Yugi memperhatikan Nami dari belakang mobil. Ia melihat rasa kesal barusan. Lalu dia membawa tas bawaan mereka. Lalu melewati Nami.
“Ayo kita masuk,” ajak Yugi yang sudah berjalan lebih dulu mendekati pintu. Nami mengikuti dari belakang. Yugi mulai membuka kunci dan mempersilakan Nami masuk. Kepala Nami mengangguk meminta ijin untuk masuk.
Di dalam ternyata sudah ada furniturnya. Bahkan lengkap. Padahal Nami pikir hanya beberapa saja furnitur di dalam rumah. Atau belum di tata rapi. Ternyata ia salah. Semua sudah siap. Yugi sudah menyiapkan semuanya dengan baik.
“Kenapa kepikiran membeli rumah? Kamu kan bisa tinggal dengan orang tuamu lebih dulu sebelum menikah.” Nami bicara dengan pandangannya yang beredar ke sekitar. Ia takjub. Sempat terpukau karena di usia muda, Yugi sudah mempersiapkan semuanya untuk dirinya setelah menikah. Termasuk rumah ini.
“Investasi.”
“Emm ...” Nami manggut-manggut mendengar jawaban Yugi. Rumah memang bagus untuk investasi ke depan. Karena bisa jadi makin mahal seiring tahun yang berganti.
“Bahasa kerennya begitu, tapi nyatanya aku hanya ingin uangku tidak keluar dengan percuma. Hanya itu,” imbuh Yugi selanjutnya. Nami menoleh. Yugi seakan menyebut dirinya sendiri orang pelit. Padahal dia tahu bagaimana Vera saat masih berpacaran dengan pria ini. Tidak ada barang murah yang di belikan oleh Yugi. Hampir semua branded.
“Bukannya Vera selalu dapat barang branded dari mu. Apa itu tidak percuma?” gumam Nami seakan menyindir. Entah kenapa dia justru menyebut nama adik yang sudah jadi pengkhianat bagi Yugi itu.
Yugi diam sejenak.
“Kamu ingin aku belikan barang seperti itu?” tanya Yugi tiba-tiba.
“Apa maksudmu?” Nami mengerutkan kening tidak mengerti. Yugi tidak menjawab. Dia justru menatap Nami. “Kamu sedang berpikir apa, sampai bertanya seperti itu?” Rupanya Nami tidak sadar bahwa kalimatnya sendiri yang membuat Yugi bertanya seperti itu.
“Maaf. Lebih baik tidak membahas Vera,” kata Yugi lalu membawa tas mereka masuk ke dalam kamar.
“Tunggu!” cegah Nami. Yugi berhenti dan menengok ke belakang. “Apa di sini ada kamar lain? Kita tidak harus tidur di dalam satu kamar kan?” tanya Nami. Yugi diam sejenak. Bola matanya beredar ke sekitar. Nami cemas.
“Ada, tapi aku tidak menyiapkan kamar yang lain. Tidur di kamar ini saja dulu sebelum aku menyiapkan.” Yugi menunjuk kamar di depannya dengan dagunya. Nami menghela napas. Dia memilih mengiyakan.
***
Pagi yang cerah. Esok harinya.
Yugi menggeliat. Tubuhnya memang agak kaku karena tidur di sofa. Tentu saja ia tidak bisa memaksa Nami untuk berbagi ranjang dengannya. Ia menuju ke kamar mandi untuk bersihkan diri. Setelah itu menuju ke dapur. Ia heran masih belum ada tanda-tanda Nami keluar dari kamar. Karena cemas, Yugi mendekat ke pintu kamar. Mengetuk sebentar.
Tok tok.
Tidak ada jawaban.
Tok Tok.
Masih tidak ada jawaban.
“Mbak Nami ... Apa Mbak masih tidur? Ini sudah siang. Aku takut Mbak terlambat kerja.” Yugi berbicara di luar pintu.
Tetap sunyi. Yugi cemas. Ia mencoba membuka pintu. Ternyata pintu tidak di kunci. Dia terkejut. Dengan cepat, ia mendorong pintu. Saat masuk ke dalam, perempuan itu sudah tidak ada. Tempat tidurnya sudah rapi dan bersih. Yugi langsung berlari ke depan. Ia takut Nami pergi tanpa pamit padanya. Pernikahan ini memang bukan keinginannya. Jadi ia khawatir perempuan itu kabur.
Dengan tergesa-gesa, ia langsung mencari perempuan itu di luar. Langkahnya terhenti saat melihat perempuan itu di sana. Dia sedang melihat bunga-bunga yang ada di taman. Jongkok di bawah sambil mengamati bunga.
