"Pa, boleh aku masuk?" tanya Marissa dari pintu kamar. Arjuna yang sedang duduk di sofa di dalam kamar itu menoleh ke pintu kemudian menganggukkan kepalanya. Sedangkan mama Nisa tidak terlihat di kamar itu.
Marissa duduk di sebelah Arjuna. Pria itu masih fokus memandangi layar laptop. Pekerjaan yang seharusnya dia kerjakan di kantor, Arjuna mengerjakannya di rumah. Merasa khawatir akan permintaan mama Nisa yang menyuruh dirinya cepat pulang membuat pria itu tidak berpikir panjang untuk pulang. Arjuna memang sangat mencintai istrinya. Pria itu berusaha melakukan yang terbaik dan menerima kekurangan istrinya.
"Ada apa Sa?" tanya Arjuna. Pria itu bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop. Suaranya juga sudah terdengar lembut.
"Aku minta maaf pa. Dan berjanji tidak mengulanginya lagi."
Akhirnya Arjuna mengalihkan pandangannya dari layar laptop kini pria itu menatap wajah putrinya dengan lembut.
"Karena ini kesalahan pertama. Aku memaafkan kamu. Tapi tidak dengan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya," kata Arjuna. Marissa tersenyum. Gadis belia itu langsung meraih tangan Arjuna dan mencium punggung tangan pria itu. Marissa sangat senang mendapatkan kata maaf dari papanya.
Hampir setengah jam Marissa berbincang bincang santai dengan papanya. Hingga akhirnya Marissa keluar dari kamar kedua orang tuanya dengan perasaan senang. Bukan hanya dimaafkan. Tapi Marissa juga senang karena Arjuna bersedia membantu biaya pengobatan orang tua dari dewi teman Marissa di sekolah.
Marissa bertambah semangat untuk belajar. Marissa merasa beruntung karena mempunyai papa seperti Arjuna dan mama seperti Nisa. Mereka adalah orang tua angkatnya tapi Marissa diperlakukan seperti anak kandung. Marissa juga ingin seperti Arjuna. Pengusaha kaya yang bisa menjadi berkat bagi orang lain.
Marissa sangat sadar apa yang harus dilakukan terlebih dahulu untuk mewujudkan keinginannya itu. Gadis belia itu berjalan menuju dapur berencana untuk membuat kopi untuk dirinya sendiri dan sang papa. Malam ini, dirinya tidak mempunyai tugas tugas sekolah. Marissa pun berencana malam ini begadang membaca novel.
Marissa belum sampai di dapur telinganya mendengar sesuatu dari salah satu kamar tamu. Mereka tidak ada kedatangan tamu tapi di kamar tamu itu seperti ada aktivitas. Marissa mendengar dua orang atau lebih berbicara di kamar tamu itu. Marissa mendekati kamar tamu itu dan berdiri di depan pintu kamar tersebut.
Merasa ingin tahu. Marissa mengintip dari lubang kunci tapi dirinya tidak bisa melihat apapun. Marissa memundurkan langkahnya dan bersembunyi di sebelah vas bunga besar tidak jauh dari kamar itu. Di tempat itu, dirinya menunggu orang yang sedang berbicara di kamar itu keluar. Marissa sangat penasaran siapa yang ada di kamar itu.
Terlalu lama menunggu. Akhirnya Marissa tidak sabaran. Dia kembali mendekati pintu kamar itu. Marissa merapatkan telinganya ketika mendengar sebuah kata yang sedang dia pikirankan sejak tadi pagi.
Tidak ingin dirinya bertambah penasaran. Nia mengetuk pintu kamar itu tapi seketika itu juga suara yang terdengar itu hilang seketika. Marissa memberanikan diri membuka pintu itu. Tapi setelah pintu terbuka. Marissa tidak melihat siapapun di kamar itu. Dia hanya melihat ranjang yang sangat rapi.
"Apa aku berhalusinasi?" tanya Marissa dalam hati. Tapi wanita itu juga membantah pertanyaan itu dalam hati. Dia dengan jelas mendengar kata hamil dari kamar itu.
Tidak ingin pusing karena hal itu. Marissa melanjutkan langkahnya ke dapur. Wanita itu membuat kopi untuk dirinya. Marissa memilih kopi hitam kesukaan Arjuna daripada kopi instant untuk dirinya.
Marissa hendak membawa kopi hitam itu ke kamar miliknya di lantai dua. Tapi apa yang dilihatnya sekarang membuat Marissa mengerutkan keningnya. Dari kamar tamu yang dia curigai tadi. Mama Nisa, Dino dan juga Bibi Nilam keluar dari kamar itu. Yang membuat otaknya berpikir keras adalah amplop coklat yang kini berada di tangan bibj Nilam. Bibi Nilam adalah ibu kandung dari Dino.
Nisa terlihat terkejut melihat Marissa di depan kamar itu. Tapi wanita itu bisa mengusai dirinya dengan cepat. Sedangkan Dino mengusap kepala hingga ke leher belakangnya.
"Kamu mau minum kopi Sa?. Jangan nak itu tidak bagus untuk kamu," kata mama Nisa panik. Marissa yang hendak bertanya tentang apa yang di dengar olehnya tadi seketika lenyap dari pikirannya.
"Tidak bagus?. Hanya kopi ini ma."
"Tetap saja. Tadi pagi, kamu muntah muntah. Jangan minum kopi dulu sebelum dokter memeriksa Kamu."
Mama Nisa merampas kopi itu dari tangan Marissa hingga tertumpah sebagian. Mama Nisa membuang kopi itu ke wastafel. Marissa tidak berbuat apapun. Dia menilai apa yang diperbuat oleh mama angkatnya itu hanya sebagai bentuk perhatian kepada dirinya.
"Amplop apa itu bi," tanya Marissa. Sungguh dirinya tidak dapat menahan keinginan tahuannya.
"Bibi Nilam meminjam uang dalam jumlah besar untuk memperbaiki rumahnya," sahut mama Nisa yang baru datang dari arah dapur.
"Iya non. Rumah Bibi kalau hujan terendam banjir hingga semata kaki."
Marissa hanya menganggukkan kepalanya mendengar penjelasan sang Bibi.
Gadis belia itu kembali ke kamarnya tanpa kopi. Sepertinya rencana begadang malam ini harus tertunda.
Besok paginya, Marissa kembali merasakan mual yang dahsyat. Bukan hanya mual. Marissa harus memuntahkan isi perutnya.
"Mama, sepertinya aku harus ke dokter sekarang," kata Marissa. Kini Marissa yang meminta harus ke dokter. Bukan hanya perutnya yang bergejolak. Marissa juga merasakan sakit kepala yang lebih parah dibandingkan sebelumnya. Mama Nisa dan Arjuna sedang di kamar Marissa. Mereka masuk ke kamar Marissa karena mendengar gadis belia itu muntah muntah.
"Oke, oke sayang. Kita ke dokter sekarang," jawab mama Nisa sambil membantu Marissa keluar dari kamar mandi. Mama Nisa membantu Marissa berbaring di ranjang. Sedangkan Arjuna menatap wajah pucat putrinya itu dengan kasihan.
"Sebentar lagi, dokter akan datang," kata Arjuna. Dia baru saja mendapatkan balasan dari dokter bahwa sang dokter tersebut akan datang ke rumah itu.
"Kenapa harus dokter Marcel?. Marissa berobat ke rumah sakit saja," jawab mama Nisa cepat. Dokter Marsel adalah sahabat Arjuna.
"Untuk apa ke rumah sakit jika Dokter Marsel bersedia dipanggil ke rumah. Kamu tidak lihat Marissa lemah dan pucat. Perjalanan ke rumah sakit hanya membuat Marissa akan semakin mual," kata Arjuna.
"Tidak boleh. Aku sudah membuat janji dengan dokter langganan ku kalau hari ini Marissa periksa kepadanya."
Marissa merasakan kepalanya semakin sakit mendengar perdebatan papa dan mama angkatnya. Tapi ada satu hal yang ditangkap dari perdebatan Arjuna dan Nisa. Marissa merasakan sikap mama Nisa mencurigakan sejak semalam.. Mulai dari memberikan dirinya ijin keluar rumah Karena Arjuna pulang malam tapi kemudian mama Nisa meminta papanya itu untuk pulang cepat. Pembicaraan di ruang tamu dan amplop yang dipegang oleh Bibi Nilam hingga saat ini, wanita itu bersikeras membawa Marissa ke dokter langganan. Sungguh, Marissa merasa jika sikap mama Nisa mencurigakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments