Chapter 4

"Tidak, Komandan Wira! Kau jangan mengeluarkan asumsi dahulu!-

"Aku hanya ingin mengobrol santai dengan mereka semua!"

Tirta melambaikan tangannya pertanda kalau dugaan komandan Wira terhadapnya adalah salah, Tirta hanya ingin berbincang sambil bersantai dengan seluruh penghuni rumah.

"Hmmm.. baiklah kalau memang itu maumu! Aku akan meminta Bripda Adam membawa mereka semua kesini!"

Komandan Wira mengambil ponsel dari saku celananya, lalu dia mengetik nomor kontak Bripda Adam untuk memintanya membawa keluarga korban dan Asisten Rumah Tangga, Supir, Security dan Tukang kebun kembali ke lokasi TKP.

"Tuut.. tuut.. tuut.."

Komandan Wira menghubungi Bripda Adam via aplikasi chatting berwarna biru muda dengan simbol pesawat kertas.

"Klik!"

Bripda Adam menerima panggilan tersebut, lalu mengucapkan salam kepada Komandan Wira.

["Selamat siang Komandan Wira, ada perlu apa anda menghubungi saya?"]

Bripda Adam menjawab telepon dari Komandan Wira.

"Maaf mengganggu anda Bripda Adam, saya ingin meminta izin kepada anda untuk membawa kembali keluarga almarhum Ketua Hakim Frans Hutapea ke rumahnya untuk kepentingan penyelidikan kasus!"

Komandan Wira menyampaikan maksud dan tujuannya menelpon Bripda Adam, lalu Bripda Adampun memberikan izin penuh kepadanya.

["Jika memang itu kebutuhan penyelidikan, maka silahkan anda bebas membawa mereka kembali ke rumah TKP itu, tetapi ingatlah selalu untuk menjaga kondisi psikis mereka yang masih terpukul karena peristiwa pembunuhan itu!"]

Bripda Adam berceloteh panjang kepada komandan Wira, Komandan Wira menyanggupi pesan dari Bripda Adam, lalu telepon pun ditutup.

"Jika ada keperluan lagi, saya akan melaporkan kepada anda, Pak Bripda Adam! Sampai jumpa lagi!"

Komandan Wira mengakhiri teleponnya, lalu menoleh ke arah Tirta.

"Dalam waktu kurang dari tiga puluh menit, keluarga korban akan segera sampai disini, kau tunggulah sebentar sambil mengamati tiap ruangan di rumah ini!"

Komandan Wira berkata kepada Tirta, Tirta hanya menjawab dengan anggukan saja.

"Aku akan pergi sebentar, nanti aku akan sekaligus membawakanmu makan siang, kau ingin makan dengan menu apa?"

Komandan Wira hendak pergi keluar untuk suatu urusan pribadi, dia menawarkan akan membawakan makanan untuk Tirta.

"Tidak perlu repot-repot! Kau cukup bawakan aku satu porsi Bakso Lava dengan tingkat kepedasan Level 10 saja aku sudah sangat berterima kasih, Hehe!"

Tirta menyeringai saat mengutarakan keinginannya untuk memakan Bakso Lava pedas level 10 kepada Komandan Wira.

Komandan Wira menggelengkan kepalanya, "Tidakkah kau bisa memesan makanan yang lebih praktis daripada bakso? Aku akan kesulitan membawakannya kesini!"

Komandan Wira merasa keberatan dengan permintaan Tirta, karena dia tidak tahu harus membeli bakso itu dimana?

"Hmm... baiklah kalau begitu bawakan saja aku kebab jumbo pedas yang paling pedas! Kau bisa membelinya di tukang kebab manapun yang kau temui di jalan!"

Akhirnya Tirta merubah permintaannya dari bakso lava menjadi kebab pedas, Tirta memang penyuka makanan yang pedas dengan tingkat kepedasan diatas rata-rata.

Menurutnya, dengan memakan makanan yang pedas dapat membuat semangatnya kembali berkobar dan matanya bisa lebih jeli dalam mencari petunjuk.

"Baiklah kalau begitu, jika nanti keluarga Almarhum Frans Hutapea sudah sampai, segeralah menghubungiku!"

Komandan Wira memesan kepada Tirta agar menghubunginya jika keluarga korban sudah sampai di rumah itu, lalu komandan Wira melangkah menuju pintu keluar dan tinggallah Tirta sendirian disana.

Saat Tirta tinggal sendirian di rumah yang menjadi Tempat Kejadian Perkara atau TKP itu, dia menegakkan posisi berdirinya lalu memejamkan kedua matanya.

Tirta memfokuskan pikirannya sambil menempelkan telapak tangan kanan ke telapak tangan kirinya dengan posisi seperti Biksu yang sedang berdoa.

