain.
“Aku keluar sebentar,” kata Yugi. Nami tidak menjawab. Yugi yakin wanita itu tidak ingin menjawabnya. Namun Yugi masih ingin berpamitan. Ya. Nami mendengar apa yang di katakan pria ini, tapi dia tidak peduli. Terserah. Suara pintu tertutup mulai terdengar. Itu pertanda kamar ini hanya berisi dirinya sendiri.
Selepas kepergian Yugi, Nami mendengus. Meratapi nasibnya yang malang. Nami melihat cermin di depannya. Dirinya terpantul di sana. Tidak ada wajah kebahagiaan di sana. Padahal setiap pengantin pasti akan menunjukkan wajah bersinarnya. Namun Nami tidak. Karena apa? Karena ini bukan pernikahan yang diinginkannya. Dia menikah karena terpaksa.
Tidak terasa air matanya mengalir. Nami menangis tersedu-sedu di kursinya. Cermin memantulkan wajahnya yang penuh dengan air mata.
...***...
Nami menggeliat di atas kursi. Rupanya ia tertidur setelah menangis tadi. Tubuhnya terasa kaku karena tertidur dengan kepala bersandar di atas meja.
Kepalanya menoleh. Mengedarkan pandangan ke segala penjuru kamar. Tidak ada siapapun.
Kemana dia? batin Nami.
Namun dia mengenyahkan pikiran untuk mencari pria itu. Karena lebih baik tidak ada pria muda itu malam ini di kamar pengantin. Jadi dia bisa bebas dan leluasa untuk tidur.
Pakaian pengantinnya masih melekat. Nami bukan karena ia bahagia memakainya, tapi karena ia malas. Pun karena hatinya hancur oleh pernikahan paksa ini. Itu membuatnya menangis terus tadi. Jadi tidak sempat ganti baju yang sudah di siapkan.
Jam di ponsel menunjukkan pukul 11.58. Ini sudah hampir tengah malam. Di kamar ini dia sendirian. Jika ada orang yang tahu, mereka akan berpikir Nami seperti seorang wanita yang di tolak di sentuh pria yang sudah menikahinya. Padahal ini justru kebalikannya. Nami tidak mau itu terjadi. Dia bersyukur kalau malam ini di lewatinya sendirian.
“Pakaian ini menyebalkan. Aku harus segera menggantinya. Jika tidak, mood ku akan terus saja tidak baik.” Nami menatap gaun pengantinnya dengan kesal. Lalu dia melepaskan dengan hati-hati. Gaun ini bukan milik pribadi. Hanya property dari bridal house. Nami tentu tidak mau membeli gaun karena dia sendiri tidak ingin menikah.
Krek!
Sebuah suara terdengar dari belakang. Nami menoleh ke belakang dengan gaun pesta sudah turun sampai pada pinggang. Mata Nami melotot karena ternyata di belakangnya ada Yugi. Pria itu sedang membuka pintu balkon dan tertegun.
Dengan terburu-buru Nami menarik gaun itu lagi hingga menutupi tubuh bagian atasnya yang tinggal memakai bra saja. Lalu membalikkan tubuhnya lagi dengan cepat.
Dia pasti sudah melihat tubuhku. Dia pasti sudah melihat. Semoga saja tidak, tapi ... Pasti dia sudah melihat aku setengah telanjang.
Ini momen canggung yang membuat orang salah tingkah dan kebingungan. Nami terdiam tidak mampu bicara apapun. Tidak bisa marah atau menangis.
“Maaf,” ucap Yugi membuat Nami yakin bahwa pria itu sudah melihat tubuh atasnya. Itu sebagai penegasan bahwa dia melihat apa yang ingin di sembunyikan Nami.
Kenapa dia justru meminta maaf. Seharusnya dia bilang tidak melihat apa-apa, kan? keluh Nami di dalam hati.
Jika mereka benar-benar suami istri atas dasar cinta, momen seperti ini justru akan membuat malam pertama mereka berdua akan makin menyenangkan. Namun ... pernikahan mereka tidak biasa.
“Kenapa kamu muncul dari sana?!" tanya Nami gusar. Tangannya menekan erat gaunnya.
“Sejak tadi aku ada di sana.” Yugi memberi penjelasan.
“Kenapa ada di sana? Bukankah kamu sudah keluar tadi?” tanya Nami masih gusar. Tubuhnya masih menghadap ke belakang. Memunggungi Yugi yang tidak melangkah dari tempatnya tadi.
“Aku kembali saat kamu masih tertidur di kursi tadi.”
“Lalu kenapa aku tidak tahu?” tanya Nami tidak masuk akal. Yugi diam karena kebingungan dengan pertanyaan Nami. Setelah itu Nami menyadari keanehan dari pertanyaannya. Dia pun menggeram kesal. Otaknya menjadi bodoh karena marah pada Yugi yang sudah melihatnya setengah telanjang.
“Maaf, Mbak. Aku salah,” kata Yugi membuat Nami geregetan. Kakinya menghentak marah. Ia melihat ke samping. Berharap ia bisa melihat kemana pria itu sekarang. Namun ia tidak bisa melihat keberadaan pria itu.
“Cepat berbalik. Aku mau ganti baju!” seru Nami dengan rasa malu dan kesal yang campur aduk. Yugi pun membalikkan tubuhnya menghadap balkon. Entah kenapa ia tidak beranjak ke mana-mana. Kakinya seakan-akan tidak mampu berpindah dari tempatnya berdiri sekarang. “Sudah belum?” tanya Nami gusar.
“Sudah,” jawab Yugi. Dari suara Yugi yang terdengar agak jauh, Nami yakin pria itu tidak lagi melihat ke arahnya. Nami segera memakai gaunnya lagi dan berjalan ke atas ranjang.
Mendengar suara derit ranjang, Yugi merasa perempuan ini sudah selesai ganti pakaian. Namun saat dia membalikkan tubuh, Nami ternyata tidak mengganti gaunnya.
“Mbak enggak jadi ganti baju?” tanya Yugi heran.
“Enggak usah tanya,” jawab Nami malas.
“Aku akan keluar dulu, kalau memang Mbak Nami tidak nyaman aku di sini.” Yugi memilih berjalan menuju pintu. “Kalau bisa jangan lama-lama. Aku juga lelah,” pesan Yugi. Setelah itu pria muda ini membuka pintu kamar dan keluar.
“Kesal. Dia menyebalkan. Aku baru tahu Yugi ternyata sangat tidak sopan,” gerutu Nami. Dia mengomel dan bangkit dari ranjang. Membuka pakaiannya dengan decihan yang tiada hentinya. "Yugi menyebalkan! Menyebalkan!" Nami merasa malu tubuh bagian atasnya sudah di lihat oleh bola mata pria muda itu.
......_______...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Mbah Edhok
bukan salah Yugi bila melihat tubuhmu yang terekspose tapi kewaspadaanmu sedang turun ... anggap saja bersedekah pada suami mudamu ...🤭👍🏻
2023-11-30
0
Ananti Ana
umur sudah hampir mendekati kepala 3 tapi kelakuan kek bocah , ga bisa mikir lebih dewasa
2023-01-11
4
tististis
yg nyebelin itu kamu, Nami......
normalnya orang jam segitu udah pada tidur.
apalagi capek abis dipajang emak yg solehah nya puooool.
2022-12-09
0