Bab 7

...****************...

"Dimana Sandra?"

Hainry baru masuk ke markas. Markas YK71 bukanlah bentuk bangunan yang aneh, hanya seperti rumah biasa yang terdiri dari banyak kamar. YK71 sendiri hanya memiliki 11 anggota saja, tapi isinya orang-orang berbakat semua, makanya mereka bisa terkenal. dan yang mengumpulkan orang-orang berbakat ini adalah Sandra.

"Katanya ada urusan."

Jawab Fladilena sembari membolak-balikan kertas dihadapannya. Meski ini hari minggu, ada cukup banyak permintaan klien yang datang, umumnya soal penculikan dan pembunuhan. Jika itu menyangkut hal yang sangat penting, Tim detektif akan bekerjasama dengan polisi.

"Minggu gini ngapain? Bukannya liburan, aku mau kencan dengannya. Sia-sia pakai yang rapi-rapi gini."

Hainry duduk di sebelah Rafael yang bermain game, hobinya Rafael memang, selain itu dia anggota termuda di YK71, tapi jangan salah, karna soal hack, melacak, membobol data itu adalah keahlian Rafael. Rafael dan alat elektronik sudah menjadi satu pasangan klop.

"Mas nggak sadar ya? Mas Hainry tuh alay, makanya Mbak Sandra gak mau."

"Berisik. Bocah kayak kamu nggak tau apa-apa."

Hainry menjitak kening Rafael, membuatnya menjerit aduh seketika.

"Yang lain mana Fla?"

"Sebagian liburan, sebagian lagi main ke yayasan, sebagian lainnya tidur, sisanya tuh di sebelah kamu."

"Oh, kalau aku ajak Sandra ke yayasan dia mau nggak ya?"

Ide itu tiba-tiba saja muncul di kepala Hainry, dia tau kalau mengajak Sandra berkencan secara langsung, pasti akan ditolak mentah-mentah.

"Tumben normal Mas? Biasanya aja berkicau yang ke KUA-lah, rumah sakit lah, sana-lah, sini-lah, gajelas."

Rafael menyela,

"Boleh ku pukul gak sih kepalanya Fla?"

Geram sekali rasanya, Hainry ingin cepat-cepat membenjolkan kepala anak disebelahnya.

"Boleh sih, cuma kalo dia amnesia terus mendadak bodoh, kita juga yang susah. Enggak bakalan kita temuin bocah robot kayak dia."

Fladilena tersenyum kecil.

Drtt Drttt

Ponsel Hainry bergetar, dia mencoba memastikan siapa yang menelponnya, kalau itu enggak penting dia akan mendiamkannya saja.

"Weh, Sandra!"

Refleks Hainry mengangkat teleponnya dengan cepat.

"Wuuu seneng dah tuh ditelepon ayang."

Ledek Rafael, Rafael sendiri memang paling suka mengganggu Hainry.

"Iya dong, makanya punya ayang sana."

"He-ileh, Mbak Sandra aja nggak mau sama Mas, ngaca dulu sana."

"Berisik."

Hainry mengangkat telepon Sandra, menjauh dari dua orang yang ada di ruang tamu tadi. Obrolan dirinya dan calon istri harus dirahasiakan.

"Han, sibuk nggak?"

Dari sebrang telepon terdengar suara indah Sandra, dan suara buruk kendaraan yang berlalu lalang.

"Sibuk sih, kan ngurus nikahan kita."

Sudah Sandra bilang kan, abaikan saja Hainry, entah sampai kapan anak ini akan tetap gila. Sandra harap anak buahnya itu segera sadar dan normal.

"Jemput aku di halte cemara, jangan lama."

"Oh mau ke KUA?"

"Tiga puluh menit kalau kau nggak sampai aku naik taksi."

"Tentu saja aku akan jadi suami paling baik untuk mu."

Sandra mematikan ponselnya, biarkan saja Hainry mau berkata apa, dia memang suka berkicau.

Akhirnya percakapan berbeda arah itu berakhir, jangan salahkan Sandra, jangan salahkan Hainry juga, dia hanya terlalu mencintai Sandra.

Sandra menghela napasnya, dia mengayunkan kakinya bermain-main selama sendirian di halte ini.

"Eh ... hujan?"

Rintikan hujan di hadapannya menyita segala perhatiannya, begitu deras, tapi masih belum terdengar suara petir menggelegar.

"Sial ...!"

Umpatan itu refleks begitu saja keluar dari mulut Sandra. Hari hujan adalah hari yang menyedihkan, hari hujan adalah hari paling menyebalkan untuk Sandra, bukan karna dia tidak menerima rahmat Tuhan, bukan pula dia membenci nikmat yang Tuhan berikan ini.

Hanya saja ...

Hari gelap karna hujan mengingatkannya hari dimana dia menjadi yatim piatu. Hari hujan menyadarkannya bahwa dia sendirian.

Sandra mencoba selalu berdamai dengan masa lalunya, tapi rasa sakit yang datang terus membuat Sandra mengulang fase menyakitkan ini.

Sandra memakai maskernya, memakai tudung hoodie-nya. Mencoba menahan tangis yang ingin pecah.

Sandra sangat menyayangi kedua orang tuanya, jika Sandra menjadi seorang yang berguna bagi semua orang seperti sekarang, itu karna ajaran kedua orangtuanya.

Sifat dan kepribadian Sandra saat ini tidak lepas dari ajaran kebenaran dan keadilan yang ayahnya tanamkan sejak Sandra masih kecil.

Sial ...

Sandra tidak bisa menahan air matanya, bulir hangat itu jatuh begitu saja seiring sesak yang dia rasa. Kenangan menyakitkan yang bangkit disaat hujan, tidak bisa Sandra bendung.

Meski kejadian itu sudah lama, meski dia sudah dewasa, rasa sakitnya masih tetap ada, tidak akan pernah hampa sampai jiwa meninggalkan raga.

"Kalau nggak nangis, ntar aku cium loh."

Sandra mendongak ke atas, telinganya menangkap suara yang akrab namun tidak terdengar jelas karena hujan. Sandra melihat Hainry berdiri di depannya mengenakan payung.

Hujan yang begitu deras membuat Sandra tidak menyadari kedatangan Hainry.

Ah, dia tidak fokus karna hujan atau sibuk menata hatinya yang masih berkecamuk dengan trauma masa lalu?

"Enggak sopan sama kapten."

Sandra tersenyum tipis, hatinya sudah lebih lega ketika melihat Hainry di depannya.

"Kamu nggak sendirian, ada aku, Fladilena, YK71, dan anak-anak panti. Jadi jangan sedih, ok?"

Hainry tau betul, tidak ada yang bisa membuat Sandra menangis kecuali ingatan tentang orang tuanya.

"Cuma nostalgia sama masa lalu."

Hainry berlutut di depan Sandra, mensejajarkan wajahnya dengan gadis itu.

"Kau berharga ..."

Suara Hainry lembut, tatapannya dalam, banyak makna yang tidak bisa di deskripsikan hanya dengan kata-kata.

"Aku merindukan mereka ...!"

Sandra turun dari kursinya, dia memeluk Hainry dengan erat.

Itu benar.

Entah kenapa, disaat terpuruk dan kacau seperti ini, Hainry selalu ada di sisi Sandra, meyakinkannya bahwa dia tidak sendiri di dunia ini. Meyakinkan Sandra bahwa dirinya lebih berharga dari yang dia pikirkan.

Hainry selalu ada untuk Sandra.

"Jangan pikirkan baju ku, kau bisa menangis sepuasnya."

Hainry memeluk Sandra erat, memberikan kehangatan di tengah dinginnya hujan badai. Tangan Hainry lembut mengusap kepala gadis itu dengan penuh kasih sayang.

Kau sangat berharga, Sandra.

Untuk ku, kau adalah segalanya

"Baju bisa di cuci nanti."

"Makanya menangis yang puas."

"Aku menangis bukan karna aku cengeng tau!"

Hainry tersenyum hangat.

"Itu benar, Sandra-ku menangis hanya untuk nostalgia. Lagipula, YK71 tidak akan percaya kau menangis sehebat ini."

"Diam atau aku akan menahan gaji mu!"

"Astaga, bos ku galak sekali."

Bagi Sandra, Hainry adalah sebuah kehangatan, yang dia yakini itu perasaan nyaman sebagai seorang sahabat. Sandra yakin bahwa dia bisa bercerita lebih leluasa dan bebas pada Hainry, karna mereka sahabat.

Sandra yakin, tidak ada perasaan aneh di antara persahabatannya dengan Hainry. Gombalan Hainry hanyalah sebuah candaan, untuk Sandra.

...

Terpopuler

Comments

awesome moment

awesome moment

sandra, kpn kmu sadar bhw hain tu belahan jiwa kamu.

2024-04-20

0

Dania🌹

Dania🌹

sahabat lama lama jadi rasa cinta😍

2022-12-01

6

Ana

Ana

sahabat juga bisa jadi patner hidup kita loh sandra meskipun hainry sering bercanda, tapi kurasa dia serius soal perasaannya, lebih nyaman suami rasa sahabat ☺☺☺

2022-10-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!