Gea mulai menatap soal dipapan tulis, dia mencoba mengingat cara menyelesaikan rumus itu. Setelah mendapatkan bayangan, akhirnya dia mulai mengerjakan soal itu. Namun belum juga selesai dia sudah mendapatkan teriakan dari teman-teman sekelas.
"Cepetan dong, nilai aja seratus tapi ngerjain satu soal aja lama." Devan
"Ini soalnya lumayan rumit, butuh waktu." Gea
"Ck, sok pinter." Devan
Namun Pak Feri yang melihat jika jawaban yang dikerjakan Gio itu tidak asal, tapi sesuai rumus, dia mulai percaya dengan kemampuan tersembunyi murid lelakinya yang nakal ini.
Gea melanjutkan soal itu sehingga dia menyelesaikannya dengan baik.
"Pasti jawabannya salah kan Pak?" Devan
"Lo ngisinya asal kan?" Fikri
"Hmmm… hmmm… ayo kalian tepuk tangan untuk Gio, dia sudah mendapatkan nilai 100 dan juga berhasil mengerjakan soal dipapan tulis dengan benar." Puji Pak Feri dengan bertepuk tangan terlebih dahulu.
Semua sisawa ikut bertepuk tangan, namun suara tepuk tangan itu seakan tak terdengar karena semua orang masih tak percaya dan bertepuk tangan dengan malas.
"Yang keras dong anak-anak! Mana tepuk tangannya!" Pak Feri
Akhirnya terdengar suara tepuk tangan yang meriah, Gea tersenyum senang, dia bisa membuat Gio dipuji guru dan diberi tepuk tangan meriah teman sekelas.
Yes, aku berhasil. Batin Gea
Gea duduk dengan santai di kursinya, dia tersenyum memandang Haikal dan Brian yang masih memberikan kesan tidak percayanya.
"Yo.. gue minta obat pinternya dong..! manjur bener." Haikal
"Mana ada yang begituan." Gea
"Terus lo bisa mendadak pinter gara-gara apa, kejedot tembok lo?" Brian
"Astaga, gue belajar lah." Gea
"Masa? Belajar semalam saja langsung encer tuh otak? Gak percaya gue." Haikal
"Itu buktinya gue bisa ngerjain soal itu." Gea
***
Sementara dikelas 9A, Gio menjadi siswa terakhir yang menyelesaikan ulangan metematika, itu pun sebagian dia kerjakan dengan feellingnya saja.
Semoga keberuntungan berpihak sama gue, maafin gue ya Gea..!. Pikir Gio
Bel istirahat pun berbunyi, tanda jam istirahat sudah tiba, Gio beregas kekantin mengajak Lili tentunya, karena saat ini cuma dia sahabat satu-satunya, meski dia sangat merindukan Haikal dan Brian.
Baru kali ini gue kangen sama mereka. Batin Gio
Kantin sudah penuh, hanya tersisa 2 kursi kosong di meja Jesi, Gio yang sangat percaya diri, dia menghampiri Jesi dan berniat bergabung dengannya.
"Ge, jangan bilang kalau kamu mau duduk satu meja dengan si Jesi itu?" Lili
"Iya, cuma disana yang kosong." Gio
"Kita gak bakalan dikasih duduk disana, kan kamu tahu sendiri Jesi orangnya kaya gimana," Lili mencoba menahan Gea, dia tidak mau terjadi keributan.
"Gapapa, aku bisa mengatasinya," ucap Gio yang semakin mendekat ke meja mereka dengan membawa piring berisi makanan.
"Tapi Ge… ," Lili sangat khawatir dia berusaha menyusul langkah Gio.
Namun betapa terkejutnya Lili saat melihat reaksi Jesi yang menurut pada Gio, bahkan Gio dipersilahkan duduk dengan sopan oleh Jesi.
"Bagaimana bisa?" Lili
"Maksudnya?" Gea
"Gapapa Ge." Lili
Lili tidak mungkin mengutarakan apa yang ingin dia katakan didepan Jesi, Lili memilih diam dan makan dengan cepat, dia tidak nyaman makan bersama gadis arogan di depannya itu.
"Santai aja Li makannya..!" Gea
"Aku hanya lapar saja," Lili mencoba mencari alasan, dia bingung kenapa Gea sama sekali tidak peka padanya.
