Klek! Suara pintu dapur terbuka lelah seseorang.
"Rico?"
"Nami?" tanya mereka berdua bersamaan. Pria itu terkejut melihat Nami. Ya, dia Rico mantan kekasihnya.
"K-kenapa kamu ada di sini? Kenapa kamu ada di rumah ini?" tanya Nami dengan terbata-bata. Bola matanya melebar tidak percaya bahwa pria ini muncul di rumah keluarganya. Bukan hanya di ruang tamu, tapi di dapur. Ini bukan tempat umum yang bisa di masuki orang dari luar.
"Ah, itu ..." Rico kebingungan menjelaskan. Tangannya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sepertinya. Dia melihat ke kanan dan ke kiri. Sepertinya agak gugup.
"Jawab Rico. Kenapa kamu muncul di rumah ini? Bahkan muncul di dapur. Seakan-akan kamu terbiasa bertindak seperti ini di rumah keluargaku,” desak Nami. Dia tidak bisa memikirkan apapun alasan yang membuat Rico bisa ada di rumah ini.
Kepala Rico menoleh ke kanan dan ke kiri lagi. Sepertinya dia ingin meminta bantuan seseorang. Namun tidak ada siapa-siapa. Pertanyaan sederhana Nami ternyata sulit.
"Aku akan menjawabnya kalau kamu bisa tenang," ujar Rico berusaha membuat Nami tenang. Dari sorot mata Nami, terlihat begitu banyak pertanyaan di sana. Wanita ini mencari jawaban sendiri meskipun juga sedang menunggu jawaban dari bibir pria ini.
Klek! Pintu terbuka lagi. Kali ini mama yang muncul setelah menerima telepon. Bola mata perempuan itu membulat. Beliau terkejut juga. Yap. Karena ada orang asing memasuki dapurnya. Tentu saja mama bersikap seperti itu.
"Rico? Kenapa ada di sini?" tanya mama menyebut nama itu dengan akrab. Beliau tetap terlihat terkejut. Bahkan ekspresi wajahnya juga makin panik saat melihat Nami yang sedang menatap marah ke arah pria dengan tubuh tegap ini kini melihat ke arahnya.
"Mama kenal dengan Rico?" tanya Nami tidak menyangka. Selama ini Nami tidak pernah memberitahu keluarganya soal Rico. Dia dan pria ini menjadi kekasih hanya dalam bayang-bayang saja. Lalu kenapa mereka saling kenal?
Mama melihat ke arah Nami dengan gugup. Namun beberapa detik sanggup menenangkan dirinya.
"Y-ya. Mama kenal."
"Darimana kamu bisa mengenal mamaku, Rico? Aku tidak pernah mengajakmu ke rumah ini. Bahkan aku tidak pernah mengenalkan mu pada mamaku!" Nami masih tidak bisa menemukan hubungan di antara keduanya.
"Aku ..."
"Aduh Nami ... Kenapa kamu berteriak-teriak seperti itu? Mama bisa malu kalau kamu begitu pada tamu mama." Mama langsung mendekat seraya menghentikan kalimat Rico. Sepertinya mama ingin menyelamatkan pria ini dari pertanyaan Nami. "Juga jangan bertanya pada mama dengan nada seperti itu. Kamu mirip anak yang tidak pernah bisa di atur. Padahal kamu itu sudah menikah. Sudah punya suami."
Nami membisu. Sejenak tadi ia memang lupa sedang berbicara pada siapa, karena terfokus dengan keheranan dan keterkejutan dengan kemunculan pria ini di dalam rumah ini. Sekejap tadi rasa marah memuncak melihat Rico. Namun kenapa mama juga bersikap begitu?
"Rico bisa kembali ke kamar. Biar Mama yang bicara sama Nami," kata mama dengan mudah dan akrab pada Rico.
Kamar? Kenapa dia punya kamar di rumah ini? Sikap apa itu? Apa sebelumnya aku sudah mengenalkan Rico pada mama, tapi aku lupa? Nami menerka-nerka sendiri soal kedekatan mama dengan mantan kekasihnya.
"Lanjutkan membuat minuman dan bawa ke depan. Suami kamu pasti sudah menunggu. Ayo cepat," kata mama.
Rico melihat ke arah Nami yang kebingungan sebentar. Lalu dia bergegas keluar dari dapur meninggalkan mereka berdua.
Apa? Apa yang aku lewatkan? Kenapa aku tidak tahu soal Rico dan keluarga ku?
"Nami!" tegur mama lebih keras. Sejenak Nami terbengong-bengong. Mata Nami mengerjap mendapat teguran itu. Lalu dia melihat mamanya. "Apa yang kamu lakukan? Sudah selesai membuat minumannya? Kamu bukan sengaja lama bikinnya, kan?"
Nami masih mengerjapkan mata.
"Apa ini, Ma?"
"Apa yang kamu tanyakan?" Mama tampak tidak senang.
"Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Apa yang tidak aku ketahui? Mama menyembunyikan sesuatu?" tanya Nami dengan mata sendu dan juga tajam.
"Kamu ini ... Tidak sopan bertanya begitu pada mama. Sini. Biar Mama saja yang bawa minuman ini ke depan. Kamu enggak cepat kerjaannya. Makanya kamu telat dapat jodohnya," gerutu mama tiba-tiba membicarakan jodoh. Perempuan paruh baya itu mengambil nampan yang sudah di isi dengan cangkir teh.
Bukankah sekarang dia sudah menikah meskipun tidak cinta? Jodoh yang bagaimana lagi?
Mama membawa nampan ke depan. Beliau meninggalkan Nami yang masih tertegun di tempatnya. Sepeninggal mama, perempuan ini memejamkan mata sejenak. Mencoba menenangkan dirinya sendiri.
“Aku harus tenang. Apapun yang terjadi, aku harus tenang.” Nami merapal kalimat penenang untuk dirinya sendiri.
Sementara itu, mama keluar sambil membawa nampan di atas tangannya. Vera dan Yugi menoleh.
"Maaf, ya Yugi ... Mama lama bikinnya," kata mama seraya meletakkan cangkir minuman di atas meja.
“Saya yang harusnya minta maaf, Ma. Sudah merepotkan mama,” kata Yugi. Bibir mama tersenyum.
Setelah menanggapi mertua bicara, Yugi melongok ke balik punggung beliau. Dia sedang mencari Nami. Karena sejak tadi tidak melihat kemunculan istrinya. Bahkan saat mertua sudah menyuguhkan minuman, perempuan itu masih tidak muncul. Kemana dia?
"Nami kemana, Ma? Kenapa tidak muncul?" tanya Yugi heran.
"Ada. Dia ada di belakang." Mama menjawab tanpa menoleh. Beliau justru sedang berkomunikasi dengan Vera yang masih duduk di sofa. Namun dengan tanpa suara. Kemudian Vera berdiri.
“Dia sudah selesai,” kata mama pada Vera. Perempuan itu terkejut.
“Sekarang ada di mana?”
“Di atas,” jawab mama.
"Dia ada di kamar?" tanya Vera pelan.
"Ya," jawab mama singkat. Rupanya mama tidak menceritakan kejadian Rico yang tidak sengaja ke dapur dan bertemu Nami. Yugi yang tadinya terus saja melihat ke belakang karena menunggu Nami muncul, terusik dengan percakapan rahasia mereka berdua.
"Jika mama mengijinkan, saya mau ke belakang melihat Nami," kata Yugi yang tidak nyaman dengan mereka berdua yang sudah berbisik-bisik sendiri. Menurutnya ada hal yang aneh sekarang. Mereka tampak membahas suatu rahasia yang besar sekarang.
"Minumlah dulu. Ini sudah di buatkan." Mam menunjuk ke cangkir di atas meja. Yugi melihat cangkir itu. Lalu ia menghela napas. Minum teh itu dan meletakkannya kembali dengan segera.
"Aku ke sana, Ma." Vera beranjak dari sofanya.
Saat itu Nami sudah datang. Vera melirik Nami. Lalu dia menipiskan bibir seolah Nami adalah orang lain yang menumpang. Nami menatap adiknya tajam. Vera membuang muka ke arah lain. Lalu melenggang masuk ke dalam tanpa mengeluarkan kata-kata. Meninggalkan Nami yang berekspresi dingin.
...________...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Mbah Edhok
ternyata benar dugaanku ... Nami otaknya lowbat utk bisa membaca situasi ...
2023-11-30
1
seru_seruan
mau ngatain mamanya tapi kok emaknya.
gimana dong.
pengen nya ngatain maksimal.
2022-12-11
1
Lizha A.S
ko mama nya Nami gitu yg sikap nya apakah Nami bukan anak kandung nya si mama ??
2022-12-02
1