Marissa masih tidak percaya jika dirinya saat ini sedang hamil. Marissa mengusap air matanya dengan kasar. Hari ini, dia berencana akan membuktikan kepada Arjuna bahwa dirinya tidak hamil.
Baru saja dirinya hendak beranjak dari ranjang miliknya. Pintu kamar terbuka. Mama Nisa berdiri di sana kemudian melangkahkan kakinya masuk ke kamar. Melihat mamanya datang. Marissa mengurungkan niatnya untuk tidak beranjak dari tempat tidur itu. Marissa menundukkan kepalanya. Dia menduga jika mamanya sudah mengetahui kehamilan yang dituduhkan kepada dirinya. Dan Marissa juga menduga jika kedatangan mama Nisa ke kamar itu untuk bertanya akan kebenaran tentang kehamilannya.
"Sa, apa itu benar?" tanya mama Nisa seakan dirinya tidak percaya akan kehamilan putrinya itu.
"Tidak tahu ma, yang pasti aku tidak pernah merasa melakukan perbuatan dosa itu," jawab Marissa sedih.
"Tapi tidak mungkin kan itu terjadi tanpa melakukan perbuatan itu."
"Ma, percaya padaku. Aku benar benar tidak melakukan itu."
"Sudah sa. Tidak ada gunanya menyangkal. Sejak kamu mual pertama kalinya. Aku sudah menduga kamu hamil. Itulah sebabnya aku membuat janji dengan dokter supaya mengetahui dugaanku itu benar atau tidak."
"Mama?"
"Sekarang kita harus memikirkan solusinya. Jangan buat papa dan mama kamu ini malu karena perbuatan kamu. Cepat katakan siapa ayah dari janin kamu itu. Adakah dia Dino atau pria lain di sekolah kamu?"
Marissa merasakan hatinya berdenyut nyeri mendengar perkataan mama Nisa. Dia tidak menyangka jika mama Nisa percaya begitu saja tentang kehamilan itu. Selama ini, dirinya sangat dekat dengan mama Nisa. Semua pergerakannya diketahui oleh wanita itu. Dirinya bahkan tidak pernah terlambat pulang sekolah. Jadi kapan dia melakukan itu dengan teman sekolahnya?.
Marissa berpikir jika mama Nisa benar benar mengenal dirinya. Wanita itu tidak mengatakan itu. Hari ini, Marissa merasakan hal berbeda dengan wanita itu.
"Mengapa mama mengatakan itu ma. Apa aku tidak cukup baik selama ini. Apa aku pernah membantah mama selama ini?" tanya Marissa dengan terisak. Sungguh hatinya benar benar sakit.
"Tidak perlu mempertanyakan itu Sa. Tapi Kita lihat kenyataan sekarang ini. Kamu sudah melakukan hal yang mencoreng wajah kami. Mama dan Papa sungguh benar benar kecewa karena ini."
Mama Nisa sengaja mengatakan hal itu supaya Marissa benar benar merasa bersalah atas kehamilan itu. Mama Nisa yakin dengan rasa bersalah itu. Dirinya akan bisa memaksakan sesuatu hal kepada Marissa untuk melancarkan rencananya.
"Sebagai orang yang paling dekat dengan aku. Seharusnya mama tidak langsung percaya mendengar diagnosa dokter Marsel. Kita bisa memeriksa ke dokter specialis."
Karena merasa tidak bersalah. Marissa berani berdebat dengan mama Nisa. Dia tidak mengetahui itu bahwa memeriksakan Marissa ke dokter specialis adalah salah satu bagian dari rencana licik mama Nisa.
"Kamu benar, seharusnya Kita harus memeriksa Kamu ke dokter Sa. Maafkan mama yang langsung terbawa emosi. Mama seperti ini karena mama sangat menyayangi kamu. Mama ingin melihat kamu menjadi wanita yang sukses. Mama juga berharap semoga diagnosa dokter Marsel salah."
Mama Nisa berubah menjadi sosok yang lembut. Perkataannya yang meyakinkan mampu membuat Marissa merasa tenang.
"Dan apapun yang terjadi kepada kamu. Mama janji akan selalu ada buat kamu. Termasuk jika pun kamu benar benar hamil. Mama akan selalu mendukung mama. Jangan pernah merasa sendiri ya sayang," kata mama Nisa semakin lembut. Wanita itu meraih tubuh Marissa dan memeluknya. Mama Nisa juga membelai rambut Marissa penuh dengan kasih sayang.
Marissa merasa disayang. Walau dia tidak menyukai kata kata mamanya di pertengahan kalimat itu. Marissa tetap membalas pelukan sang mama.
Tidak jauh dari ranjang, dimana mama Nisa dan Marissa sedang berpelukan. Arjuna berdiri di depan pintu. Dia menyaksikan dan mendengar sendiri apa yang menjadi pembicaraan dua wanita yang sangat disayangi nya itu. Dia merasa kagum kepada istrinya yang terlihat bijak sana menghadapi permasalahan ini. Meskipun awalnya, mama Nisa terlihat kecewa dan marah. Menurut Arjuna hal itu adalah hal wajar. Tapi cara istrinya menenangkan Marissa. Arjuna menilai itu adalah hal yang luar biasa.
Marissa bukan putri kandung mereka. Tapi cara mama Nisa bersikap memperlakukan Marissa dalam situasi ini. Itu artinya mama Nisa bisa menerima kekurangan Marissa.
Mama Nisa membuktikan jika dirinya benar benar wanita yang layak disebut sengaja ibu untuk Marissa. Wanita itu beranjak dari ranjang milik Marissa.
"Aku buatkan kamu sarapan ya sayang. Kamu harus makan."
"Aku belum lapar ma. Nanti saja," jawab Marissa. Rasa mual itu masih muncul sesekali membuat Marissa tidak selera memasukkan makanan apapun ke dalam mulutnya.
"Jangan seperti ini Sa. Kamu harus makan. Jangan buat mama semakin khawatir karena kamu tidak bersedia makan yang akhirnya nanti bisa membuat kamu sakit."
Marissa akhirnya menganggukkan kepalanya. Gadis belia itu bersedia makan karena Dia tidak ingin menambah beban pikiran kedua orang tua angkatnya.
Arjuna berlalu dari pintu kamar itu ketika menyadari jika istrinya hendak keluar dari kamar. Pria itu tidak ingin bertemu Marissa terlebih dahulu karena rasa kecewa dan marah itu masih bersarang di hatinya. Arjuna takut dirinya lepas kendali jika memaksakan diri untuk bertemu Marissa. Pria itu berpikir. Istrinya lebih mengerti memahami perasaan putrinya itu saat ini.
"Dihabiskan ya Sa," kata mama Nisa. Roti bakar, segelas air putih hangat dan segelas susu sudah tersedia di hadapan Marissa. Marissa menganggukkan kepalanya tapi tidak juga memasukkan makanan itu ke dalam mulutnya.
"Apa mama perlu menyuapi kamu?" tanya mama Nisa penuh perhatian. Sikap pura pura baik itu sangat natural sehingga tidak ada curiga sedikit pun di hati Marissa.
"Tidak perlu ma. Aku bisa sendiri."
"Tapi perut tidak akan kenyang jika makanan dan susu itu hanya dipandangi begitu saja Sa," kata mama Nisa mendesak Marissa supaya secepatnya memasukkan makanan itu ke dalam perutnya. Sebenarnya Marissa ingin muntah mencium aroma makanan itu. Tapi Marissa sengaja menyembunyikan hal itu dari mama Nisa. Dia tidak ingin, rasa ingin muntah itu menguatkan jika dirinya memang benar benar hamil.
Marissa akhirnya berusaha keras memasukkan makanan itu ke dalam mulutnya. Sedikit demi sedikit akhirnya makanan itu bisa masuk ke dalam tubuhnya dengan dorongan air putih. Mama Nisa tidak menyembunyikan rasa senang di hatinya ketika makanan itu sudah hampir habis.
"Susunya juga Sa," kata mama Nisa.
"Bentar lagi ma."
"Kalau menunggu sebentar lagi. Susunya akan dingin dan tidak enak mulut. Minum saja sekarang sayang."
Lagi lagi Marissa tidak bisa menolak. Dengan menutup hidungnya. Marissa berhasil menghabiskan susu itu. Marissa tidak mengetahui jika di dalam susu tersebut. Mama Nisa sudah mencampurkan vitamin dan obat penguat kandungan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments