Benar Benar Hamil

Marissa merasakan jantungnya berdetak kencang. Gadis belia itu sudah berbaring di sebuah ruangan rumah sakit. Seorang perawat sudah mengoleskan gel ke perutnya. Sebentar lagi. Dokter akan memeriksa Marissa apakah benar benar hamil atau tidak.

Tidak jauh dari tempatnya berbaring. Arjuna dan mama Nisa berdiri. Sama seperti Marissa. Arjuna juga merasakan jantungnya berdetak kencang. Entah apa yang dirasakan oleh Arjuna saat ini. Yang pasti hatinya berdebar debar. Sedangkan mama Nisa sangat yakin jika hasilnya pasti positif.

"Bagaimana dokter?" tanya mama Nisa. Dokter baru beberapa detik menggeser sebuah alat di permukaan perut Marissa. Nisa sudah tidak sabaran mengetahui hasilnya. Mama Nisa bertanya supaya Arjuna dan Marissa percaya jika gadis belia itu benar benar hamil. Dokter yang sedang menangani Marissa adalah dokter yang dijanjikan oleh mama Nisa untuk memeriksa Marissa.

"Bu Nisa, Pak Arjuna. Sebentar lagi kalian akan menjadi kakek dan nenek," kata Dokter.

Marissa berhenti bernafas beberapa detik. Perkataan dokter bagaikan petir yang menyambar tubuhnya. Marissa memang berbaring. Tapi dia bisa merasakan jika dunia berputar. Dia mendengar samar samar sang dokter menunjukkan janinnya yang sudah berumur satu bulan itu kepada kedua orang tua angkatnya.

Arjuna mengusap wajahnya kasar. Ternyata diagnosa dokter Marsel ternyata benar. Marissa benar benar hamil. Itu artinya Marissa sudah melemparkan aib ke wajahnya.

"Ya ampun. Mengapa ini terjadi kepada keluarga kami," kata mama Nisa sedih. Dia juga terlihat panik tapi hatinya tentu saja sangat senang.

Marissa merasakan dunianya hancur. Masa depannya sudah hancur. Gadis belia itu hanya dapat menangis. Ketika perawat membersihkan bagian perutnya dari gel. Marissa tidak bereaksi sama sekali. Bahkan ketika perawat membantu dirinya untuk duduk. Gadis belia itu menurut dengan mata yang terus mengeluarkan air mata.

"Ayo kita pulang Sa," kata mama Nisa. Sang dokter sudah memberikan resep obat dan vitamin untuk Marissa. Mama Nisa mengulurkan tangannya untuk membantu Marissa turun dari tempat tidur itu. Bagaikan manusia yang terkena hipnotis Marissa menurut. Mereka bertiga keluar dari ruangan dokter. Mama Nisa menggandeng tangan Marissa yang berjalan dengan tatapan kosong. Sedangkan Arjuna melangkah cepat. Dia kasihan melihat Marissa tapi dia juga belum bisa meredakan amarah itu dari hatinya.

"Sudah sayang. Jangan menangis lagi. Aku sangat yakin. Laki laki yang menitipkan benih itu di rahim mu pasti akan bertanggung jawab. Papa dan mama tidak akan membiarkan kamu menanggung masalah ini sendirian."

Marissa, mama Nisa sudah duduk di dalam mobil. Mama Nisa sengaja duduk di bangku belakang untuk menemani Marissa. Arjuna menjalankan mobilnya

Mama Nisa berusaha menghibur Marissa. Seperti perkataan Dokter tadi. Faktor pikiran sangat mempengaruhi perkembangan janin itu. Mama Nisa tidak ingin Marissa larut dalam kesedihan karena akan berpengaruh ke kandungannya. Rencana mama Nisa sudah berhasil sampai tahap ini. Wanita itu tidak ingin gagal untuk rencana selanjutnya. Bagaimana pun, mama Nisa akan berusaha keras janin itu bertumbuh dengan baik menjadi seorang bayi yang lahir sehat dan sempurna. Dia akan memiliki bayi itu seperti dirinya yang memiliki Marissa.

Marissa tidak menjawab. Air matanya tidak berhenti menangis. Dia tidak mengetahui siapa yang menjadi ayah dari janin. Lalu, kepada siapa dia harus meminta pertanggungjawaban.

