Yugi diam. Wajahnya agak serius. Kemudian menghela napas.
“Sebenarnya apa yang kamu tanyakan?” Yugi melihat perempuan di depannya.
Sifa menyelipkan anak rambut yang jatuh di balik telinganya. “Aku tidak percaya kamu bisa menikah dengan cepat setelah gagal menikah dengan Vera. Itu ... Itu waktu yang singkat,” ujar Sifa.
“Kenapa?”
“Apa kamu tidak butuh waktu untuk berpikir dulu setelah tidak dengan Vera?” tanya Sifa membingungkan. Yugi diam. Seperti malas menjawab pertanyaan teman sekolahnya dulu.
“Sepertinya aku tidak perlu berpikir ulang untuk menikah dengannya, Sifa,” tegas Yugi. “Sebaiknya kamu segera bekerja jika tidak ada yang mau di bicarakan lagi.” Yugi sengaja mengatakan itu untuk mengusir perempuan ini. Sifa menghela napas.
“Ada laporan yang belum kamu lihat selama cuti. Meskipun bagian keuangan sudah menyetor laporan selama kamu cuti, aku tetap tinggalkan laporan ini di meja. Aku permisi.” Sifa meletakkan laporan di atas meja. Lalu keluar. Sepertinya wanita itu kurang senang atas pengusiran ini. Karena ia berdecak kesal seraya pergi.
...***...
Jam makan siang.
Ina dan Mila membuka bekal masing-masing. Namun hanya Nami yang tidak mengeluarkan bekalnya.
"Eh, Nami. Kenapa enggak menunjukkan bekalnya?" seru Ina saat melihat Nami santai saja. Mila ikut menoleh.
"Iya. Aku enggak bawa bekal," kata Nami.
"Enggak bawa bekal?" Mila heran.
"Kesiangan ya ...." Ina mulai menggoda.
"O ... pengantin baru ya. Sori, kepo nih kita," ujar Mila ikut menggoda Nami. Tentu saja ini membuat Nami menghela napas dan menipiskan bibir mendengar candaan teman-temannya.
"Aku enggak masak. Jadi aku enggak bawa bekal," kata Nami.
"Terus suami kamu gimana?" tanya Mila.
"Tadi aku ..."
"Tentu saja suami Nami enggak mau dong istrinya kecapekan. Makanya Nami enggak perlu masak atau melakukan apapun. Yang penting malamnya siap melayani," ujar Ina si paling aktif godain. Bahkan dia memotong kalimat Nami. Mila tergelak.
"Heeehhh kalian ini. Mikirnya kesana terus," protes Nami.
"Emang kamunya enggak?" balas Ina tidak mau kalah.
Nami pasti kalah soal ini. Karena dia memang tidak ada pikiran kesana. Malam pertama pun ia lewatkan dengan tidur nyenyak. Berbeda dengan pasangan pengantin pada umumnya. Bibir Nami tidak bisa menjawab.
"Aku mau beli makan dulu, lalu balik ke sini," kata Nami berinisiatif beli makan siang di kantin.
"Ehem." Terdengar deheman Rico di belakang mereka. Semua menoleh.
"Eh, Pak Rico. Mari makan siang, Pak." Mila mencoba bersopan-santun menawari atasan mereka.
"Ya, silakan." Rico mempersilakan mereka.
"Aku pergi dulu," kata Nami. Setelah mengangguk hormat pada Rico, Nami berjalan menjauh.
"Saya juga pergi," pamit Rico. Semua mengangguk. Ternyata Rico ingin mendekati Nami. Ia sengaja mensejajari langkah Nami. Perempuan ini tahu kalau Rico berjalan di sampingnya, tapi ia mencoba abaikan. "Kita makan siang bareng, Nami?" tawar Rico.
"Maaf, Rico. Aku sudah ada janji makan siang dengan ..." Ponsel Nami bergetar mengejutkan. Ia sampai tidak bisa menyelesaikan kalimatnya. Bola mata melirik ponselnya. Yugi? "Maaf. Saya ada janji makan siang dengan suami saya," kata Nami. Padahal ia akan menyebut nama teman-temannya. Namun ternyata, Yugi baru saja mengabari kalau berada di luar gedung untuk mengajaknya makan siang.
"Suami?" tanya Rico heran.
"Ya. Dia menungguku di luar." Nami menunjuk ke halaman.
"Oh, Oke. Ingat Nami, kamu tidak boleh melebihi jam makan siang," kata Rico seperti ingin membuat Nami tidak tenang. Nami berlalu dengan setengah menggeram.
***
Di kantor Yugi. Sebelum makan siang.
Pria ini berulang kali melihat ke arah layar gawai pipih di atas meja. Suara ketukan bolpoin yang ia pegang sejak tadi, makin menambah pikiran Yugi campur aduk. Ada yang sedang ia tunggu. Rasa tidak sabar mulai menyerangnya.
Setelah menghela napas, Yugi meraih ponsel dan mengetik sesuatu di layar ponsel.
"Apakah kamu ..." Kalimat terhenti. Jarinya menghapus lagi kalimat itu. Kemudian ia mencoba mengetik lagi. Setelah panjang melebihi kalimat yang tadi, ia hapus lagi. Yugi memilih urung melakukannya. Pria ini meletakkan kembali ponsel itu di atas meja.
Ia mencoba kembali fokus pada layar komputer. Melihat lagi laporan keuangan yang perlu ia periksa sendiri. Itu semua demi tidak adanya kecurangan di dalam perusahaannya.
Yugi menggeram gusar. Ia ambil lagi ponsel di atas meja. Menyentuh papan layar dan kembali mengetikkan sebuah kalimat di sana.
"Aku tidak ada teman makan siang. Kamu mau makan siang denganku?" ketik Yugi.
Setelah mengetikkan kalimat ajakan itu dan menekan tombol kirim. Yugi meletakkan kembali ponsel itu di atas meja. Ia kembali menatap layar komputer untuk melihat laporan yang sudah di kirim oleh bagian keuangan. Namun sayang, ia tidak bisa fokus. Bahkan itu terjadi sudah sejak tadi.
Bola mata Yugi melirik ke arah layar gawai pipih itu. Di sana, tidak ada tanda-tanda bakal ada seseorang yang akan mengiriminya pesan ataupun menelepon. Itu membuat Yugi makin tidak sabar. Ia matikan komputer lalu menyambar kunci mobil dan ponsel.
Saat itu, di depan pintu ada Sifa yang hendak mengetuk pintu. Namun dia terkejut saat pintu itu sudah terbuka sendiri. Padahal tangannya masih mengambang di depan pintu.
"Ah, Yugi. Kamu mengagetkan saja." Sifa berjingkat saat muncul Yugi di ambang pintu. Ia mengelus dada karena terkejut. Pria itu menutup pintu.
"Oh, kamu di sini? Aku akan keluar makan siang, Sifa." Yugi mengatakan itu sambil berjalan menjauh dari pintu.
"Makan siang? Aku ikut denganmu," kata Sifa seraya tersenyum tipis. Ia senang ternyata pemikirannya sepaham dengan pria itu. Yugi langsung menghentikan langkahnya. Itu membuat Sifa hampir saja menabraknya.
"Tidak. Aku akan makan siang dengan istriku," tolak Yugi terang-terangan. Sifa mengerjapkan mata karena tidak menduga jawaban Yugi seperti itu.
"Aku rasa ... istrimu tidak ada di kantor ini." Sifa mengedarkan pandangan ke penjuru kantor yang ia tempati sekarang. Dia yakin itu.
"Aku tahu. Aku yang akan menjemputnya, Sifa. Makan sianglah dengan Reno. Mungkin dia sudah ada di ruangannya. Aku pergi." Yugi berlalu meninggalkan Sifa yang menggeram di belakangnya.
"Berhenti menjodohkan aku dengan orang lain, Yugi!" teriak Sifa di dalam hatinya.
...***...
Nami merasa beruntung ada pesan dari Yugi. Itu membuatnya punya ide untuk makan siang bersama. Dan ide itu membuatnya terselamatkan dari Rico.
Yugi akan datang ke sini? Benarkah?
Nami berdiri dengan cemas di depan gedung. Ia dengan cemas menunggu pria itu muncul seperti apa yang di katakan lewat pesan tadi. Sepertinya Rico merasa Nami sengaja mengatakan itu untuk menghindarinya. Maka dari itu, ia tetap berdiri di lobi untuk mengawasi Nami.
Sialan. Rico sengaja masih berdiri di sana untuk membuktikan perkataan ku. Dia pasti akan mencemooh jika tahu aku hanya membual. Kemana Yugi?
...______...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
seru_seruan
cinta segi berapa ini...?
2022-12-11
0
mintil
gak bisa nebak. blm cukup clue nya. baca aja nikmatin sambil nyemil 😁
2022-11-24
0
✨rossy
sifa suka yugi kayaknya
2022-10-29
0