Chapter 6

Yang pertama adalah Michel Hutapea, Putri sulung Frans Hutapea yang berusia tiga puluh tahun dan berstatus janda cerai hidup.

Sebenarnya Michel mempunyai seorang putra dan sudah berusia 5 tahun saat masih tinggal bersama suaminya, hanya saja dia tidak memenangkan hak asuk saat di penhadilan, justru suaminyalah yang memenangkan hak asuh anak.

Jika dilihat dari penampilannya yang sangat rapih, Michel terlihat memiliki kepribadian yang perfeksionis.

Dia bekerja sebagai notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah, dia sudah lulus sarjana hukum sejak usianya sudah dua puluh tiga tahun.

Michel bisa dibilang sebagai putri yang berhasil mengikuti jejak karir ayahnya meskipun berbeda tapi sama-sama dibidang hukum.

Lalu putri keduanya bernama Imelda Hutapea, usia Imelda hanya terpaut satu setengah tahun dari kakaknya yang bernama Michel.

Imelda adalah wanita karir yang bergelut dibidang bisnis, dia sukses mengelola dua perusahaan miliknya saat berusia dua puluh empat tahun dan sampai sekarang.

Imelda tidak begitu menyukai dunia hukum, dia lebih memilih kuliah mengambil jurusan Entrepreneur di Ibukota.

Saat sukses meraih gelar Sarjana dengan hasil Cumlaude, Imelda langsung memberanikan diri mencari modal untuk membangun usaha bisnisnya di bidang Sumber Daya Alam.

Imelda adalah sosok wanita yang supel terapi juga sedikit judes, terlihat dari ekpresi wajahnya yang tampak gelisah.

Lalu putra bungsu tuan Frans Hutapea yang bernama Bryan Claude Hutapea, dia masih berusia sekitar 18 tahunan.

Dia baru saja lulus sekolah menengah kejuruan dibidang Informatika, dia berencana tidak akan melanjutkan ke tingkat kuliah.

Dia lebih tertarik ingin menjadi atlet sepakbola, sejak masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama dia sudah bergabung di Sekolah Sepak Bola club Persija Jakarta.

Postur tubuhnya tegap dan atletis dia dapatkan dari giatnya dia melakukan Gym dan lari pagi di akhir pekan, banyak orang-orang yang yakin kalau dia akan menjadi pemain timnas Nasional suatu hari nanti.

Lalu ada Pak Nisan yang bekerja dengan keluarga Frans Hutapea sebagai tukang kebun, Pak Nisan berusia genap lima puluh tahun.

Pak Nisan memiliki seorang istri dan tiga anak yang dia tinggalkan di kampung halamannya di Madura.

Pak Nisan sudah bekerja dengan Frans Hutapea sekitar 10 tahun.

Kemudian ada Ibu Nani yang bekerja sebagai asisten rumah tangga dan Pak Wahyu yang bekerja sebagai sopir pribadi tuan Frans Hutapea dan keluarga.

Bu Nani dan Pak Wahyu adalah sepasang suami istri dan sudah bekerja dengan tuan Frans sekitar tujuh tahun masa kerja.

Mereka berdua mempunyai dua orang anak yang mereka titipkan kepada orang tua Ibu Nani di kampung halamannya di Sukabumi.

Kemudian ada Pak Karna yang bekerja sebagai Security di rumah keluarga Frans Hutapea, beliau sudah mengabdi kepada keluarga Frans Hutapea sama seperti Pak Nisan yaitu sekitar 10 tahun.

Setelah selesai memperkenalkan diri masing-masing kepada Tirta, Tirta segera menghubungi Komandan Wira melalui telepon genggam miliknya.

"Tuu.. tuut.. tuut.."

["Halo, Tirta! Apakah keluarga Frans Hutapea sudah hadir semua disana?"]

"Semuanya sudah hadir disini, komandan Wira! Sebaiknya anda cepatlah datang kesini, saya juga sudah merasakan lapar!"

Tirta mengelus perutnya yang tertutup oleh pakaiannya sendiri, sepertinya Tirta memang sudah merasa kelaparan.

["Baiklah, Tirta! Dalam waktu dua puluh menit saya akan sampai kesana, tahan dulu rasa laparmu, berbincang-bincanglah dengan anak tuan Frans! Mereka semua cantik-cantik dan menggemaskan, hahaha!"]

"Cepatlah bawa makananku kesini! Satu lagi, aku tidak tertarik kepada putri-putri tuan Frans Hutapea!"

"Klik..!"

Tirta langsung mematikan teleponnya, lalu memasukkan ponselnya ke saku celananya.

Dia menoleh ke arah kanan, rupanya Cheline sedang memperhatikan dirinya.

"Kenapa kau memperhatikan aku seperti itu? Apakah aku tampak seperti buah pisang bagimu!"

Tirta menegur Cheline yang sedang memperhatikan dirinya, akibat ucapan jutek dari Tirta, Cheline menjadi salah tingkah.

"Ee.. ee.. tidak apa-apa, aku hanya seperti pernah mengenal dirimu, tapi entah dimana itu!"

Cheline menjawab sekenanya saja, dia tidak tahu harus memberikan alasan apa kepada Tirta.

"Lupakanlah hal itu! Aku dan kamu sama sekali belum pernah saling mengenal dan juga belum pernah berteman!"

Tirta menjawab dengan sangat jutek, Tirta memang pria yang tidak mudah terpesona dengan kecantikan wanita.

Selama hidupnya sampai sekarang, Tirta hanya baru satu kali menjalin hubungan dekat dengan wanita.

Wanita yang beruntung itu bernama Siska, Siska adalah teman dekat Tirta sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Kejuruan.

Namun setelah lulus sekolah, Tirta harus berpisah dengan Siska lantaran orang tua Siska akan menyekolahkannya di perguruan tinggi di negara Jerman.

Sementara Tirta akan melanjutkan pendidikan di Universitas Nasional untuk memilih jurusan hukum dan analisis kriminalis, saat sudah lulus Tirta langsung memberanikan diri melamar menjadi Detektif di kepolisian.

Awal meniti karir, Tirta terbilang cemerlang.

Tirta berhasil memecahkan kasus pembunuhan berantai yang sudah lama belum terungkap, dia berhasil menjebloskan salah seorang petinggi di kepolisian ke penjara.

Namun karena merasa begitu banyak peraturan etik dan prosedur yang rumit di kepolisian, akhirnya Tirta memilih untuk mengundurkan diri dari kepolisian dan memilih menjadi Detektif pekerja lepas yang akan bekerja jika diperlukan oleh kepolisian.

Menjadi detektif freelance membuat Tirta merasa lebih bebas bekerja tanpa diatur oleh aturan kepolisian.

Jika dia merasa kepolisian mengatur kerjanya terlalu ketat, maka dia akan mengancam untuk mundur dan menolak pekerjaan yang diberikan oleh kepolisian.

Sepanjang karirnya menjadi Sang Penyidik yang handal, Tirta selalu sukses menguak kasus-kasus yang penuh teka-teki dan misterius.

Bahkan dirinya pernah hampir terkena bahaya karena mengusut kasus pembunuhan yang ternyata melibatkan para petinggi Kepolisian Republik Indonesia.

Akibat dari kelihaian dan kecerdasannya dalam memecahkan kasus yang rumit, Tirtapun mendapatkan julukan tersendiri dari Kepolisian dan juga dari perkumpulan detektif Nasional.

Julukan yang mereka berikan kepada Tirta yaitu, Tirta si Malaikat Gila.

Selagi menunggu datangnya Komandan Wira, Tirta kembali duduk di kursi, kali ini dia memilih untuk duduk di kursi ruangan televisi.

Tirta mengambil sebatang rokok lagi dari kotak rokok di saku celananya, lalu dia membakar ujung rokok itu dengan korek kayu miliknya.

Cheline yang terus memperhatikan Tirta langsung berinisiatif untuk menawarkan Tirta minum.

"Tukk.. tukk.. tukk.."

Cheline melangkah mendekati Tirta yang sedang duduk santai di kursi ruangan televisi, dia menawarkan Tirta dengan suara yang lembut.

"Ehem.. Tuan Tirta, aku ingin ke dapur membuat segelas minuman kopi, kalau kamu juga ingin minum kopi, aku akan buatkan juga untukmu!"

Cheline menawarkan diri kepada Tirta untuk membuatkannya secangkir kopi panas, dia berharap semoga saja Tirta meresponnya dengan baik.

"Memangnya kalian punya kopi jenis apa saja di rumah ini?"

Tirta menjawab tawaran dari Cheline dengan gaya bicaranya yang jutek dan cool.

"Kami disini punya kopi hitam asli dari sumatera, kopi susu, kopi Cappucino dan juga kopi Creamy Latte ala Kafe!"

Cheline menjawab pertanyaan Tirta dengan sangat ramah, Tirta lalu menghisap rokoknya dan menghembuskan asapnya ke arah Cheline berada.

"Buatkan saja aku kopi hitam dengan gula pasir hanya sepucuk sendok teh!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!