Hhh ... Yugi menghela napas. Ia lega. “Ternyata disini.” Mendengar suara laki-laki di belakangnya, Nami menoleh. Bola mata Nami melebar saat melihat Yugi sudah ada di belakang memperhatikannya. Dia langsung berdiri dengan cepat.
“Ada apa?” tanya Nami.
“Tidak. Aku pikir kamu kemana.”
Nami mendengus. “Aku tidak mungkin kabur. Meskipun aku tidak setuju dengan pernikahan ini, aku tidak mungkin kabur setelah setuju untuk melakukannya. Aku cukup bertanggung jawab kok,” tegas Nami bermaksud membuat Yugi kesal.
“Oh, itu bagus. Jadi aku tidak perlu khawatir. Terima kasih untuk penegasannya,” kata Yugi dengan senyum miring yang aneh. Nami mengerutkan kening heran.
Terima kasih? Apa? Dia sedang mengejekku? Aku sudah di permainkan oleh bocah, gerutu Nami di dalam hati. Ia pun melangkah melewati Yugi yang memperhatikannya dan masuk ke dalam rumah.
Yugi mengekor di belakang.
“Hari ini aku mulai berangkat kerja.” Yugi memberitahu Nami.
“Ya. Silakan saja,” sahut Nami datar. Kaki Nami berjalan ke dapur. Ia akan membuat sesuatu untuk di makan pagi ini. Dia terbiasa sarapan pagi. Ternyata Yugi juga ikut masuk ke dapur. “Kenapa ke sini?” tanya Nami.
“Aku mau membuat sarapan juga. Aku tahu kamu tidak akan membuatkan aku sarapan pagi,” kata Yugi dengan nada biasa, tapi dampaknya luar biasa. Itu seperti langsung menampar Nami.
“Terserah,” sahut Nami. Mereka berdua pun memasak sendiri-sendiri di dapur yang sempit itu. Alhasil, berulang kali mereka bertabrakan. Bahkan hampir menyenggol barang yang ada di meja.
“Bisa kamu pergi dari dapur?” tanya Nami dengan menahan kesal.
“Kamu mengusirku?” tanya Yugi balik.
“Tidak mungkin. Aku hanya menumpang di sini. Semua ini milikmu. Aku hanya ingin kamu keluar dulu dari dapur, hingga aku bisa menyelesaikan masakan.” Nami mengatakannya dengan menyindir.
Yugi melihat ke sofa di depan tv dan meja dapur bergantian.
“Aku akan menyiapkan sarapan pagi juga untukmu,” kata Nami mengambil keputusan dengan cepat. Karena ia ingin pria ini segera keluar dari dapur. Makanan tidak akan cepat selesai jika Yugi juga ribet di dapur.
“Oh, kalau begitu aku bisa pergi sekarang.” Yugi langsung menyetujuinya. Pria itu pun keluar dari dapur. Kemudian Nami berkutat sendiri dengan masakan. Menurutnya itu lebih baik daripada berulang kali bertabrakan seperti tadi.
Dari sofa, Yugi memperhatikan Nami yang memasak sendiri. Bibirnya tersenyum tipis.
“Memangnya dia se-ahli apa sampai harus ikut ribet di dapur,” gerutu Nami pelan. Dia yakin pria itu tidak mendengarnya. Merasa di perhatikan, Nami mendongak. Pria itu memang sedang melihat ke arahnya. Memperhatikannya.
Ada yang aneh. Jika saling pandang, biasanya orang akan mengalihkan perhatian ke arah lain. Namun Yugi tampak biasa saja meskipun Nami tengah memandanginya. Pria itu tidak mengalah dengan melihat ke arah lain. Nami sampai mengerjapkan matanya bingung.
“Kenapa dia terus saja melihat ke sini,” keluh Nami memilih mengalah. Ia harus segera menyelesaikan membuat makan pagi. Karena ini bukan hanya untuk dirinya, tapi untuk Yugi juga.
..._____...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Mbah Edhok
Nami ... lunakkan hatimu sedikit saja ... kau bukan sendiri sebagai korban... Yugi pun sama ...
2023-11-30
0
seru_seruan
aku juga mau dong digoda Yugi.
wkwkkwkkk
2022-12-11
1
☠ᵏᵋᶜᶟ 🥚⃟♡ɪɪs▵꙰ᵃⁱˢ𝐘ᵃ🇭⃝⃟♡🍆
kaya nya yugi emang ada rasa ya yah sama nami
2022-11-19
2