Chapter 18 - Pelakunya adalah?

Di malam hari, Tirta masih belum bisa beristirahat, dia masih memikirkan kasus yang sedang dia tangani.

Tirta berulang kali mondar-mandir di kamar tidurnya persis seperti setrikaan.

[""Aku berani bertaruh kalau dibalik sosok pria berjubah hitam itu adalah orang yang sama sekali tidak pernah kau curigai!"]

Kata-kata Ayah Arman masih terngiang dalam pikirannya, dia mencoba menelisik maksud dari ucapan tersebut.

"Tidak mungkin! Kenapa aku tidak terpikirkan hal itu!"

Tirta berdiam sejenak dan matanya terbuka lebar, sepertinya dia telah mendapatkan sebuah asumsi baru.

Tirta langsung menghubungi Komandan Wira meskipun saat itu sudah pukul 11 malam.

"Tuut.. tuut.. tuut"

Suara nada tunggu panggilan terdengar dari ponsel Tirta, namun Komandan Wira tidak menjawab panggilan itu.

Tirta mencoba menelpon Komandan Wira untuk kedua kalinya dan berharap semoga kali ini Komandan Wira mau menerima telponnya.

"Klik"

Panggilan teleponpun diterima dan terdengar suara Komandan Wira yang sepertinya baru terbangun dari tidurnya.

"Hei, Tirta! Ada apa kau malam begini menghubungiku? Kau mengganggu tidurku saja!"

Komandan Wira nampak sangat kesal kepada Tirta, nada suaranya sangat terdengar keras.

"Maaf mengganggu mimpi indah anda, tetapi aku ingin menanyakan sesuatu kepada anda, Komandan Wira!"

Tirta menyampaikan maksud dan tujuannya menghubungi Komandan Wira di malam ini.

"Hmmm.. dasar pemuda aneh! Kau ingin bertanya apa? Katakanlah secepatnya!"

Komandan Wira mempersilahkan Tirta untuk secepatnya bertanya kepadanya karena dia ingin kembali melanjutkan mimpi indahnya.

"Baiklah, aku ingin bertanya dimanakah jasad tuan Frans Hutapea dikebumikan?" tanya Tirta.

"Aduh, kau ini memang sangat horor, malam-malam begini menanyakan lokasi makam seseorang!" jawab Komandan Wira ketus.

Tirta memaksa Komandan Wira untuk segera memberitahunya, "Sebaiknya anda cepat memberitahukan saya," sambil berjalan mondar-mandir, "Atau saya akan mendatangi rumah anda dan membuat anda tidak bisa tertidur lagi!" ucap Tirta mengancam.

Ancaman Tirta berhasil, segera Komandan Wira memberitahukan lokasi makam mendiang tuan Frans Hutapea kepada Tirta.

Rupanya jasad tuan Frans Hutapea tidak dimakamkan di pemakaman khusus keluarga seperti jasad Bryan.

Akan tetapi, jasad tuan Frans Hutapea dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum kecamatan setempat.

Komandan Wira mengatakan alasan kenapa jasad tuan Frans tidak dimakamkan di pemakaman khusus keluarga adalah karena itu memang wasiat mendiang tuan Frans semasa hidupnya.

Tirta tidak terlalu mempedulikan masalah itu, lalu Tirta berterima kasih dan meminta maaf kepada Komandan Wira karena telah mengganggu tidurnya.

Lalu Tirta menutup telepon dan segera berkemas untuk persiapan mengunjungi makam tuan Frans Hutapea. Terlihat dia membawa karung berisi peralatan yang belum diketahui apa isinya.

"Aku pergi keluar dulu, Ayah! Aku ada urusan mendadak!"

Tirta dengan terburu-buru pamit keluar kepada Ayah Arman yang sedang asyik menonton siaran langsung pertandingan sepak bola di stasiun televisi swasta.

Tirta langsung keluar pintu dan segera menghidupkan motornya, lalu dia menarik gasnya dengan penuh agar bisa cepat sampai tujuan.

Setelah Tirta sudah cukup jauh, Ayah Arman mengintip dari balik gorden jendela.

"Dia memang tidak pernah berubah, selalu saja tergesa-gesa! Apakah Ayahnya juga seperti itu dulu!" gumam Ayah Arman dalam hati.

Setelah hampir tiga puluh menit lamanya, akhirnya Tirta sudah sampai di Tempat Pemakaman Umum dimana jasad tuan Frans dikebumikan.

Tirta memarkirkan motornya tersembunyi di bawah pohon beringin dekat pemakaman, lalu dia secara diam-diam masuk ke area pemakaman umum dan mencari makam tuan Frans.

Akhirnya Tirta sudah menemukan makam tuan Frans, lalu dia mengeluarkan sebuah alat penggali tanah dari dalam karung yang dia bawa.

Lalu Tirta menggali tanah kuburan tuan Frans Hutapea sampai dia menemukan papan peti yang berisi mayat tuan Frans Hutapea yang baru sekitar 3 hari sehingga masih belum membusuk.

Lalu Tirta mengeluarkan lagi sebuah alat investigasi miliknya dari saku celananya, setelah beres dia menutup kembali kuburan tuan Frans dengan rapi.

Lalu setelah selesai Tirtapun kembali merapikan peralatan dan kembali pulang ke rumahnya, kali ini Tirta bisa tertidur pulas.

Esok harinya Tirta kembali ke rumah keluarga tuan Frans Hutapea dengan membawa peralatan lengkap investigasinya.

"Kenapa kemarin kau malah pergi saat upacara pemakaman adikku? Apakah karena kami beda keyakinan denganmu!"

Tiba Cheline menegur Tirta dengan nada kecewa karena Tirta pergi saat upacara pemakaman Bryan.

"Tidak seperti yang kau pikirkan, aku ada urusan dadakan saat itu dan itu menyangkut kasus kematian Ayahmu!-

"Aku minta maaf karena telah mengecewakan kalian!"

Tirta menyampaikan alasan kenapa dia pergi secara mendadak ditengah berlangsungnya upacara pemakaman Bryan, lalu dia juga meminta maaf kepada anggota keluarga tuan Frans.

Cheline terdiam mendengar penuturan dari Tirta, sementara Michel dan Imelda memahami posisi Tirta saat itu dan mempermasalahkan hal itu.

"Lalu sekarang kau kembali lagi kesini, apakah kau sudah mendapatkan sebuah petunjuk baru!"

Cheline masih saja ketus terhadap Tirta meskipun Tirta sudah meminta maaf kepadanya dan juga anggota keluarga yang lain.

"Aku bukan hanya telah mendapatkan petunjuknya, tetapi aku juga sudah menemukan cara baru untuk menangkap si pelaku!"

Tirta mengambil posisi duduk di kursi sofa ruang tamu, lalu dia mengambil sebuah buku yang berukuran A4.

"Tetapi sebelumnya aku ingin kalian menandatangani perjanjian ini!"

Tirta memberikan buku berukuran A4 itu kepada Cheline yang berisi sebuah perjanjian bayaran tambahan.

"Apa maksudnya ini!"

Cheline mempertanyakan maksud dari perjanjian itu kepada Tirta.

"Itu adalah perjanjian bayaran tambahan yang isinya adalah jika aku berhasil menangani kasus ini maka aku akan mendapatkan bayaran sebesar 10 kali lipat dari uang muka!-

"Dan uang muka yang harus kalian bayar adalah," Tirta memberikan isyarat dengan 2 jarinya, "Dua puluh juta Rupiah!"

Sontak Cheline, Nyonya Frans dan semua anggota keluarga serta para pekerja di rumah itu terkejut mendengarnya.

Terlebih lagi dengan Pak Wahyu yang bekerja sebagai sopir pribadi di keluarga besar tuan Frans, dia sangat terkejut dengan apa yang Tirta ucapkan.

"Anda pasti sudah gila, tuan Tirta! Bahkan aparat kepolisianpun tidak pernah berani meminta bayaran sebesar itu!"

Pak Wahyu tiba-tiba memberanikan diri mencemooh permintaan Tirta, Tirta hanya diam tanpa ekspresi menanggapinya.

"Maaf, meskipun anda adalah pekerja yang paling dekat dengan tuan Frans dan keluarganya, tetapi bukan berarti anda boleh menghina mereka bukan!-

"Dengan anda berkata seperti itu secara tidak langsung anda telah memberikan kesan kalau keluarga tuan Frans ini tidak memiliki uang yang banyak untuk bisa membayarku!"

Tirta memojokkan Pak Wahyu, Pak Wahyupun terdiam dengan perasaan kesal didalam hatinya.

"Baiklah, aku akan menyetujui perjanjian itu, asalkan pelakunya bisa cepat tertangkap!"

Nyonya Frans tiba-tiba langsung menyetujui permintaan Tirta, wajah Tirta langsung menyeringai senang.

"Akan tetapi aku ingin para saksi juga ikut menandatangani perjanjian ini, dan semua anggota keluarga dan juga pekerja yang akan menandatangani sebagai saksi!"

Ucapan Tirta membuat seluruh anggota keluarga dan para pekerja menjadi terkejut.

Kenapa harus semua orang yang menandatanganinya, namun Tirta menjawab dengan alasan agar perjanjian itu menjadi lebih kuat di mata hukum.

Lalu semuapun menyetujuinya, seluruh anggota keluarga dan juga para pekerja menandatangani surat perjanjian itu.

Namun anehnya, setiap satu orang maka mereka menandatangani lembaran baru yang berbeda.

Kertas yang Tirta gunakan juga tampak berbeda dengan kertas biasanya.

Setelah semuanya selesai menandatangani berkas itu, lalu Tirta menghubungi Komanda Wira.

Tirta meminta agar Komandan Wira segera datang ke kediaman keluarga tuan Frans dan juga membawa beberapa aparat kepolisian karena hari ini dia akan mengumumkan siapakah pelaku pembunuhan tuan Frans Hutapea.

Komandan Wirapun menyanggupinya, lalu sekitar 30 menit, Komandan Wira telah sampai ke rumah keluarga tuan Frans beserta dengan 3 orang aparat kepolisian lainnya.

Ketika semuanya sudah sampai, Tirta meminta ijin untuk menggunakan kamar Cheline kembali sebagai tempat dia menganalisa sejenak dan menyiapkan bukti-buktinya.

Hampir tiga puluh menit lamanya, akhirnya Tirta telah kembali dari kamar Cheline dan menuju ke ruang tamu dimana dia sudah ditunggu-tunggu oleh yang lainnya.

"Terima kasih telah sabar menunggu saya, pelakunya adalah kau!"

Tirta langsung menunjukkan jari telunjuknya kepada seseorang yang berdiri paling belakang diantara yang lainnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!