Setahu Lili, Jesi selalu mengganggu banyak siswi lain termasuk dirinya yang terbilang lemah, Gea juga sama karena dia lebih suka merelakan uang jajannya dari pada harus beradu mulut dengan jesi, apalagi Gea selalu mendapatkan jatah uang yang lumayan banyak dari ibunya.
Meski Gea telah memberikan uang, terkadang Jesi masih saja kasar dengan ucapan atau menatap Gea dengan tajam dan ancaman-ancamannya.
Tapi saat ini Lili melihat Jesi begitu berbeda, seperti takut pada Gea, kenapa seakan keadaan bisa terbalik begitu saja?
Apalagi saat melihat Jesi menyudahi acara makannya terlebih dulu, bahkan dia berpamitan pada Gio.
"Gea, si Jesi kenapa? Kok beda gitu sih, kaya takut sama kamu, biasanya kan…" Lili
"Aku gak tahu, mungkin dia sudah tobat, hehe… gak usah dipikirin, kamu tungguin aku makan ya..! Aku mau pesan satu porsi lagi." Gio
"Lagi? Astaga biasanya kamu diet." Lili
Saat Gio menikmati makanan yang kedua kalinya, tiba-tiba ada laki-laki yang langsung duduk dihadapan Gio. Ya… laki-laki itu mengira jika yang dihadapannya sekarang adalah Gea yang manis dan manja yang Arif sukai.
"Cie…" Lili
"Hmm…" Gio
"Ge, kamu udah masuk, kemarin kamu sakit apa?" Arif
"Sakit biasa aja." Gea
Yaelah ini anak judes banget, biasanya juga manis, manja, cerewet, apa aku punya salah sama dia? Pikir Arif
"Emm, syukur deh kalau udah sembuh, aku khawatir." Arif
"Aku baik-baik aja kok, lagian kenapa mesti khawatir?" Gea
Lili menyenggol lengan Gio, berharap sahabatnya itu berhenti bersikap aneh. Lili beranggapan jika sikap sahabatnya itu sedikit keterlaluan pada Arif.
"Apaan sih Li?" Gio
"Hehe… gapapa, aku cuma mau ngajakin masuk ke kelas aja," ucap Lili, dia terpaksa berbohong karena masih ada Arif disana, dia merasa tidak enak.
Arif tidak mengerti kenapa gadis pujaan hatinya bisa berubah seperti itu, namun dia tidak mau mengurungkan niatnya yang sudah disusun dengan rapi. Bahkan sebelumnya Gea merespon baik semua sikap dan pemberian Arif seakan mempunyai rasa yang sama.
Tiba-tiba Arif berjongkok, mengeluarkan satu buket bunga mawar merah, dengan satu coklat ditangannya, coklat berbentuk hati.
Astaga, gue ditembak cowok? Sungguh menggelikan. Haha... Pikir Gio
Arif menembak Gio yang dipikirnya Gea itu, dia mengeluarkan semua kata-kata romantis dan puisi cinta yang romantis juga, membuat wanita lain yang melihat begitu iri karena Arif salah satu cowok favorit di sekolah, dia ketua osis yang tampan dan juga pintar.
"Gea, maukah kamu jadi pacarku?" Arif
Lelaki itu begitu memohon penuh harap di matanya, begitu mendamba gadis di depannya, berharap gadis di depannya menerima cintanya.
Gio bangkit dari tempat duduknya, dia melihat Gea di seberang sana menyaksikan momen yang seharusnya milik Gea, Gea tersenyum bahkan mengangguk, seakan menyuruh Gio menerima cinta Arif untuknya.
Ikatan batin diantara mereka seakan berbicara,
"Gio, kamu harus terima dia..!" Gea
"Kenapa harus dia?" Gio
"Ayolah terima saja..!" Gea
Lili juga mulai menyenggol lengan sahabatnya itu agar sahabatnya menerima cinta Arif dan sadar dari lamunannya itu.
Gio menatap Lili, menatap Gea dan juga menatap Arif dengan bergantian, dia merasa bingung dan merasa aneh saja bisa ada disituasi seperti itu.
Apakah gue juga harus berpura-pura cinta sama dia demi si Gea? tapi... gue kan masih normal. pikir Gio
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments