Indera Keenam Sang Penyidik

Indera Keenam Sang Penyidik

Chapter 1

"Serrrrrrrrrr"

Air keran shower dinyalakan, udara pagi yang dingin menambah sensasi kesejukan air di pagi hari. Seorang pria paruh baya hendak membersihkan diri dipagi hari sebelum memulai aktivitasnya. Ia mengambil botol plastik berwarna putih dengan gambar berwarna merah, lalu ia tekan tuas di atas untuk mengeluarkan cairan kental dan berbusa pada telapak tangannya. Lalu ia balurkan cairan itu ke rambut kepalanya. Layaknya seorang pria muda, ia melakukannya sambil berdendang lagu lawas. Sama sekali tidak ada pertanda bahwa hal buruk akan terjadi, hingga tiba-tiba.

"Gubrakkkkk"

"Srrrrrrrkkkkk"

Pria paruh baya itu terjatuh kelantai dalam keadaan leher tercekik oleh kain handuknya sendiri. Ia tewas dalam keadaan tanpa busana dengan mulut terbuka dan lidah menjulur keluar.

Dua jam kemudian, keluarganya baru pulang sehabis menginap dirumah saudara yang baru saja mengadakan acara pernikahan putri mereka. Saat seorang wanita paruh baya memanggil sebuah nama namun tidak mendapatkan sahutan, ia pun menjelajahi seluruh bagian rumah tersebut tanpa ada yang terlewatkan. Hingga akhirnya ia terkejut saat ia membuka pintu kamar mandi dan ia lihat kalau orang yang ia cari sudah meregang nyawa dalam keadaan tanpa busana dan lehernya terbelit oleh handuk.

"Aaaaaaarrrrrrrrgggggg!"

Wanita paruh baya itu berteriak, sontak seluruh keluarga menghampirinya dan menatap kedalam kamar mandi. Mereka semua terkejut saat melihat mayat seseorang yang sangat mereka kenal terkapar di dalam kamar mandi. Segera salah satu dari mereka buru-buru menelpon pihak berwajib.

# # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # #

Disuatu lingkungan yang sudah lumayan padat penduduk di daerah Jakarta Timur. Seorang pria yang memiliki watak tengil, angkuh, arogan dan konyol sedang asyik memainkan sebuah konsol game favoritnya yaitu Playstation 4. Terlihat ia sedang memainkan sebuah game bergenre kolosal.

"Prok.. prok.. prok"

Suara langkah kaki masuk dari pintu depan. Pria paruh baya dengan sedikit rambut berwarna putih di kepalanya menegur si pria yang sedang bermain game.

"Bukankah kau sudah tujuh kali memainkan game itu sampai tamat, lantas kenapa kau memainkannya lagi, Tirta?" tanya pria paruh baya itu.

"Ini adalah game terfavoritku, Ayah! Aku tidak akan berhenti sebelum aku mendapatkan predikat perfect legends dan kemudian akan aku upload ke medsosku!" jawab pria yang ternyata bernama Tirta.

Rupanya pria paruh baya itu adalah Ayahnya. Melihat anaknya masih asik bermain game, ia pun mendekati dan menepuk pundak anaknya.

"Kau jangan terlalu lama bermain game sampai lupa makan, ingat jangan sampai asam lambungmu kumat lagi!" pekik Ayah.

Memang kurang lebih sekitar 1 tahun yang lalu, Tirta pernah harus dirawat di rumah sakit lantaran sakit asam lambungnya kumat. Ia memang sering lupa dengan kesehatannya sendiri. Apalagi jika ia sedang mendapatkan order pekerjaan dari aparat penegak hukum.

Tirta adalah pria lulusan Fakultas ternama dan mengambil jurusan Kriminologi. Ia sendiri yang berminat dengan jurusan tersebut. Ia mempunyai hobi di bidang menganalisa kasus dan masalah. Sudah banyak kasus besar yang berhasil ia bongkar berkat ketangkasannya dalam menganalisa. Akan tetapi, ia selalu menolak tawaran untuk menjadi penyidik tetap di kepolisan negara. Alasannya sangat konyol, ia tidak ingin terpenjara oleh sistem.

"Tenanglah, Ayah! Aku sudah siapkan obat Antasida di lemari kamarku, aku akan langsung meminumnya sampai habis jika asam lambungku kumat. Hehe!" jawab Tirta sambil terkekeh.

Sang Ayah hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat anaknya menjawab dengan konyol.

"Yasudah kalau begitu! Ayah akan bersiap-siap merawat tanaman bonsai yang sudah kuanggap seperti anakku sendiri. Kau makanlah kalau sudah terasa lapar!" ucap Ayah lalu langsung berjalan keluar menuju pekarangan di belakang rumah.

Sementara Tirta masih fokus dengan game yang ia mainkan, hingga tiba-tiba.

"Krrriiiiiiiing"

Suara ponsel di saku celananya mengejutkan dirinya. Cepat-cepat ia mengambil ponsel itu dan ia melihat nama kontak yang memanggilnya. Rupanya nomor itu tidak ada namanya alias nomor baru.

"Click"

Tirta pun menyentuh tombol berwarna hijau di layar ponselnya, lalu ia dekatkan speaker ponselnya ke telinga sebelah kanannya.

["Halo, selamat siang, Tirta. Apakah kau sedang sibuk hari ini?"]

"Hei, kau Komandan Wira! Ya saya sedang ingin menamatkan game favorit saya saat ini, ada perlu apa anda menelepon saya, pak?"

