"shuuuuuutt." Alkana meletakkan telunjuknya tepat didepan bibir Rania agar wanita itu diam.
"Kau masih kelas dua SMA bukan? Kenalkan, Alkana Vano Anggara, kelas tiga SMA." Alkana mengulurkan tangannya.
Rania menepisnya dan langsung turun kebawah karena merasa usahanya sia sia saja, dia bingung harus melakukan apalagi. Jika dia kabur, pasti tetap saja akan bisa ditemukan oleh bapaknya. Rania mendengus kesal, dia berusaha menetralisir emosinya dan mencoba pasrah saja.
"Kalau teman temanku tahu, mereka pasti akan mengira jika, aku hamil diluar nikah makanya dinikahkan secepat ini." Gumamnya.
"Kenapa sih bapak melakukan perjanjian konyol seperti ini."
Rania mengambil ponselnya, perasaannya benar benar kacau saat ini. Menikah diusia muda terlebih lagi dirinya juga masih sekolah, Rania mungkin tidak akan menolak jika sudah lulus sekolah. tetapi kenyataanya orang tuanya menginginkan dirinya menikah secepat ini.
*****
Malam yang indah, terdengar suara jangkrik disini seperti saat Rania masih di desa. Rania memandangi langit yang cerah, hatinya terus berdoa agar apapun yang akan terjadi padanya adalah yang terbaik untuknya.
"Tuhan, bisakah takdir ini jangan terjadi padaku?, Ini terlalu berat untukku." Ujarnya.
Rania tanpa sadar meneteskan air matanya, dia menatap jari manisnya yang masih polos dan belum ada cincin yang tersematkan.
"Sebentar lagi kamu akan diisi oleh cincin dari pria yang sangat asing bagiku" ujarnya tersenyum getir.
"Bahkan sifatnya saja aku tidak tahu. andaikan ini film Disney, aku bisa meminta bantuan pangeran agar bisa kabur atau minta bantuan pada nenek sihir." Gerutunya.
"Awww." Rania mengaduh sembari memegangi dahinya yang terasa sakit akibat sentilan alkana.
"Dasar bocah, yang kau tahu hanya dongeng saja. Jangan sampai kau memintaku membacakan dongeng sebelum tidur untukmu! Jika tidak mau aku bacakan cerita horor." Ketus alkana menatap lurus kedepan.
"Apasih? sedang apa kamu disini? Tanya rania kesal.
"Kau dicari semua orang! Acaranya akan segera dimulai, jangan membuang buang waktuku!" Ketus alkana lagi.
"Kak alka... Kamu tidak menyukaiku kan? Kita batalkan saja ya perjodohan ini. Kita bisa sama sama mencari orang yang kita cintai." Ujar Rania sambil memegang tangan alkana dan memohon padanya.
"Aaaargh.. sialan! Apa aku sejelek itu sampai kau tidak mau menikah denganku dan memilih membatalkan ini semua?" Tanyanya dengan emosi.
"Kenapa dia jadi membahas jelek atau tidak sih? Aneh sekali dia ini." Batin Rania bingung.
"Kenapa kau diam saja? Sudah cepat! Aku tunggu disana, kalau sampai kau membuang waktuku lagi, kau akan tidur diluar!" Ancam alkana.
Lelaki itu membalikkan tubuhnya dan segera meninggalkan Rania, tanpa sadar seulas senyum tipis terbit dibibir lelaki itu. Sedangkan Rania hanya menggerutu kesal, ia menghentakkan kakinya lalu berjalan menuju ruangan yang akan menjadi tempat acara tunangannya itu berlangsung.
Sekarang mereka duduk berdampingan dan memasangkan cincin tersebut secara bergantian. Raut wajah mereka sama sama datar dan tidak memberikan ekpresi apapun. Sedangkan kedua orangtua mereka sudah berpelukan karena senang anak mereka akan segera menikah, dan mereka akan menjadi besan.
Acara itu hanya dihadiri oleh kedua orang tua mereka dan para pelayan saja. Rania terlihat sangat manis hingga membuat semua orang betah memandangi wajahnya, tetapi pemilik wajah itu sedang menjerit dalam hatinya.
"Rania ayo pikirkan cara agar kamu bisa terhindar dari pernikahan ini, masih ada waktu dua hari untuk memikirkan caranya." Batinnya terus menjerit memikirkan cara untuk kabur.
Acara telah selesai dan Rania sedang duduk diatas meja, tangganya ia letakkan diatas meja dan dia terus menatap cincin itu. Cincin yang mengubah hidupnya.
"Alka... Awas ya kamu!"
"Aaargh, kenapa harus aku sih?"
Ia terus memikirkan nasibnya kedepannya, ingin sekali dia mengadu dan berharap kedua orangtuanya kembali berpikir jernih dan membatalkan pernikahan ini. Tetapi ternyata Mereka terlihat sangat senang saat dirinya bertukar cincin dengan alkana.
"gagal sudah planning ku di masa depan."
Rania langsung bangkit dan berjalan menuju kasur yang langsung merebahkan dirinya di atas kasur, dan berusaha memejamkan matanya. karena besok adalah hari pertamanya masuk sekolah baru yang juga berisi orang baru yang tidak ia kenal sama sekali, Rania menghembuskan nafas pasrah dan mulai tertidur.
di kamar sebelah nya adalah kamar milik alkana, lelaki itu juga sama gelisahnya seperti Rania. dia menyesali perbuatan buruknya karena menerima pernikahan itu, dia melepaskan cincin itu dan ingin membuangnya keluar. tetapi diurungkannya saat wajah mamanya melintas di pikirannya.
"Hah kenapa aku harus menikah dengan wanita kampung itu."
"Bagaimana kalau satu sekolah tahu? bisa hancur masa depanku."
"alkana Kau bodoh sekali."
"Ayo berfikir alkana.. berfikir."
karena merasa lelah memikirkan sesuatu yang tidak ya temukan ujungnya. Kini dia terbaring di atas kasur dan memejamkan matanya.
Matahari pagi telah bersinar, semua sudah berkumpul di meja makan. Rania duduk disebelah mamanya dengan wajah yang tidak bersemangat lalu hendra menatap Rania dengan tersenyum.
"Rania Nanti kamu pergi sama Om ya, biar semuanya Om yang urus." ujar Hendra.
Rania hanya tersenyum dan menganggukkan kepala "terima kasih om."
Silvi langsung menyuruh semuanya makan, mereka makan dengan nikmat tanpa ada suara yang tercipta di atas meja. Alkana melamun karena memikirkan nasibnya di sekolah lalu dia menatap dengan tajam dia harus membicarakannya dengan wanita itu
setelah selesai makan Rania berpamitan kepada kedua orang tuanya dan juga silvi, begitupun dengan alkana setelah itu lelaki itu memasuki mobilnya dan meninggalkan pekarangan rumah. Rania juga ikut masuk kedalam mobil hendra dan mobil itu juga langsung melaju pergi.
"Rania jika alkana menyusahkanmu bilang sama Om ya."
"Iya Om." Rania hanya tersenyum kaku, hanya kata itu saja yang dapat terucap dari mulutnya. padahal ingin sekali Dia berkata jika alkana terus saja mengganggu dirinya.
Lima belas menit lamanya akhirnya mereka sampai di sekolah SMA Dharmayuda, sekolah yang terkenal di kota ini. rania keluar dari dalam mobil dan mengikuti langkah Hendra yang menunju keruangan peran kepala sekolah.
banyak Tatapan yang mengarah kearah dirinya membuatnya menunduk karena merasa canggung berada di situasi seperti ini.
Indra mengurus semuanya Rania yang duduk di samping calon mertuanya itu.
"pak Hendra tidak perlu repot-repot kemari, tinggal telepon saya saja pasti semua sudah beres." ujar kepala sekolah.
"kalau begitu saya pamit pergi dulu." Hendra berdiri dan menjabat tangan kepala sekolah.
"Rania kamu nanti diantar ke kelas oleh guru, kamu tunggu disini dulu ya. Om pergi dulu, ingat kata om jika alkana menyusahkanmu langsung hubungi om, oke?" Ujar Hendra.
"Terimakasih om." Rania tersenyum dan Melambaikan tangannya kepada hendra.
"Bu Rani, kita kedatangan siswa baru jadi tolong antarkan ke kelas sebelas IPA dua." Pinta kepala sekolah.
"baik pak."
"nama kamu siapa?" tanya Bu Rani.
"Nama saya Rania Bu."
"Rania Ayo ikut ibu ke kelas, nanti Ibu kenalkan sama teman-teman baru kamu." ujar Bu Rani.
Rania berjalan mengikuti langkah Bu Rani, tetapi tanpa dia disadari karena terlalu gugup dia Hampir saja menabrak tembok dan dihadang oleh lelaki dengan menempelkan tangannya di dahi Rania agar tidak menabrak. Rania terkejut dan langsung menatap lelaki itu.
*sorry typo gaeeess
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Adila Ardani
mampir thor
2022-11-01
1