Chapter 2

"Hei, bisakah anda bersikap professional, bukankah saya sudah menyuruh anda untuk merapihkan pakaian karena saya akan membawa anda ke lokasi TKP sekarang!" pekik Komandan Wira.

"Maaf Pak Komandan, aku akan terima tawaran pekerjaanmu. Akan tetapi, bukan berarti kau bisa memerintahku seperti itu! Bawa santai sajalah, jangan terlalu tegang!" ucap Tirta sambil membakar sebatang rokok menthol dihadapan komandan Wira, bahkan ia juga menyodorkan bungkus rokok miliknya kepada komandan, Ayah hanya tersenyum melihat tingkah Tirta.

"Katakan saja disini, kasus apa yang membuat tim penyidik Kepolisian Republik Indonesia kewalahan menanganinya?" tanya Tirta dengan nada mengejek.

"Aku tidak mengatakannya disini, ada ayahmu yang jelas-jelas berada di luar pemahamannya! Ditakutkan nanti akan menjadi berita yang simpang siur dan penuh asumsi!" jawab Komandan Wira.

"Terkadang kebenaran bisa ditemukan berkat adanya asumsi. Tanpa adanya asumsi, tentunya tidak akan pernah ada tim penyidik kasus, Pak Komandan yang terhormat!" Tirta duduk dihadapan Komandan sambil menyilangkan kakinya.

Akhirnya komandan Wira angkat suara, "Ketua Hakim Frans Hutapea ditemukan tewas di kamar mandinya. Beliau terkenal jujur dan anti suap. Beliau memang memiliki banyak musuh, namun!" Komandan Wira menghentikan ucapannya.

"Kenapa kau berhenti? Lanjutkanlah!" Tirta mengambil posisi sedikit condong ke depan untuk mendengar ucapan Komandan Wira lebih jelas lagi.

"Tim penyidik kepolisian sama sekali tidak menemukan tanda-tanda pembunuhan ataupun kekerasan, hanya handuk yang melilit lehernya, setelah di periksa tidak ada sidik jari orang lain di kamar mandi!-

"Oleh karena itu kami tidak sanggup menanganinya, kami meminta jasa freelance dari anda! Kami menaruh harapan kepadamu, Tirta!" celoteh Komandan Panjang.

Tirta pun terdiam sejenak, matanya nampak berkaca-kaca. Rupanya Ketua Hakim Frans adalah idola bagi Tirta. Tirta seringkali menangani kasus yang sulit dan setiap kali Tirta berhasil memecahkan kasus tersebut, Hakim Frans lah yang memberikan hukuman yang setimpal dengan apa yang dilakukan oleh si terdakwa.

"Kenapa beritanya belum muncul di media televisi, sampai aku sendiri tidak mengetahuinya?" tanya Tirta.

"Untuk sementara ini kediaman korban masih kami tutup. Kemungkinan nanti sore beritanya akan kami edarkan di media elektronik!" jawab Komandan Wira.

Mendengar cerita tersebut, Tirta pun langsung berdiri dan bergegas menuju kamar tidurnya untuk merapihkan pakaian yang ia kenakan.

"Prok.. Prok.. Prok"

Tirta menaiki tangga menuju kamarnya di lantai atas dengan berlari. Pak Arman memang terbilang cukup kaya raya, ia memiliki rumah yang berdiri di atas lahan seluas Dua ratus Meter persegi dengan sisa pekarangannya masih sekitar Empat Ratus Meter persegi ia gunakan untuk menanam dan budidaya ikan koi. Tirta sejak kecil mendapatkan kamar di lantai atas. Ia sangat senang memiliki kamar di lantai atas, karena dia merasa bisa berolahraga tiap kali keluar masuk kamarnya menuju ruang TV.

"Prok.. prok.. prokk"

Tirta turun kembali dari lantai atas, kali ini dia sudah rapih dengan pakaian professionalnya. Ia mengenakan Jaket kulit berwarna hitam yang panjangnya sampai setengah di atas lututnya, serta celana jeans hitam berbahan ketat. Ia juga mengenakan kacamata sport berbentuk kotak dengan lensa berwarna cokelat. Rambut hitamnya yang panjangnya sampai leher ia tata rapih menggunakan pomade. Tirta memang terbilang tampan, wajahnya bersih karena ia rutin mencukur kumis dan brewoknya. Hidungnya yang mancung dan bulu alis yang tebal membuat banyak wanita terkesima dengannya. Oleh karena itulah Tirta sering sekali bergonta-ganti pasangan.

"Ayah, anakmu yang tampan ini pamit pergi dulu untuk menangani kasus! Doakan aku semoga semuanya berjalan mulus!" ucap Tirta pamit kepada Ayah.

"Berhati-hatilah di jalan, nak! Jangan lupa gunakanlah kaca spionmu!" balas Ayah.

Tirta dan Komandan Wira pun kini bersama-sama keluar dan hendak menuju ke lokasi tempat kejadian perkara.

"Sebaiknya anda ikut dengan saya saja, Tirta!" perintah Pak Wira yang mengendarai mobil.

"Tidak Pak Komandan, saya sudah terbiasa berpergian dengan kendaraan beroda dua ini!" jawab Tirta.

Lalu Tirta pun menaiki kendaraan roda dua miliknya yang terbilang masuk kategori MOGE. MOGE yang ia bawa berjenis Harley Davidson keluaran tahun lawas dan berwarna hitam, entah ia dapat kendaraan itu dari mana. Tirta melakukan sedikit modifikasi dibagian knalpot dan kaca spionnya. Ia kenakan helm khas retro miliknya yang juga berwarna hitam.

"Brruuummm.. brruuumm"

Suara auman dari knalpot motor milik Tirta membuat telinga Komandan Wira tidak tahan mendengarnya. Buru-buru ia menutup jendela mobil kemudia ia menyalakan mesin mobilnya. Ia pun langsung menancap gas dalam-dalam dan memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi agar cepat sampai ke TKP. Tak ingin kalah, Tirta pun mengejar dengan menarik gas dalam-dalam. Persis adegan di film Fast and Fourious, Tirta menempel mobil Komandan Wira di belakang dengan jarak hanya sekitar satu setengah meter.

Tidak terasa setelah hampir tiga puluh menit lamanya perjalanan, akhirnya Tirta dan komandan Wira kini sudah sampai di lokasi tempat kejadian perkara, yaitu di kediaman tuan Frans Hutapea. Terlihat disana sudah ada beberapa penyidik dan aparat kepolisian yang berjaga-jaga di sekitar TKP. Tirta dan Komandan Wira bersama-sama masuk ke dalam rumah Frans untuk melihat kondisi TKP.

"Tuk.. tuk.. tuk"

Tirta melangkah pelan saat berada di dalam rumah Tuan Frans, matanya melirik ke segala penjuru rumah, tidak ada bagian rumah yang luput dari pandangannya. Sepertinya Tirta sedang melakukan penganalisaan tempat kejadian perkara. Tirta melangkah bagaikan tokoh Sherlock Holmes yang sedang menganalisa kasus. Sampailah ia didepan tempat kejadian perkara yaitu di ruangan kamar mandi milik Tuan Frans.

"Tuk.. tuk.. tuk"

Tirta memasuki pintu kamar mandi, ia masih melihat kain handuk yang melingkar di leher tuan Frans. Sepintas sepertinya tuan Frans seolah-olah tewas terlilit oleh handuknya sendiri, akan tetapi itu sangat-sangat tidak masuk akal. Diliriknya seluruh penjuru kamar mandi, namun tidak ia temukan sesuatu yang mencurigakan.

"Tuk.. tuk.. tuk"

Tirta berjalan mendekati cermin di kamar mandi, kondisi cerminnya masih bersih tanpa ada goresan apapun. Tirta mendekatkan wajahnya ke cermin untuk lebih jelas melihat apakah ada perubahan yang terjadi pada kaca tersebut.

"Apakah kau mendepatkan petunjuk?" ucap Komandan Wira setelah melihat Tirta mendekatkan wajahnya ke cermin.

Tirta tidak menjawab pertanyaan dari komandan Wira, namun wajahnya menyeringai dan terlihat oleh komandan Wira melalui pantulan cermin.

"Detektif Tirta, jika kau mendapatkan petunjuk sekecil apapun itu, segeralah beritahukan kepada kami!"

Lagi-lagi komandan Wira menegaskan suaranya kepada Tirta, namun Tirta tetap tidak memperdulikan ucapan komandan Wira.

Tirtapun melangkah menjauhi cermin dan bergerak menghampiri komandan Wira.

"Pak Komandan Wira, bisakah anda tenang sedikit!"

Tirta memerintahkan komandan Wira untuk tenang dan tidak tergesa-gesa, Tirta memang seorang pribadi yang sangat tidak suka mengerjakan sesuatu karena tergesa-gesa.

"Bukan begitu maksudku! Aku hanya merasa aneh kenapa kau tersenyum saat menatap ke cermin?"

Komandan Wira mengutarakan rasa penasarannya kepada Tirta.

"Oh, soal itu ya! Aku hanya tersenyum karena saat mengaca tadi aku melihat ada jerawat dibawah bibirku dan itu membuat wajahku nampak sedikit konyol. Hahahaa!"

Tirta menjawab pertanyaan komandan Wira sambil tertawa terbahak-bahak, sehingga membuat komandan Wira menjadi malu bukan kepalang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!