Beberapa detik kemudian, Tirta mengucapkan beberapa kalimat dari mulutnya.

"Mata batin, terbukalah!"

Tirta membuka kedua matanya, kini pupil matanya telah berubah menjadi putih seperti sinar lampu.

Dari pandangannya, dia dapat melihat banyaknya makhluk tak kasat mata yang tinggal di dalam rumah itu.

Diantara makhluk tak kasat mata yang terlihat oleh mata batin Tirta, ada satu makhluk yang sedang memperhatikan Tirta sambil berdiri ditangga penghubung antara lantai satu dengan lantai dua rumah itu.

Makhluk itu memiliki rupa seperti kakek tua dengan janggut panjang hingga menyentuh ke lantai, tubuhnya terlihat sangat kurus dan keriput, sepertinya dia adalah penghuni senior diantara makhluk tak kasat mata yang lainnya.

"Tuk.. tuk.. tuk.."

Tirta melangkah menuju tangga untuk menghampiri sosok kakek tua tak kasat mata itu.

Saat Tirta melangkah mendekatinya, terlihat raut wajah kaget dari kakek tak kasat mata itu.

Sepertinya sosok itu terkejut karena ternyata Tirta bisa melihat dirinya.

"Kenapa kau memperhatikan aku seperti itu, apakah ada yang aneh denganku?"

Tirta melayangkan pertanyaan kepada kakek tak kasat mata itu, kakek tak kasat mata itu sedikit memundurkan dirinya saat Tirta berada tepat dihadapannya.

["Kau berbeda dengan orang-orang yang sebelumnya, kau bukan orang sembarangan! Apa keinginanmu berada disini?]

Kakek tak kasat mata itu justru bertanya balik kepada Tirta.

"Haha! Aku yang lebih dulu bertanya, tetapi kau malah bertanya balik kepadaku, baiklah akan aku jawab pertanyaanmu terlebih dahulu!"

Tirta merogoh sakunya kembali untuk mengambil sebatang rokok, lalu dia membakar rokok itu dihadapan kakek tak kasat mata yang sedang dia ajak bicara.

Setelah rokok itu menyala, Tirta meniupkan asap rokok itu kepada kakek tak kasat mata dihadapannya.

Seketika kakek tak kasat mata itu kelabakan karena asap rokok yang ditiupkan oleh Tirta, lalu diapun mengibaskan asap itu.

Namun, tiba-tiba kakek tak kasat mata itu terkejut lantaran kini dirinya berada di dimensi lain, dimensi yang sangat penuh dengan cahaya terang.

Rupanya tadi Tirta telah membawa makhluk itu ke dimensi ilusi miliknya, entah bagaimana caranya Tirta bisa memiliki kemampuan tersebut.

"Aku hanya ingin mengintrogasimu, apakah kau menyaksikan kejadian yang membuat pemilik rumah ini tewas?"

Tiba-tiba terdengar suara Tirta dari belakang, kakek tak kasat mata itupun langsung menoleh ke arah belakang dan dia melihat Tirta sedang duduk dikursi kayu yang sering digunakan untuk mengintrogasi tersangka.

["Aku tidak melihat kejadian apapun yang menimpa dia, itu semua adalah takdir dari Tuhan!"]

Kakek tak kasat mata itu menjawab pertanyaan Tirta, namun Tirta tidak merasa puas dengan jawaban itu.

"Kau jangan berbohong kepadaku! Aku tahu kau pasti mengetahui kejadian itu!"

Tirta kembali melayangkan pertanyaan kepada kakek tak kasat mata itu, kali ini dia lebih menekankan suaranya.

["Hahaha! Kau mau menekanku ya, percuma saja! Aku memang benar-benar tidak tahu apa-apa!"]

Sosok kakek tak kasat mata itu tetap menjawab kalau dia tidak mengetahui apapun tentang kejadian itu, lalu dia berusaha untuk melarikan diri namun tak berhasil.

Saat dirinya hendak melarikan diri, tiba-tiba muncul rantai dari dasar tanah yang mengikat kakek tak kasat mata itu.

Rantai itu mengikat kuat kaki dan tangannya, bahkan rantai itu juga perlahan-lahan menjadi memanas.

["Aarrgghhhh...! Lepaskan aku, dasar manusia kurang ajar yang tidak sopan kepada orang tua!"]

Sosok kakek tak kasat mata itu mengerang kesakitan dan memaki-maki Tirta dengan ucapan yang kotor.

Melihat sosok kakek tak kasat mata itu sedang menahan sakit akibat rantai yang mengikatnya, Tirtapun menyeringai.

"Ini belum seberapa, Kakek! Kalau kau tetap tidak mau memberitahukan aku, aku akan membuat rantai itu seratus kali lebih panas dari ini!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!