Marissa meyakinkan hatinya jika dirinya tidak hamil melainkan masuk angin biasa. Sebagai siswa yang duduk di sekolah menengah umum dan pernah belajar biology. Dia sangat yakin bahwa di rahimnya tidak ada pembuahan. Dia merasa tidak pernah melakukan hal di luar batas apalagi melakukan dosa nikmat itu. Jatuh cinta baru pertama kalinya dan kebebasan dirinya pun terbatas. Arjun sangat displin menjaga dan membatasi pergaulannya. Terutama pergaulannya dengan laki laki. Itulah sebagai sampai saat ini. Marissa belum mempunyai pacar sangat berbeda dengan sebagian temannya yang sudah mempunyai pacar.
Marissa tidak menjadikan mual pagi hari ini menjadi beban pikiran. Wanita itu berpikiran positif bahwa siapa saja bisa mengalami mual di pagi hari walau bukan karena hamil muda. Marissa sangat yakin banyak faktor yang bisa membuat seseorang merasa mual di pagi hari.
"Masih mual?" tanya Arjuna lembut dan menoleh ke Marissa.
"Masih pa, tapi sudah lebih baik dibandingkan tadi," jawab Marissa. Mual itu memang sudah berkurang kini kepalanya yang terasa pusing. Tapi Marissa masih bisa menahan dan memilih tidak mengeluhkan sakit kepala itu kepada sang papa. Marissa takut, Arjuna membawa dirinya ke rumah sakit jika mengetahui apa yang dialami saat ini.
"Akan lebih baik lagi jika seandainya tadi kamu sarapan terlebih dahulu. Tapi ya sudahlah. Nanti pas jam istirahat jangan lupa makan. Makan yang bergizi dan jangan jajan sembarangan."
"Iya pa."
Marissa menjawab singkat. Arjun sangat tegas dan tidak bisa dibantah oleh siapapun jika perkataannya benar.
Marissa tersenyum melihat gedung sekolahnya sudah di depan Mata. Memasuki ajaran baru di kelas XII. Membuat Marissa ingin belajar lebih giat lagi. Arjuna sudah berjanji akan memberikan ijin kepada dirinya melanjutkan pendidikan di luar negeri di universitas impiannya jika nilai memenuhi persyaratan untuk itu.
"Ingat ambil bangku paling depan," kata Arjuna setelah menghentikan mobilnya. Arjuna selalu menekankan Marissa supaya duduk di bangku paling depan supaya konsentrasi dalam proses belajar.
"Siap papaku ganteng," jawab Marissa sambil mengulurkan tangannya. Marissa mencium punggung tangan Arjuna dan Arjuna mengusap kepala Marissa dengan penuh kasih sayang.
"Uang jajan sudah ada?"
"Sudah pa. Tapi kalau papa mau nambah. Marissa dengan senang hati menerima," jawab Marissa dengan menyodorkan telapak tangannya. Arjuna tertawa sambil mengambil dompetnya. Arjuna mengeluarkan beberapa lembar kertas merah dan meletakkan lembaran itu di telapak tangan Marissa. Marissa tidak seperti putri orang kaya lainnya yang sudah mempunyai atm di masa bangku sekolah. Arjuna dan Nisa memberikan uang jajan setiap harinya cash kepada Marissa.
"Terima kasih papaku yang baik. Semoga papa panjang umur, banyak rejeki dan secepatnya mempunyai anak kandung."
Arjuna tertawa mendengar kata kata indah dari Marissa. Marissa akan selalu berkata seperti itu tiap kalinya Arjuna memberikan sesuatu kepada gadis belia itu.
"Papa tidak ulang tahun hari ini. Masih lama."
"Ulang tahun atau tidak. Yang pasti aku menginginkan semua perkataan aku tadi menjadi kenyataan pa. Udah ya pa. Aku masuk dulu. Papa hati hati menyetir."
Tanpa mendengar jawaban Arjuna. Gadis belia itu membuka pintu mobil dan menutupnya. Rasa mual yang masih terasa di dalam mobil hilang begitu melihat teman temannya sudah menunggu di depan gerbang sekolah itu.
Arjuna masih bisa melihat Marissa dari dalam mobil itu. Ada rasa bangga di hatinya karena bisa mendidik Marissa menjadi gadis yang baik, ramah, sopan dan murah hati. Memberikan uang jajan berlebih kepada Marissa bukan hal yang baru bagi Arjuna. Arjuna mengetahui sikap penolong dalam diri Marissa sangat tinggi.
Setelah memastikan Marissa memasuki gerbang sekolah. Arjuna meninggalkan tempat itu. Sedangkan Marissa sudah berbaur dengan teman temannya dan kini sedang bercanda. Rasa mual dan sakit kepala itu lenyap seketika hanya bertemu dengan para temannya.
Marissa dan teman temannya langsung menuju ruangannya mereka. Tapi sayang, ruangan itu masih terkunci. Marissa dan yang lainnya memutuskan menunggu di depan ruangan itu sampai petugas nantinya membukakan pintu ruangan tersebut.
"Sa, nanti seperti biasa ya," kata Luna. Marissa mengacungkan jempolnya. Dia sudah mengerti apa yang dimaksudkan temannya itu. Temannya yang lain bersorak senang. Nanti di jam jam istirahat, mereka akan makan gratis dari Marissa. Marissa ikut tersenyum. Wanita itu merasa bahagia jika teman temannya itu merasa senang. Marissa mengetahui keadaan para temannya. Bisa dikatakan jika hanya dirinya yang lebih mampu dari segi ekonomi dibandingkan para temannya itu.
Petugas sekolah akhirnya datang dan membuka pintu ruangan itu. Marissa dan yang lainnya berhamburan masuk. Tidak seperti Marissa. Teman temannya memilih bangku belakang. Sedangkan Marissa mendapatkan bangku paling depan seperti keinginannya.
Marissa memukul meja itu berulang ulang. Dia merasa senang. Posisi meja itu akan mendukung dirinya untuk konsentrasi belajar dan mendengarkan penjelasan guru. Marissa berjanji dalam hati impiannya kuliah di luar negeri harus tercapai.
Hari pertama itu mereka tidak belajar. Hanya perkenalan guru yang menjadi wali kelas mereka di tahun ajaran ini. Dan bisa dipastikan mereka akan pulang lebih cepat dari jam pulang sekolah seperti biasanya.
Dan seperti yang sudah disetujui oleh Marissa sebelumnya. Kini Marissa dan teman temannya berada di kantin sekolah. Gadis yang sudah beranjak dewasa itu sedang mentraktir teman temannya makan bakso di kantin sekolah atas hari pertama mereka masuk sekolah di kelas XII hari ini. Marissa terlihat sangat bahagia karena bisa melihat teman temannya itu berbahagia dan terlihat menikmati bakso sapi kesukaan mereka bersama. Marissa terkenal diantara teman teman sebagai teman yang baik dan tidak pelit. Uang saku yang lebih banyak dibandingkan dengan teman temannya membuat Marissa sering mentraktir atau bahkan membantu teman temannya.
Dan senyum di bibir Marissa meredup melihat salah satu temannya kurang bersemangat memasukkan bakso itu ke dalam mulutnya.
Melihat raut wajah temannya itu, Marissa sudah menduga jika temannya itu mempunyai masalah pribadi. Sosok Marissa bukan sosok yang suka pamer. Dia akan bertanya kepada temannya itu setelah pulang sekolah nanti.
"Wi, dewi. Tunggu," panggil Marissa kepada temannya yang terlihat kurang bersemangat tadi. Dewi menghentikan langkahnya.
"Pulang bareng aku yuk," kata Marissa setelah jarak mereka sudah dekat.
"Duluan saja Ris, aku masih ada keperluan dan tidak langsung pulang ke rumah?"
"Kamu ada masalah?" tebak Marissa. Dewi menganggukkan kepalanya.
"Masalah apa?" tanya Marissa lembut. Ditanya dengan lembut seperti itu. Dewi tidak dapat menyembunyikan masalah nya sendiri. Dewi menceritakan tentang ibunya yang sedang terbaring di rumah sakit dan mereka kekurangan biaya. Sang ibu mengalami gagal ginjal.
Marissa berpikir sebentar. Biasanya dirinya membantu teman temannya dalam masalah yang tergolong ringan saja. Tapi masalah Dewi bukan masalah kecil tapi masalah besar yang membutuhkan banyak biaya.
Marissa menatap temannya itu. Diantara teman temannya dewi adalah temannya yang bisa dikatakan orang yang tidak mampu. Dewi bisa bersekolah di tempat ini karena mengandalkan otak sehingga bisa mendapatkan bea siswa.
"Nanti aku coba bilang ke papa ku ya, Dewi. Semoga saja hati papa tergerak membantu ibu kamu. Tapi ini bukan janji. Aku hanya akan berusaha," kata Marissa. Dewi menganggukkan kepalanya. Ada harapan di hatinya mendengar perkataan temannya itu. Marissa dikenal sebagai putri dari salah satu pengusaha di kota ini yang terkenal banyak memberikan bantuan sosial kepada masyarakat yang kurang mampu.
Marissa dan Dewi akhirnya pulang terpisah. Marissa pulang dengan taksi online. Dewi pulang dengan beban yang sedikit berkurang sedangkan Marissa pulang dengan harapan semoga papanya bersedia membantu temannya itu.
Baru saja Marissa memasuki pekarangan rumah. Marissa sudah kurang bersemangat masuk ke dalam rumah. Di depan rumah sudah terparkir mobil kakek dan neneknya. Tidak ingin menjadi sasaran kemarahan kakek neneknya. Marissa akhirnya duduk di teras rumah menunggu ketegangan yang terjadi antara mama dan kakek neneknya mereda.
"Aku tidak mau tahu. Tahun depan aku sudah harus menggendong cucu. Kamu sudah mengetahui jika Arjun adalah putra tunggal kami. Mengapa kamu tidak berusaha keras untuk memberikan keturunan kepada kami." kata Kakek marah.
"Tapi kami sudah mempunyai Marissa pa. Dan mas Arjun juga tidak mempermasalahkan keadaan ini," jawab Nisa.
"Kamu bodoh atau pura pura bodoh Nisa?. Marissa hanya anak angkat kalian. Dia bukan penerusku," kata sang kakek semakin marah.
"Tidak ada cara lain Nisa. Jika kamu tidak kunjung hamil juga. Kami terpaksa menikahkan Arjun tahun depan. Kamu harus siap dimadu. Kami sudah mempunyai calon istri kedua untuk Arjun," kata nenek menambahkan luka di hati Nisa.
Marissa yang mendengar pembicaraan itu ikut sedih membayangkan mama angkatnya yang sudah terisak.
Marisa akhirnya bangkit dari duduknya. Dia mengucapkan salam sebelum masuk ke dalam rumah. Hanya mama Nisa yang menjawab salamnya sedangkan kakek dan neneknya hanya menatap dirinya sinis.
Kakek dan Nenek menganggap Marissa adalah anak angkat yang membawa sial. Marissa diangkat menjadi putri dari Arjun di tahun pertama Arjun dan Nisa sebagai suami istri. dan saat itu usianya masih lima tahun. Kini wanita itu sudah berusaha enam belas tahun Lima bulan.
"Anak pembawa sial. Jangan tunjukkan dirimu di hadapan kami," kata Kakek marah. Dia menduga keberadaan Marissa di rumah ini yang sangat disayang oleh Arjun sehingga pria itu tidak terlalu memikirkan untuk memiliki anak kandung. Arjun terlalu sibuk dengan urusan bisnis dan merasa jika dirinya sudah mempunyai pewaris yaitu Marissa sendiri. Sedangkan bagi Kakek dan Nenek. Anak kandung dari Arjun lah yang berhak menjadi pewaris semua harta kekayaannya.
Marissa merasakan hatinya selalu sakit setiap mendengar perkataan pria tua itu. Apalagi Nisa sang mama tidak mengatakan apapun yang membela dirinya. Biasanya setiap Marissa mendapatkan kata kata yang kurang enak dari kakek dan Nenek. Nisa pasti membela dirinya. Tapi hari ini, Nisa larut dengan kesedihannya sendiri.
"Marissa," panggil Nenek ketika Marissa hendak berlalu dari tempat itu. Marissa berhenti dan membalikkan tubuhnya tapi tidak berani menatap sang nenek.
"Banyak banyak lah berdoa. Berdoa lah supaya mama angkat kamu secepatnya hamil supaya kamu aman di rumah ini. Jika tidak, maka akan ada wanita yang akan menjadi istri kedua bagi papa angkat mu," kata nenek. Marissa terdiam. Menjawab apapun perkataan sang nenek jawaban pasti selalu salah.
"Dan kamu Nisa. Perjalanan kami kali ini agak lama. Gunakan kesempatan ini untuk berobat. Usiamu tidak lagi muda. Jadi berusaha keraslah," kata sang kakek. Nisa mengganggukan kepalanya karena apa yang dikatakan oleh mertua laki lakinya benar. Usianya kini tiga puluh tujuh. Beberapa tahun lagi dirinya tidak lagi wanita produktif.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Mesra Jenahara
kasian banget Nisa dan Marissa..moga Nisa segera hamil..
tapi yg hamil Marissa yyaa..
2022-10-21
0
Selpiya aaa
Komentar pertama, pendukung pertama semangat Thor
2022-10-19
1