["Kalau begitu tiga puluh menit lagi anda akan saya jemput dirumah, segeralah merapihkan pakaian, saya ada tugas untuk anda!"]

["Tuuut"]

Teleponpun dimatikan. Tirta mengernyitkan dahinya, lalu ia menaruh ponselnya di meja. Bukannya segera merapihkan pakaian yang ia kenakan, ia justru malah kembali melanjutkan permainan game yang ia mainkan.

"Komandan Wira, kau selalu saja memerintahku layaknya Diktator, kau lupa kalau aku ini bukan bawahanmu!-

"Inilah yang membuatku tidak ingin menjadi Detektif tetap di kepolisian!" menekan tombol silang di joysticknya dengan sekuat tenaga, "Aku tidak suka diatur dan diperintah seperti bawahan!" ucap Tirta sambil menyeringai.

Akhirnya Tirta berhasil menamatkan game itu dengan mendapatkan predikat Perfect legends seperti yang ia harapkan. Buru-buru ia mengambil ponselnya kembali yang ia taruh di meja. Lalu ia gunakan ponsel itu untuk memotret layar Televisi yang ia gunakan untuk bermain game tadi. Lalu ia unggah foto itu ke akun media sosialnya dengan hashtag, "Aku bukan lagi Pro Player, tapi aku adalah The Legends of Pro Player".

Setelah selesai menamatkan game, Tirta pun langsung bergegas menuju kamarnya untuk mengambil cairan obat Antasidanya. Sebelum makan, ia terlebih dahulu meminum cairan obat tersebut agar kadar asam dilambungnya tidak berlebih. Setelah itu ia pun menuju ke meja dapur untuk memulai sarapannya yang sudah kesiangan.

"Cekrekkk"

Suara pintu terbuka dan yang membuka pintu adalah Ayah. Ayah sudah selesai merawat dan memberikan pupuk pada tanaman bonsai yang menjadi lahan usahanya. Tak hanya itu, ia juga membudidayakan ikan koi. Ia menuju dapur untuk mengambil minuman dingin di lemari es.

"Krekkk" pintu lemari es dibuka.

Ayah mengambil sebotol penuh air putih, lalu meneguknya sampai tinggal sisa setengah.

"Kalau saja kamu makan dari pagi, pasti lebih nikmat lagi. Karena gulai itu lebih nikmat jika disantap saat masih hangat!" ucap Ayah mengajak Tirta berbincang, ia lalu mengambil posisi duduk di kursi meja makan di sebelah Tirta.

"Ayah, hari ini aku mendapat tawaran kerja lagi dari kepolisian!" ucap Tirta.

"Wow, itu sangat bagus! Bukankah itu memang keahlianmu? Ayah lebih suka melihat kau begadang menangani kasus daripada begadang menamatkan game yang seperti bocah kecil!" kata Ayah.

"Ayolah, Ayah. Berhentilah mengolok-olokku seperti itu, kau juga pasti pernah mengalami masa-masa muda dimana kau masih hobi bermain games!" ucap Tirta membela diri.

"Ya itu benar, tapi aku tidak pernah segila dirimu!" jawab Ayah.

Tirta tidak menjawab karena perkataan ayahnya ada benarnya juga. Ia kembali melanjutkan makan sampai habis. Ayah kembali meneguk air mineralnya dan kembali berbicara kepada Tirta.

"Tirta, masa depanmu masih sangat panjang. Pikirkanlah masa depanmu, Nak!" ucap Ayah sambil mengusap pundak Tirta.

"Meskipun aku bukan..." ucapan Ayah terhenti karena Tirta langsung menatap matanya dalam-dalam.

"Meskipun apa? Aku tidak suka kalau kau mengungkit hal itu lagi!" pekik Tirta.

"Ahh sudah lupakanlah, maafkan Ayah. Cepat habiskan makanmu, setelah ini aku ingin mengajakmu memberi makan pada ikan-ikan ternakku!" ucap Ayah sambil senyum.

Tirta pun selesai menghabiskan makannya. Lalu ia taruh peralatan makannya di wastafel sambil ia mencuci tangan meskipun tangannya tidak menyentuh makanan.

"Tok.. tok.. tok..! Permisi, Assalamu'alaikum!"

Suara pintu diketuk dan ada orang yang menyalam. Sepertinya mereka kedatangan tamu. Ayah langsung berdiri dan berjalan menuju pintu rumah untuk membuka pintu.

"Krekkk" pintupun dibuka oleh Ayah.

"Selamat siang, Pak! Perkenalkan, saya Komandan Wira, kepala bagian penyidik kapolri. Boleh saya masuk dan menemui anak anda!" ucap pria itu.

Ayah lalu mengangguk, "Ya, silahkan masuk. Anak saya baru saja selesai sarapan!" jawab Ayah.

Komandan Wira pun masuk kedalam dan duduk di kursi ruang tamu. Setelah itu, Tirta pun menemuinya dalam keadaan masih memakai kaos oblong dan celana pendek.

"Hei, bisakah anda bersikap professional, bukankah saya sudah menyuruh anda untuk merapihkan pakaian karena saya akan membawa anda ke lokasi TKP sekarang!" pekik Komandan Wira.

"Maaf Pak Komandan, aku akan terima tawaran pekerjaanmu. Akan tetapi, bukan berarti kau bisa memerintahku seperti itu! Bawa santai sajalah, jangan terlalu tegang!" ucap Tirta sambil membakar sebatang rokok menthol dihadapan komandan Wira, bahkan ia juga menyodorkan bungkus rokok miliknya kepada komandan, Ayah hanya tersenyum melihat tingkah Tirta.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!