Yugi mendongak.
“Mbak Nami enggak bisa santai ya?” tanya Yugi justru bertanya. Nami mendengus. "Maaf, aku lupa kalau Mbak Nami canggung."
“Berhenti memanggilku, Mbak. Aku bukan Mbak kamu,” perintah Nami kesal. Ia sedang ingin mengusik Yugi untuk menenangkan dirinya sendiri. Bukan benar-benar ingin mengganggu.
“Oh, iya. Maaf aku baru sadar. Sekarang Mbak Nami bukan Mbak ipar ku, tapi istriku ya ...,” kata Yugi membuat Nami terkejut. Dia menatap pria yang lebih muda darinya ini lurus-lurus. Nami ingin membantah. Dia ingin mengatakan tidak. Namun apa yang di katakan Yugi benar. Itu kenyataan.
Nami tidak bisa berkata-kata lagi. Mendadak ia membeku. Yugi sendiri tidak mengatakan apapun atau mengalihkan pandangan ke arah lain. Pria itu tetap menatapnya. Ini makin membuat Nami kalah telak. Membuat perempuan ini memilih mengalah dengan melihat ke arah lain daripada harus beradu padangan.
***
Empat hari cuti menikah.
Setelah membantu memasak, Nami ingin segera ke kamar mandi untuk membersihkan badan. Meskipun tadi pagi sempat mandi bebek, cipuk-cipuk saja ... Kini ia harus mandi dengan benar.
“Kenapa terburu-buru mau mandi? Yugi enggak apa-apa kok, meskipun kamu enggak mandi,” goda mertua. Nami terkejut. Lagi-lagi godaan untuk pengantin baru.
“E ... Itu Bun. Aku mau berangkat kerja.”
“Kerja? Nami?” tanya Bunda sangat terkejut. Karena ini baru empat hari setelah pernikahan. Bagaimana mungkin menantunya sudah mau berangkat kerja?
“Ya. Nami harus bekerja, Bun,” kata Nami.
“Aduh ... Kenapa harus masuk kerja? Kalian kan baru 4 hari menikah. Seharusnya masih bisa santai,” kata Bunda menyayangkan.
“Kantor Nami punya prosedur dalam cuti menikah, Bun.” Yugi yang baru muncul, bantu menjawab. Mereka berdua sudah merencanakan ini sebelum menikah. Nami tidak mau memperpanjang cuti. Dia harus segera masuk kerja demi kewarasan pikirannya. Yugi setuju. Bahkan pria itu memberi kebebasan Nami soal itu. Dia tidak menuntut dan mempermasalahkannya.
“Kenapa tidak bekerja di tempat kamu saja, Yugi? Atau kalau enggak, berhenti saja. Kan ada Yugi yang bekerja. Suami kan tugasnya mencari nafkah buat istrinya.” Bunda begitu bersemangat ingin menantunya tetap di rumah.
Nami kebingungan. Dia tidak bisa menjawab. Menurutnya tidak ada penjelasan yang masuk akal soal keadaan pernikahan terpaksa ini. Ayah tidak banyak ikut bicara. Mungkin beliau sepemikiran dengan putranya. Semuanya terserah Nami yang menjalani.
“Biarkan Nami menjalani pekerjaannya seperti biasa Bunda. Soal pindah dan sebagainya itu bisa di bicarakan lagi nantinya.” Yugi memberi pengertian.
Ternyata di balik umur Yugi yang lebih muda darinya, sikap pria ini bijaksana.
“Aduh sayang sekali ... Apa kalian enggak ingin berlibur kemana gitu ...” Bunda masih berat membiarkan menantunya bekerja.
“Soal liburan juga enggak harus sekarang Bunda. Kami bisa merencanakan itu lain hari meskipun bukan cuti. Jadi biarkan Nami bersiap untuk berangkat kerja.” Yugi berusaha membuat Nami lepas dari Bunda.
“Iya, Bunda akan membiarkan menantu Bunda bekerja,” kata mertua menyerah. Yugi memberi kode Nami untuk segera pergi.
Thanks Yugi, batin Nami yang segera melesat ke kamar untuk bersiap.
“Bunda jangan membuat Nami bingung,” protes Yugi.
“Iya. Bunda tahu.” Akhirnya mertua Nami tidak lagi membicarakan soal menantunya yang mau bekerja.
...***...
Nami masih memakai pakaian biasa. Semua bajunya masih ada di rumah mama. Padahal dia sudah merencanakan akan segera bekerja, tapi entah kenapa hal yang penting justru tertinggal untuk di persiapkan. Contoh ; pakaian kerjanya. Untungnya ponsel selalu ia bawa.
Saat Nami sudah berjalan keluar, ia di kejutkan oleh Yugi yang berdiri di dekat mobilnya. Pria itu tampak mengobrol dengan bapak yang mengurusi taman. Nami masih belum hapal siapa namanya.
Merasa ada Nami, Yugi menoleh. Lalu meminta ijin untuk menghentikan obrolan. Bapak itu pergi menjauh setelah mengangguk memberi hormat pada Nami yang jadi menantu keluarga majikannya.
“Aku antar,” kata Yugi.
“Oh, tidak ...” Nami hendak menolak. Namun Yugi langsung memotong.
“Kita ini menikah meskipun seperti kata kamu, hanya terpaksa.” Yugi seakan menggaris bawahi dan mempertebal kata terpaksa itu. Dan ... Ada yang tidak biasa di telinga Nami. Ada yang aneh. Kening Nami berkerut.
“Aku mendengar ada yang aneh dengan cara bicara mu,” ujar Nami menemukan sesuatu.
“Aneh?” Yugi ikut mengerutkan kening. Nami masih berpikir. Mencari tahu apa itu.
“Kamu tidak lagi memanggilku, Mbak.” Nami lega berhasil menemukan apa yang aneh dari cara bicara pria di depannya.
“Oh, itu.” Yugi menggaruk dagunya pelan. “Aku hanya mengikuti keinginan Mbak yang tidak mau di panggil seperti itu. Dan aku rasa ... itu lebih baik. Karena jarak antara kita berdua lebih pendek. Mungkin jika begitu ... Aku jadi tahu apa yang sebenarnya ada di dalam pikiran kamu.”
Nami bungkam. Dia terpana dengan kalimat panjang pria ini. Dan itu tidak biasa. Itu sangat luar biasa.
“Kita berangkat?” tawar Yugi membuat Nami mengerjapkan mata karena dirinya sempat membeku sebentar. Jiwanya sempat berkeliaran saking terkejutnya dengan kalimat panjang pria muda ini.
“Aku masih harus ke rumah mama untuk ambil baju kerja.” Nami mengatakan rencana pagi ini pada Yugi.
“Oke. Ayo masuk ke mobil,” pinta Yugi. Nami berjalan memutar. Sempat kaget saat Yugi ikut memutar dengannya.
“Ada apa?” tanya Nami heran.
“Kamu tidak ingin aku membuka pintu?” tanya Yugi.
“Enggak,” jawab Nami.
“Oh, aku pikir kamu ingin aku membukakan pintu untukmu.” Ternyata perkiraan Yugi salah.
“Apa adikku seperti itu?” tanya Nami dengan wajah mencemooh. Yugi menaikkan alisnya.
“Ayo masuklah. Kamu nanti terlambat.” Yugi mengalihkan pembicaraan. Dia tidak menjawab. Nami menghela napas. Kemudian masuk. Setelah itu Yugi juga masuk lewat pintu yang lain.
Mungkin tidak mudah melupakan wanita yang pernah di cintai. Bahkan tinggal selangkah lagi menjadi istrinya. Meskipun akhirnya Yugi tidak jadi menikah karena adiknya sudah hamil dengan pria lain, sepertinya cinta itu akan tetap ada.
Ya. Ini pernikahan paksaan. Karena hanya ingin menyelamatkan wajah dan nama keluarga, dua orang ini jadi korban.
...***...
Mobil Yugi tidak berjalan ke arah rumah keluarga Nami. Bahkan jauh dari arah rumah itu. Ini membuat Nami heran.
“Bukankah sudah aku katakan aku mau pulang ke rumah mama untuk ambil baju kerja. Kenapa mobil ini tidak ke arah jalan yang benar?” tanya Nami menguji daya ingat pria ini.
“Aku tahu.”
“Jika kamu tahu, kenapa kita tidak ke rumah mama?” tanya Nami gusar.
“Kita bisa berhenti di sini.” Yugi menghentikan mobilnya tepat di sebuah butik. Kecil. Nami tidak mempersoalkan ukurannya, tapi dia memang tidak ingin membeli baju. Dia punya banyak baju kerja untuk di pakai.
... ______...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Mbah Edhok
usia tua tidak menjamin bisa berpikir secara dewasa ...
2023-11-30
0
@arieyy
apakah yugi mencintai dalam diam selama ini?? 🤔🤔
2023-03-13
0
tististis
Yugi,
misterius.
jangan² buruknya Yugi.
2022-12-09
1