Nami tidak sabar. Dia gelisah. Meskipun dia tetap berdiri di tempatnya, kakinya sejak tadi bergerak tidak jelas. Rasa gelisah tengah menyerangnya.
Ini pertama kalinya ia sangat berharap Yugi segera muncul. Ia sudah tidak tahan ingin bertemu pria itu dan pergi dari sini. Bukan rindu, tapi ingin di selamatkan dari Rico.
Saat menunduk, ia melihat tali gesper sepatu kerjanya lepas. Ia ingin membungkuk dan ... ternyata cincin pernikahan yang di paksa melingkar di jari manisnya jatuh menggelinding.
Bola mata Nami melebar. Meski tidak suka dengan pernikahan ini, dia tetap harus menjaga cincin itu. Karena itu lambang kalau mereka berdua sudah menikah.
Nami mengejar. Namun seorang pria menghentikan laju cincin itu. Nami mendongak. Ternyata dia Yugi. Nami menghela napas lega. Pria itu memungut cincin dan mendekati Nami.
"Walaupun tidak menyukai pernikahan ini, kamu tidak boleh melepaskan tanggung jawab pada cincin kecil ini, Nami," kata Yugi.
Nami menipiskan bibir. Telapak tangannya terbuka meminta cincin itu. Dia tidak peduli Rico di dalam gedung tengah mengamatinya. Yugi tidak segera mengulurkan tangan, ia justru menarik tangan Nami. Ini membuat perempuan ini terkejut.
“Daripada hanya menyerahkan begitu saja, lebih baik aku pasang cincin ini dengan baik.” Yugi memasukkan cincin itu pada jari manis Nami. Perempuan ini hanya menghela napas. Setelah selesai, Nami segera menarik tangannya.
“Sebaiknya kita segera makan siang. Atasanku hanya memberi waktu sedikit. Jadi kita hanya bisa makan di tempat yang dekat-dekat saja.” Nami memberitahu. Yugi menoleh ke dalam gedung. Ia melihat ada seorang pria yang tengah mengamati. Itu pasti atasan Nami.
“Kalau begitu, kita makan siang di depan saja. Tempat kamu dengan teman-temanmu waktu itu,” kata Yugi langsung mendapat tempat untuk makan. Nami mengangguk setuju.
Rico yang sejak tadi mengawasi mengerjapkan mata melihat pasangan suami istri yang baru menikah itu. Sejak tadi, ia tak henti-hentinya melihat ke arah mereka berdua.
“Jadi Nami sudah melupakan aku ya ... Dia sudah mencintai pria lain rupanya,” gumam Rico. Dia mengambil kesimpulan seperti itu. “Aku rasa ... Pria itu tidak pantas untuk Nami. Dia masih bocah.” Rico juga membaca wajah Yugi yang nyatanya memang masih muda di bawah Nami.
Di kantor. Tempat Nami dan rekannya bekerja. Ina dan Mila menunggu hingga makanan merasa sudah habis.
“Kemana si Nami? Katanya dia mau beli makanan di kantin, terus makan bareng kita? Mana?” tagih Mila yang bekalnya sudah hampir habis. Tinggal dua suap saja.
“Aku juga kan enggak tahu. Apa itu orang makan sendirian di sana?” kata Ina. “Atau jangan-jangan dia makan siang dengan Pak Rico. Tadi kan Nami jalan bareng Pak Rico.”
“Ehh, jangan sembarangan bicara. Nami kan sudah punya suami sempurna,” Mila menekan tengkuk Ina hingga perempuan itu menunduk menghindari rasa geli yang di timbulkan oleh tangan temannya.
Sementara itu, Nami makan siang dengan tanpa beban. Karena ingin lepas dari Rico, Nami fokus pada Yugi yang baru saja menolongnya. Jadi ia lupa kalau ada janji dengan teman-teman. Bahkan tidak memberi kabar untuk mereka berdua. Nami benar-benar melupakan mereka.
Makan siang mereka hanya di sebuah cafe di depan tempat kerja Nami.
Yugi meneguk minuman sambil memperhatikan perempuan yang makan di depannya. Nami tengah menyuapkan makanan ke dalam mulutnya dengan pandangan menunduk ke arah piringnya.
Sejak tadi perempuan itu tidak mengeluarkan kata-kata sama sekali. Hanya sibuk makan dan minum dengan pelan.
"Bagaimana pekerjaan kamu?" tanya Yugi sengaja mencari bahan pembicaraan.
"Seperti biasa."
"Berbeda sekali denganku yang tidak biasa," kata Yugi. Nami masih fokus pada makanannya. Dia mendengarkan tapi tidak memperhatikan. "Sejak tadi aku sibuk menunggu kabar darimu. Menunggu handphone ku berbunyi dan itu pesan dari kamu."
Mendengar itu, Nami berhenti makan dan mendongak. Menatap Yugi yang juga melihat ke arahnya.
"Karena rasa tidak sabar ku, aku memilih datang saja ke tempat mu bekerja," lanjut Yugi dengan senyuman. Bola mata Nami sempat tertegun sejenak. Namun ia menunduk kemudian. "Padahal ini hari pertamaku bekerja, tapi aku langsung ingin pulang karena tahu akan bertemu denganmu. Namun aku salah. Aku bukan orang sabaran menunggu jam pulang kerja. Inginku langsung bertemu siang ini."
Meski terkesan tidak mendengarkan, sebenarnya Nami pontang-panting di dalam hatinya. Pria muda ini berbicara dengan santai. Padahal itu pembicaraan yang membuat dada Nami berdebar tadi.
"Uhuk!" Karena tangan, hati, dan pikiran tidak sinkron ... Nami tersedak.
"Nami ..." Yugi segera meraih air putih di sebelahnya. Menyerahkan pada Nami. "Ayo minum dulu." Nami patuh. Ia meneguk air yang di berikan Yugi. Setelah itu barulah ia bisa menghela napas lega. "Makan pelan-pelan saja," nasehat Yugi.
Nami melirik Yugi tajam. Apa Yugi tidak sadar kalau Nami tersedak karena semua kalimatnya?
Bukan. Yugi tahu Nami terusik oleh kalimatnya. Pun perihal perempuan ini yang berpura-pura tidak mendengarkannya.
"Aku harus segera kembali. Waktu istirahat ku hampir habis," kata Nami seraya melihat ke arloji di pergelangan tangannya.
"Oke. Kita bisa bertemu sepulang kerja nanti. Aku jemput ya, Nami. Tunggu aku jika aku belum muncul," kata Yugi memberi pesan.
"Ya," sahut Nami pelan.
...***...
Dengan minuman dingin di tangannya, Nami kembali ke tempat kerja. Ia berjalan masuk dengan sesekali melihat ke arah arloji. Saat itu, ada seorang perempuan muda yang tak asing baginya.
Vera?
Perempuan itu baru keluar dari gedung perusahaannya. Nami mengerjapkan mata bermaksud membuat jernih matanya. Karena ia tidak yakin dengan apa yang di lihatnya barusan.
Saat mengucek mata dan mengerjap lagi, ia tidak bisa menemukan perempuan yang ia pikir itu adiknya.
Apa aku salah lihat?
"Hei! Kenapa kebingungan seperti itu?" tegur Yuli yang melintas. Nami membalikkan badan.
"Oh, Yuli. Enggak kok. Enggak apa-apa," kilah Nami. Walaupun begitu ia masih mencoba melihat ke sekitar.
"Kok sendirian, mana yang lain?" tegur Yuli heran melihat perempuan ini di lobi sendirian.
"Ada. Mereka makan di ruangan."
"Lalu kamu? Aku lihat kamu barusan dari luar." Bola mata Yuli melihat ke arah pintu keluar.
"Ya, itu aku makan di luar," jawab Nami masih sibuk bingung dengan orang yang ia yakini itu Vera.
"Tumben enggak sama yang lain? Sama siapa?" tanya Yuli. Nami diam. Dia enggan menjawab. "Bukan sama Pak Rico kan?" selidik Yuli mengejutkan.
"Bukan. Aku tidak mungkin dengannya Yuli," kata Nami mendelik. Rupanya Yuli tahu soal kisah asmara Nami dan atasan mereka.
"Ya. Aku bersyukur kamu enggak jadi sama Pak Rico." Yuli menyuarakan isi hatinya. "Mila dan Ina belum tahu soal Pak Rico?" tanya Yuli saat mereka berjalan kembali ke ruangan.
"Aku tidak perlu memberi tahu mereka berdua. Bisa-bisa mereka heboh setengah mati saat tahu aku pacaran sama Rico," sahut Nami.
Sepertinya aku salah lihat. Tidak mungkin Vera ada di gedung ini. Dia pasti tidak peduli denganku.
...______...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Mbah Edhok
vera ada di gedung perusahaan tempat nami bekerja ... apa kecurigaanku benar, ya, ?
2023-11-30
0
seru_seruan
penasaran ama Yugi.
2022-12-11
0
Diahayu Ayu
sampe di bab ini ak baru ngeh lo klo nama nami itu artinya ya nama😁
ak wong jowo lho thor...tepangake nami kulo mak ayu🤭😂🙈
weesss mboh kono lanjuttt pokok e🤣
2022-12-03
2