Menyadari jika dirinya memang benar benar hamil. Tidak dipungkiri jika dirinya juga memikirkan siapa yang menjadi ayah dari janinnya. Dalam tangisan, Marissa mencoba mengingat tempat tempat yang dikunjungi selama satu bulan kemarin. Tapi setelah memikirkan dan mencoba mengingat. Marissa mengingat jika pergerakan hanya ke sekolah dan di rumah. Bahkan selama dua minggu libur kenaikan kelas. Marissa selalu bersama sama dengan mama Nisa. Jadi kapan benih itu masuk ke dalam tubuhnya.

Tidak masuk akal. Hanya itu yang ada di pikiran Marissa. Pemeriksaan dokter memang mengatakan jika dirinya sedang hamil. Tapi setelah berusaha mengingat apa yang terjadi pada dirinya selama satu bulan ini. Marissa merasa jika dirinya sedang hamil bukan sesuatu yang masuk akal. Hanya ada satu moment yang berbeda dari hari hari yang selalu dilalui oleh dirinya. Bulan lalu, Marissa mengingat jika dirinya dan Dino sedang berbincang santai di ruang tamu. Hanya berbincang santai tidak lebih dari itu.

Marissa merasakan jantungnya hampir terlepas dari raganya ketika mobil yang sedang membawa mereka tiba di halaman rumah kedua orang tua angkatnya. Arjuna keluar dari mobil dan membanting pintu mobil dengan keras. Marissa memegang dadanya karena rasa terkejut itu belum hilang dari hatinya. Marissa mengetahui jika Arjuna melakukan itu karena papanya itu masih marah kepada dirinya.

"Inilah konsekuensi dari apa yang kamu lakukan ini Sa. Papa marah besar. Untuk ke depannya. Tolong dengar mama dan menurut dengan apa yang mama katakan nantinya. Bagaimana pun kita harus menyembunyikan hal ini kepada orang orang yang mengenal kita. Jangan sampai mereka mengetahui jika kamu hamil di luar nikah. Malam ini, mama akan mengundang Dino dan keluarganya ke rumah kita. Kita harus membicarakan pernikahan kalian secepatnya," kata mama Nisa.

"Menikah?. Aku tidak mau menikah ma. Aku masih ingin bersekolah," kata Marissa menolak apa yang diinginkan oleh mama Nisa.

"Sekolah. Kamu masih memikirkan sekolah?. Kamu sedang hamil Marissa dan sebentar lagi perut kamu itu akan semakin membesar. Solusi yang tepat saat ini. Kamu harus menikah dengan Dino supaya orang orang tidak mengetahui jika kamu hamil di luar nikah."

"Mengapa mama sangat yakin jika Dino adalah ayah dari janin ini. Aku saja tidak mengetahui siapa yang melakukan ini kepada aku. Apa mama mengetahui sesuatu. Apa mama pernah melihat jika Dino melaksanakan itu kepadaku?" tanya Marissa. Marissa menatap lekat wajah mama angkatnya. Dia masih mengingat tentang amplop tebal yang diberikan oleh mama Nisa kepada Bibi Nilam dan di tempat itu juga ada Dino.

"Mama tidak mengetahui apapun Sa. Tapi yang mama lihat kamu mencintai Dino dan sepertinya juga Dino mencintai kamu. Hanya dia laki laki yang mama lihat dekat dengan kamu. Apa mama salah jika mencurigai jika Dino adalah Pemilik benih yang ada di rahim kamu?"

"Lalu, bisakah hanya karena mencintai langsung hamil seperti ini ma?. Ini tidak masuk akal ma," jawab Marissa. Marissa membuka pintu mobil dan menurunkan kakinya. Dia tidak ingin berlama lama dengan mama Nisa karena wanita itu membuat dirinya sangat kesal.

Marissa menaiki tangga dengan cepat. Dia tidak menghiraukan teriakan mama Nisa yang menyuruh dirinya untuk berjalan dengan pelan. Gadis belia itu menginginkan jika dengan berlari di tangga itu, dia bisa terbebas dari kehamilan itu.

"Aku tidak akan biarkan kamu merusak masa depanku," kata Marissa. Marissa meremas perutnya berharap janin itu terlepas dari tubuhnya.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!