Alkana membulatkan kedua matanya dan segera memundurkan wajahnya, "argh sialan, apa yang kau lakukan?" Alkana langsung keluar dari kamar dan saat ini pipinya sudah memerah seperti kepiting rebus.
Rania tertawa keras, dia tidak menyangka jika alkana bisa salah tingkah seperti itu. Padahal dirinya hanya menggertak saja, tidak mungkin Rania berani melakukan itu. Bahkan jika tadi alkana ikut memajukan wajahnya, mungkin Rania lah yang akan kabur seperti itu.
"Aku sudah tidak betah denganmu, pokoknya dalam waktu dua bulan aku harus bisa di pulangkan ke kampung! Aku tidak mau lama-lama berada disini, tidak apa jadi janda yang penting masih perawan. Lagi pula tidak ada yang tahu kalau aku sudah menikah kan? Jadi aman."
Rania langsung bergegas keluar dari kamar, dia melirik keberadaan alkana yang telah duduk dimeja makan dengan mamanya. Rania menahan tawanya, dan langsung ikut bergabung.
"Mama." Sapa Rania.
Wanita itu terlalu baik kepada Rania, haruskah Rania melukai hati ke kecil wanita paruh baya itu? Rania terus bertanya-tanya dalam hatinya. Saat ini yang bersalah hanyalah alkana, jadi dia hanya akan fokus kepada alkana dan tidak akan melibatkan wanita itu lagi dalam misinya, tapi jika keadaan mendesak apa boleh buat.
"Makan dulu sayang, tadi alkana sudah mama marahi. Besok dia tidak akan mengulanginya lagi." Ujar silvi.
"Tidak apa-apa kok ma, kak alkana kan pasti punya kesibukan sendiri. Jadi Rania bisa paham kok! Tadi kak alkana juga sudah minta maaf pada Rania." Ujar Rania dengan tersenyum manis.
"Oh ya? Benarkah dia meminta maaf padamu?" Tanya Silvi terkejut.
"Iya ma, dia ternyata manis sekali ya. terima kasih ya ma sudah melahirkan sosok alkana untuk rania."
"Uhukk.. uhukk.. CK, sialan!" Alkana langsung meneguk satu gelas air putih hingga tandas.
"Kamu kenapa sayang? Eh tapi mama bangga loh sama kamu, kamu sudah mau berubah menjadi suami yang baik." Ujar Silvi tersenyum.
"Hah? Haha, i-iya ma." Sahut alkana melirik tajam kearah Rania.
Wanita itu hanya berpura-pura tidak melihat dan langsung lanjut mengunyah makanannya, dia melihat jika wajah alkana sudah seperti kepiting rebus. Membuat Rania hampir saja meledakkan tawanya.
"Siapa suruh lawan Rania, kamu kira aku lemah dan akan menangis saat ditindas? Kamu salah memilih lawan." Batin Rania.
Setelah selesai makan, Rania bersiap untuk pergi keluar. Silvi yang melihat menantunya sudah rapi dan membawa tas langsung menghampirinya dan ingin mengetahui mau pergi kemana menantunya itu.
"Rania, kamu mau kemana sayang?" Tanya Silvi.
"Oh ini ma, Rania ada tugas jadinya mau beli buku."
"Gitu ya, kamu pergi dengan siapa?" Tanya Silvi.
"Naik taksi ma, ini baru mau dipesan."
"Jangan, kamu pergi sama Alkana saja. Memangnya sedang apa dia?" Tanya Silvi.
"Tidur ma, tadi sih sudah Rania ajak tapi katanya suruh naik taksi saja ma." Rania memasang wajah sedihnya.
"Haha, tahu rasa kamu. Hari ini aku menang banyak!" Batin Rania.
"Sebentar, mama bangunkan dia dulu ya."
"Tidak perlu ma. Kasihan kak alkana kan pasti capek."
"Tidak, dia harus mengantarmu kemanapun! Tunggu ya, jangan pergi dulu." Silvi langsung menuju ke kamar alkana.
Silvi membuka pintu dan melangkahkan kakinya mendekat lalu menarik selimut itu hingga terlepas dari tubuh alkana. Lelaki itu kembali menarik selimutnya dengan mata yang masih terpejam, dan kini terjadilah aksi saling tarik menarik selimut hingga alkana membuka matanya.
"Ada apa sih ma?" Tanya alkana dengan suara khas bangun tidur.
"Ada apa!? Kamu membiarkan Rania pergi ke toko buku sendirian dan menyuruhnya naik taksi hah? Suami macam apa kamu ini, cepat bangun antarkan istrimu ke toko buku." Silvi menarik Lubuh alkana agar segera bangun.
"Ma, Rania tidak mengatakan apapun pada Al!! Al juga tidak ada menyuruhnya naik taksi, Mama jangan percaya begitu saja pada ular berbisa itu!" Protes alkana.
"Sudah bangunlah, atau mau mama telpon papa?" Tanya Silvi.
"Ma, Al sudah besar dan juga sudah punya istri. Jadi, jangan perlakukan Al seperti anak kecil lagi." Pinta alkana.
"Karena kamu susah di kasih tahu!"
"Hmm iya-iya ma, al bangun."
Alkana langsung mengucek matanya dan bangkit mengambil jaket dan kunci mobilnya.
Akan tetapi dia mengingat kejadian tadi pagi saat Rania dibonceng oleh Kevin menggunakan motor sport, dia langsung meletakkan kunci mobilnya lalu mengambil kunci motor sport nya.
"Ya sudah, mama tunggu didepan ya."
"Iya ma!"
Setelah selesai memakai jaketnya, ia langsung bergegas keluar kamar untuk menemui Rania yang tidak ingin menatapnya. Alkana langsung menuju tempat dimana motornya berada, sedangkan Rania langsung mencium tangan mertuanya dan berpamitan.
"Loh, kok naik motor?" Tanya rania.
"Kenapa? Bukannya kau suka di bonceng naik motor?" Tanya alkana ketus.
"Nanti kalau ada yang melihat kita berdua bagaimana?" Tanya Rania.
"Seharusnya kau itu bersyukur, karena dibonceng oleh pria tampan." Jawab alkana santai.
Rania hanya menghela nafasnya, ia menyesal mengerjai pria itu dan kini dia yang merasa terbebani. Dengan terpaksa dia naik ke atas motor, namun alkana tidak kunjung melajukan motor tersebut membuat Rania mengerutkan keningnya.
"Kenapa tidak jalan juga?" Tanya Rania.
"Mana helmmu?" Tanya alkana.
"Tidak punya." Jawab Rania polos.
"CK, dasar." Alkana langsung turun kembali, membuat Rania kebingungan.
"Dia kesal kenapa lagi sih, heran! kenapa serius sekali hidupnya." Gerutu Rania.
Alkana kembali lalu mendekati Rania dan memakaikan helm ke kepala istrinya, Rania terpaku dengan perlakuan lelaki itu. Tanpa sadar bibirnya mengulum sebuah senyuman, alkana menutup kaca helm dengan kuat membuat Rania terkejut dan berdecih kesal. Lelaki itu langsung melajukan motornya dengan kecepatan sedang.
"Memang musibah jika aku terpaku akan sikapnya." batin ratia kesal.
"Pegangan!" Teriak alkana.
"Apa?" Rania tidak mendengar ucapan alkana diatas motor, karena suara ribut motor yang lain.
"Aku bilang, pegangan!" Teriak alkana lagi.
"Apa sih?" Tanya Rania yang masih tidak mendengar perintah alkana.
Alkana merasa kesal dan langsung menarik tangan Rania kedepan dan melingkarkan Rania di pinggangnya, membuat wanita itu membulatkan matanya dan merasa gugup berada diposisi seperti ini.
Alkana menyeringai dan langsung menambah kecepatan motornya, membuat Rania mengencangkan pelukannya karena ketakutan. Rania terus memanjatkan doa untuk keselamatan dirinya sendiri.
"Kak alka, jangan kencang-kencang aku takut!" Teriak Rania.
"Apa?" Tanya alkana pura-pura tidak mendengar membalas perbuatan Rania tadi.
"Jangan kencang-kencang!" Teriak Rania lagi.
"Apa sih?"
"Jangan kecang-kencang kak, aku takut!"
"Aku tidak dengar." Alkana menambah laju motornya lagi, membuat rania semakin mengencangkan pelukannya.
Lelaki itu terus menyalip mobil dan motor di depannya, membuat Rania benar-benar ketakutan dan ingin pulang saat ini juga. Tanpa sadar, dia mencubit perut alkana dengan sangat kuat.
"Ya tuhan, jika aku harus mati saat ini juga, di surga nanti jangan satukan aku dengan lelaki payah ini." Rania berdoa dengan sungguh-sungguh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Nah gitu dong Rania,Aku gak suka wanita yg lemah,Kamu panas panasin aja dia sama Kevin,kamu tau kan Al itu Rival nya Kevin,,ini lah saat nya kamu bertindak,,?
2022-12-27
0
liuna melia
emh lucu juga🤣🤣👍
2022-11-11
0