Nami mulai menjalankan rangkaian urut-urutan menjadi seorang menantu. Setelah pesta dan ... Anggap saja malam pertama di kamar hotel, kini waktunya mereka pulang. Dan yang membuat Nami harus merasa terbebani adalah ... Mereka harus pulang ke rumah orangtua Yugi. Mertua Nami.
“Mbak, pusing?” tanya Yugi dalam perjalanan pulang dari hotel. Dia melihat Nami yang duduk di sampingnya sembari memijit kepala. Kepala perempuan itu langsung menoleh ke samping dengan cepat. Bahkan pandangannya tajam.
"Enggak,” sahut Nami cepat. “Aku enggak mau basa-basi, ya. Aku mau tanya. Apa kamu enggak marah, kesal, sedih, atau apa?” tanya Nami setelah menghela napas. Dia menatap Yugi yang menyetir di sampingnya.
“Kenapa?”
“Kenapa? Kamu nyadar enggak sih kalau kita ini menikah?” tanya Nami gusar. Ia menghembuskan napas kasar.
“Iya. Aku sadar, Mbak."
“Terus kenapa tenang-tenang saja?” Nami tidak percaya.
“Ini soal apa, Mbak?” Yugi tidak langsung mengerti. Entah dia bodoh atau tidak peduli. Wajahnya memang terlalu datar dan cuek untuk masalah pernikahan ini.
“Kalau kamu sadar bahwa kamu menikah dengan aku, seharusnya kamu cemas dong. Karena apa? Karena kita ini bukan pasangan suami istri sebenarnya,” jelas Nami. Mengulang lagi kalimat ini untuk mengingatkan Yugi.
“Kenapa bukan suami istri? Bukannya kita sudah melakukannya pernikahan ini dengan sah tadi?” tanya Yugi seperti bocah polos. Nami menggelengkan kepala dengan gelak tawa remeh.
“Kita ini bukan pasangan yang saling mencintai, Yugi. Calon istri kamu itu kan sebenarnya bukan aku, melainkan adikku. Dan pastinya yang di cintai kamu itu dia, bukan aku. Pernikahan tadi hanya pencitraan.”
“Pencitraan ya ... Terus kenapa?”
“Bagaimana kita akan berhadapan dengan orang tua kamu nanti?” tanya Nami.
“Ya, hadapi saja.”
“Hadapi saja gimana? Apa kamu bisa bersikap layaknya suami pada istrinya di depan keluarga kamu? Kita ini kan hanya pengalihan soal adikku yang ...” Nami menghentikan kalimatnya. Dia tidak ingin menjelek-jelekkan adiknya. “Pokoknya kita kan hanya pasangan yang tidak tepat.”
“Bisa. Aku bisa bersikap seperti suami pada umumnya,” jawab Yugi tegas. Nami mengerutkan kening.
“Bisa? Wow. Kamu sangat amazing sekali. Aku salut. Aku perlu memberi kamu tepuk tangan.” Nami bertepuk tangan pelan seraya tersenyum mencemooh. “Lalu aku? Bagaimana aku melakukannya? Aku tidak mau berpura-pura.”
“Mbak bisa enggak perlu berpura-pura. Aku juga tidak apa-apa. Lakukan saja apa yang Mbak ingin lakukan,” sahut Yugi begitu tenang. Dan itu sangat menjengkelkan bagi Nami. Perempuan ini pun membuang muka ke arah jendela di sampingnya.
Enteng sekali bocah ini mengatakan itu. Aku tidak menyangka Yugi se-cuek ini. Apa ini yang membuat adikku sampai harus berselingkuh dan memilih tidur dengan orang lain? Atau jangan-jangan mereka juga sudah tidur bareng. Oh tidak. Aku benar-benar di jebak adikku.
"Aku tidak akan bisa melakukan apa-apa, Yugi. Aku malu menghadapi orangtua mu. Karena adikku yang ..." Nami tidak meneruskan kalimatnya.
"Kenapa ragu mengatakannya? Aku sudah tahu soal Vera yang hamil," kata Yugi. Nami menyelipkan anak rambut yang jatuh di belakang telinganya. Itu benar. Bukankah Yugi sudah tahu itu.
... ***...
Pagi sekali, Yugi dan Nami check out dari hotel. Nami tidak ingin berlama-lama di kamar hotel itu dengan Yugi. Mereka langsung menuju dapur karena semua anggota keluarga sedang berkumpul di sana.
“Aduh, menantu Bunda ...” Ibu Yugi langsung menyambut Nami dan memeluknya. Nami tertegun. Ia segera tersenyum sambil membungkuk sedikit. Mencium punggung tangan bunda Yugi. Setelah itu giliran Yugi yang memeluk bundanya. “Bunda sudah kepikiran tadi. Takutnya kalian nanti enggak mau tinggal di sini ...”
Pikiran itu memang sempat terlintas di benaknya. Dia enggan tinggal dalam satu atap dengan mertua. Nami bukan takut karena banyaknya cerita yang beredar soal mertua yang menyetir anaknya dalam berumah tangga. Namun dia enggan karena dirinya belum benar-benar siap jadi menantu keluarga ini. Belum siap menikah.
Nami mendekat lalu mencium punggung tangan ayah mertua. Itu menunjukkan bahwa dia hormat pada mereka berdua.
“Kebetulan ada Mbak Yana juga.” Bunda Yugi menunjuk pada perempuan yang sedang menata makanan dia atas meja di seberang.
Nami mendekati Yana. Mereka pun berpelukan.
"Saat pesta kemarin Mbak enggak bisa ngomong banyak sama kamu. Jadi sekarang kita bisa ngobrol lama." Yana, kakak perempuan Yugi juga tampak menyambutnya dengan hangat. "Itu mas Tony muncul.” Mbak Yana memperkenalkan suaminya.
Pria dengan tinggi seperti Yugi itu tersenyum saat mendengar namanya di sebut.
“Lho, kok kalian sudah pulang? Bukannya masih ada di hotel?” tanya Mas Tony yang langsung berjabat tangan dengan Yugi.
“Enggak perlu lama-lama. Di rumah lebih nyaman,” ujar Yugi. Nami mendekat dan bersalaman.
“Bukannya enak di hotel saja, Gi? Kan enggak ada yang ganggu,” goda Mbak Yana. Yugi tersenyum tipis.
“Jangan di ajak ngobrol terus. Ayo ajak duduk itu istrinya Yugi,” kata Ayah mertua yang ternyata sudah sejak tadi memperhatikan mereka. Yana langsung menutup mulut. Nami tersenyum.
“Eh, iya Ayah.” Yana meringis karena mendapat teguran itu. “Ayo Nami, duduk.”
“Iya, Mbak,” sahut Nami. Yugi ikut duduk di sampingnya.
Nami merasa di sambut meski sebenarnya dia bukan calon Yugi yang sesungguhnya. Ini jadi membuat Nami iba pada mereka semua.
Sengaja Nami melirik pada Yugi. Pria itu tampak biasa saja. Tidak ada raut wajah yang menunjukkan dia terpukul dengan kenyataan bahwa dirinya tidak bisa menikahi perempuan yang di cintainya, bahkan ternyata dia harus menikah dengan pengganti perempuan itu. Juga tidak ada khawatir apapun.
Menurut Nami, ini sungguh aneh. Kenapa mereka begitu menerimanya padahal Vera dan mamanya sudah menyakiti?
Nami duduk dengan tingkat kecanggungan dan gugup yang sangat tinggi. Meskipun dia sebenarnya bukan orang yang kikuk, tapi menghadapi sebuah keluarga dimana dirinya adalah seorang menantu adalah pertama kalinya. Makanya dia sangat panik dalam hatinya.
Yugi tiba-tiba menyodorkan air dingin pada Nami tanpa bicara. Manik mata Nami mengerjap.
“Minumlah. Bukankah kamu haus?” kata Yugi bohong. Karena Nami tidak pernah membicarakan itu. Namun Nami tidak perlu membantah, karena ini menolongnya. Sedikit tegukan air melewati kerongkongannya mampu membuat kadar gugup pada tubuhnya turun.
“Eh, iya. Bunda lupa kasih kamu minum.” Bunda tergelak. Beliau merasa tersindir dengan sikap putranya.
“Bunda mu itu terlalu senang karena putranya menikah. Jadi mohon di maklumi,” kata ayah membuat bunda menepuk pelan tangan suaminya. Bunda pun tertawa.
Suasana lumayan ringan di rumah ini. Nami yang tadinya sudah tegang karena sudah membayangkan gambaran mertua dengan sisi negatif lebih dulu, dia sempat panik dan was-was tadi.
..._____...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Mbah Edhok
Nami ... dia masih shock dan tentu saja masih bingung ... seluruh praduga yang terselip dalam hatinya, membuatnya seperti terkunci ...
2023-11-30
0
☠ᵏᵋᶜᶟ 🥚⃟♡ɪɪs▵꙰ᵃⁱˢ𝐘ᵃ🇭⃝⃟♡🍆
aku juga masih memikirkan nya
2022-11-19
2
☠ᵏᵋᶜᶟ 🥚⃟♡ɪɪs▵꙰ᵃⁱˢ𝐘ᵃ🇭⃝⃟♡🍆
yugi dewasa ya
2022-11-19
2